Pembunuhan sekeluarga di Sigi, Sulawesi Tengah memang kembali membangunkan kita terkait terorisme di Indonesia. Masa Pandemi yang belum usai justru tidak membuat para teroris ini istirahat. Mereka justru melakukan aksi yang dikhawatirkan mengusik perdamaian Poso pasca konflik.
Seorang pimpinan kelompok muslim Poso berhasil dihubungi oleh tim ruangobrol.id . Ia mengatakan bahwa ia sendiri masih mendalami apakah aksi di Sigi pada 27 November lalu memang dilakukan langsung oleh Ali Kalora selaku pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT) saat ini. “Yang jelas dan pasti bukan kelompoknya saya”, ujarnya berkelakar.
Menurut lelaki kelahiran Jawa tersebut, pembantaian ini merupakan strategi baru MIT karena jika aksi dilakukan kepada sesama muslim dan aparat, mereka mungkin tidak mendapat simpati. Lain halnya dengan menyerang non-muslim, mereka bisa mengorek masa lalu mengenai apa yang terjadi sejak 1998-2005 dimana dua umat beragama saling berkonflik. “Maka narasi atau logika awam yang tak paham, akan nyambung”, jelasnya.
Para mantan pelaku konflik Poso sendiri saat ini justru sibuk dengan kegiatan perdamaian. Beberapa pelaku terlibat dalam aktivitas kemanusiaan bersama Amanatul Ummah yang membangun Amanah Media Center, Dompet Peduli Amanatul Ummah, BMT dan pendidikan. Bantuan ini disebarkan ke beberapa lokasi tanpa memandang agama atau ras target. Adapun mantan pelaku lain yang aktif dalam membuat film, bisnis dan terlibat dalam kegiatan deradikalisasi.
“Kami sudah sibuk di bidang-bidan tersebut, jadi tidak sempat memikirkan aksi-aksi sebagaimana 15 tahun yang lalu. Maaf.” Katanya lagi menegaskan.
Pembantaian di Sigi
Satu keluarga tewas di tangan kelompok MIT pada Jumat pagi (27/11). Pelaku dipastikan merupakan kelompok Ali Kalora yang turun dari Gunung Biru tempat mereka bersembunyi. Melalui beberapa informasi yang tersebar di telegram maupun whatsapp, kelompok ini juga mengakui bahwa mereka melakukan aksi tersebut.
MIT menuduh korban sebagai tukang jerat babi di hutan Kabupaten Sigi, Desa Lembatangoa yang membantu operasi Tinombala dan melacak pergerakan MIT. MIT mengatakan korban dianggap ikut campur dalam operasi ini.
Selain itu, aksi MIT juga merupakan upaya balas dendam setelah dua orang anggota mereka tertembak oleh pasukan Tinombala pada 17 November 2020. Keduanya tewas di lokasi kejadian yang tak jauh dari perbatasan Sigi dan Poso, di lereng Gunung Biru. Saat ini, pasukan Tinombala masih memburu 11 anggota MIT termasuk pemimpin mereka Ali Kalora dan seorang mantan deportan, Jaka.