Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan bahwa Pemerintah khususnya Kementerian Agama saat ini tengah fokus dalam upaya penguatan moderasi beragama. Zainut menjelaskan bahwa upaya tersebut dilakukan dalam rangka meneguhkan sikap toleransi dan menghindari keekstriman dalam praktik beragama. Selain itu, dia menambahkan tujuannya adalah untuk menghadirkan keharmonisan di dalam kehidupan sebagai sesama anak bangsa.
“Moderasi beragama merupakan upaya menghadirkan jalan tengah atas dua kelompok ekstrem, antara liberalisasi dan konservatisme dalam memahami agama,” kata Zainut Tauhid saat memberikan orasi kebudayaan dalam Deklarasi Moderasi Beragama Solo Raya, di Surakarta, Sabtu (14/11).
Kendati demikian, menurut Zainut Moderasi beragama bukan alasan bagi seseorang untuk tidak menjalankan ajaran agamanya secara serius. Sebaliknya, moderasi dalam beragama berarti percaya dengan esensi ajaran agama yang dipeluknya.
“Moderasi dalam beragama berarti percaya dengan esensi ajaran agama yang dipeluknya yang mengajarkan prinsip adil dan berimbang, tetapi berbagi kebenaran sejauh menyangkut tafsir agama. Karakter ini meniscayakan adanya keterbukaan, penerimaan, dan kerjasama dari masing-masing kelompok yang berbeda,” lanjutnya.
Zainut mengajak semua pihak untuk terus menggaungkan moderasi beragama di dalam kehidupan sehari-hari karena ini sangatlah penting. “Urgensi dari penguatan moderasi beragama ini menegaskan realitas keragaman bahasa, budaya, dan agama yang telah menjadi identitas bangsa Indonesia,” kata Zainut
Lebih lanjut Zainut Tauhid Sa’adi menjelaskan ada tiga alasan pentingnya penguatan moderasi beragama. Pertama, menurut Zainut Indonesia adalah negara dengan keragaman etnis, suku, budaya, bahasa, dan agama yang nyaris tiada tandingannya di dunia. Selain enam agama yang paling banyak dipeluk oleh masyarakat, ada ratusan bahkan ribuan suku, bahasa dan aksara daerah, serta kepercayaan lokal di Indonesia.
Indonesia Butuh Moderasi Beragama
Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 mencatat, ada 1.331 suku dan sub suku di Indonesia. Ada 652 bahasa daerah, tidak termasuk dialek dan sub-dialeknya. Sebagian bahasa daerah, memiliki jenis aksaranya sendiri, seperti Jawa, Sunda, Pegon, Arab-Melayu, Bugis-Makassar, Lampung, dan lainnya.
Selain itu Agama dan kepercayaan masyarakat Indonesia juga beragam. Di dalam tiap agama pun terdapat keragaman penafsiran dan madzhab. Keragaman itu muncul seiring berkembangnya ajaran agama dalam waktu, zaman, dan konteks yang berbeda-beda.
Menurutnya, pengetahuan atas keragaman itulah yang memungkinkan seorang bisa mengambil jalan tengah atau moderat. Lebih lanjut dia menamahkan bahwa sikap ekstrem biasanya muncul manakala seorang tidak mengetahui adanya alternatif kebenaran tafsir lain yang bisa ia tempuh. “Dalam konteks inilah moderasi beragama menjadi sangat penting untuk dijadikan sebagai sebuah cara pandang atau perspektif dalam beragama,” imbuhnya
Selain itu kata Zainut alasan pentingnya penguatan moderasi beragama karena masih ada potensi konflik dan gesekan sosial, meski dalam skala kecil. Hal ini menurut Zainut harus tetap diwaspadai. Pasalnya perpecahan berpotensi terjadi karena konflik yang kemudian dikait-kaitkan dengan urusan agama, terutama yang disertai dengan aksi kekerasan. Hal seperti ini terjadi di berbagai belahan dunia, tidak saja di Indonesia. “Konteks ini yang menyebabkan pentingnya moderasi beragama, agar peradaban manusia tidak musnah akibat konflik berlatar agama,” ujar Wamenag.
Sedangkan alasan ketiga adalah moderasi beragama diperlukan sebagai strategi kebudayaan dalam merawat keindonesiaan. Menurut Zainut sebagai bangsa yang sangat heterogen, sejak awal para pendiri bangsa sudah berhasil mewariskan satu bentuk kesepakatan dalam berbangsa dan bernegara, yakni Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini telah nyata berhasil menyatukan semua kelompok agama, etnis, bahasa, dan budaya.
Menurut Zainut Indonesia disepakati bukan negara agama. Akan tetapi Indonesia juga tidak memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari warganya. Nilai-nilai agama dijaga, dipadukan dengan nilai-nilai kearifan dan adat-istiadat lokal. Selain itu beberapa hukum agama dilembagakan oleh negara serta ritual agama dan budaya berjalin berkelindan dengan rukun dan damai.
“Itulah sesungguhnya jati diri Indonesia, negeri yang sangat agamis, dengan karakternya yang santun, toleran, dan mampu berdialog dengan keragaman. Ekstremisme dan radikalisme niscaya akan merusak sendi-sendi keindonesiaan kita, jika dibiarkan tumbuh berkembang. Karenanya, moderasi beragama amat penting dijadikan cara pandang,” tandasnya.
Kementerian Agama sejak beberapa tahun sebelumnya sering menggaungkan moderasi beragama di dalam kehidupan sehari-hari. Moderasi agama bertujuan untuk membendung narasi yang dibawa oleh kelompok radikal dan teroris. Pada tahun 2019 lalu Kementerian Agama sudah menerbitkan buku soal moderasi beragama.
Pada tahun 2020 ini, Kemenag sedang menyusun peta jalan moderasi beragama. Saat ini peta jalan tersebut sedang disusun oleh Kelompok Kerja Moderasi beragama yang dipimpin oleh Staf Ahli Menteri Agama, Prof Oman Faturohman.
Kemenag juga baru-baru ini sedang menyusun menyusun petunjuk teknis Rumah Moderasi Beragama (RMB) pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). Saat ini, sudah berdiri 29 RMB di PTKI. Keberadaan RMB sangat penting untuk mendesimansikan gagasan dan paham keagamaan yang moderat di kalangan civitas akademika PTKI.