Mengutip dari laman jawapos.com Kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora diduga telah melakukan pembantaian terhadap sebuah keluarga di Pegunungan Kebun, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, pada Jumat (27/11) sekitar pukul 13.00 WITA. Empat orang dinyatakan tewas dalam peristiwa ini.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan, peristiwa ini pertama kali dilaporkan oleh Aco, warga Lembontongoa, Kabupaten Sigi. Aco mendapat informasi tersebut dari Ulin, salah satu anggota keluarga yang dibantai kelompok MIT.
“Beberapa OTK tersebut saat itu menyandera keluarganya dan terlihat telah melakukan pembunuhan terhadap Yase dan Pino,” kata Argo kepada wartawan, Sabtu (28/11).
Selain itu, kelompok MIT juga merusak beberapa bangunan. Seperti membakar rumah ibadah. “Salah satu rumah pelayanan atau rumah yang dijadikan sebagai tempat ibadah oleh warga telah dibakar oleh kelompok OTK,” jelas Argo.
Argo menyebut, Pegunungan Kebun merupakan perkampungan warga nasrani yang memiliki 40 KK. Perkampungan ini terbilang cukup terpencil. Bahkan tidak ada jaringan seluler di wilayah tersebut. Saat ini pengejaran kepada pelaku pembantaian tengah dilakukan.
Aksi Teror Terbesar Pasca Kematian Santoso
Pembantaian satu keluarga yang disertai pembakaran rumah warga ini adalah aksi teror terbesar yg dilakukan MIT pasca kematian Santoso. Sepanjang hari Sabtu kemarin kasus ini menjadi salah satu trending pemberitaan berbagai media TV dan media online.
Beberapa pihak meminta aparat segera menangkap para pelakunya karena dengan adanya kasus terbaru ini, MIT diangggap masih sangat membahayakan. Sebagian pihak yang lain ada yang mempertanyakan kinerja Satgas Tinombala yang sudah berkali-kali diperpanjang masa tugasnya tapi tak kunjung bisa menuntaskan persoalan MIT.
Wajar jika ada yang mempertanyakan kinerja Satgas Tinombala. Dengan pasukan sebanyak itu dan anggaran yang besar tapi masih belum bisa menuntaskan keberadaan MIT. Sehebat apa sih MIT itu? Kapan-kapan kita bahas soal kenapa MIT susah ditumpas dari perspektif saya sebagai mantan kurir pendanaan untuk MIT.
MIT Semakin Melemah dan Motif Penyerangan
Meskipun belum berhasil menuntaskan kelompok MIT yang bersembunyi di hutan, namun sejatinya kondisi MIT semakin melemah. Beberapa jalur pendanaan ke MIT telah berhasil diputus oleh Densus 88 dengan menangkapi para pelaku yang terkait jaringan pendanaan. Selain itu juga ada beberapa DPO MIT yang berhasil ditangkap hidup ataupun mati. Terakhir adalah beberapa pekan yang lalu, 2 orang anggota MIT ditembak mati di Parigi Moutong. Hal ini tentu saja semakin melemahkan kondisi mereka.
Lalu apa kira-kira motif di balik aksi mereka membantai satu keluarga dan membakar rumah warga di Sigi itu?
Menurut analisa saya sebagai mantan kurir pendanaan MIT, setidaknya ada tiga motif yang mendasari MIT melakukan tindakan tersebut.
1. Mencari logistik (bahan makanan), namun karena warga menolak memberi mereka membantai keluarga tersebut. Artinya aksi itu adalah spontanitas
2. MIT mungkin sudah bosan kucing-kucingan dengan aparat. Mau konfrontasi habis-habisan. Kemudian sengaja melakukan aksi itu untuk memancing konflik dengan pasukan satgas Tinombala. Terkait dengan motif ini, mereka mungkin sudah menyiapkan jebakan dan killing zone untuk menyambut pasukan pengejar.
3. Hanya untuk unjuk diri/eksistensi pada dunia dan para simpatisannya bahwa mereka masih ada dan mampu memberikan ancaman serius
Bagi para pendukung perjuangan ISIS, keberadaan MIT adalah simbol perlawanan kelompok mereka. Ketika tidak ada lagi anggota JAD yang berani melakukan aksi serangan perorangan, setidaknya masih ada MIT yang masih eksis dengan aksi-aksinya. Dari sini sebenarnya sudah bisa dibaca mengapa MIT itu masih bisa terus bertahan.
ilustrasi: pixabay.com