Bhinneka Tunggal Ika
Mantra kerukunan bangsa
Bersyukurlah kita
…
Saya kaget juga mendengar petikan lagu itu didendangkan Machmudi Hariono alias Yusuf, ketika kami sedang asyik mengobrol di pekan ketiga November ini.
Kekagetan saya kira-kira ada dua penyebabnya. Pertama, petikan lirik lagu itu saya tahu betul, judulnya Bhinneka Tunggal Ika, itu lagu Band Rumah Pancasila-grup musik asal Kota Semarang, di mana saya sendiri memang salah satu personilnya hehehe.
Kedua, itu ketika Yusuf saya pancing “Wah hafal juga lirik lagunya, kapan-kapan kita nyanyi bareng Pak?,” godaku.
“Siap, kan saya sering dengar lagunya. Boleh nanti kapan-kapan saya menyanyi (lagu itu), tapi tak hafalkan dulu liriknya,” timpal Yusuf.
Yusuf hari ini memimpin Yayasan Putra Persaudaraan Anak Negeri (Persadani), yayasan yang beranggotakan para mantan napi terorisme (napiter) khususnya di pantura Jawa Tengah. Yusuf juga sama seperti para anggotanya, pernah tersangkut kasus terorisme, tepatnya pada 2003 silam: Bom Sri Rejeki Semarang.
Soal lagu, saya kembali pastikan lagi ke Yusuf: “Emang beneran Pak, mau nyanyi?”
“Ya nggak papa to Mas,” timpalnya lagi.
Ah benar-benar saya tunggu saat itu: bisa nyanyi bareng.
Soal lagu, suatu waktu, tepatnya Kamis 13 Agustus 2010, ketika kami perjalanan dari Kota Semarang ke Kabupaten Pekalongan, ditambah 2 personil Densus 88, Yusuf memang sempat bercerita ke saya soal lagu. Ketika itu kami satu mobil, hendak menyambut bebasnya Gilang Nabaris di Bapas Pekalongan.
“Saya senang beberapa lagu. Di tahun 90’an kalau tahu, ada band Base Jam, itu lho Mas yang video klipnya di atas kontainer,” cerita Yusuf yang ketika itu duduk di sebelah saya.
“Oh, itu yang judulnya Jatuh Cinta, saya tahu Pak!,” saya menimpali.
“Iya betulll,” jawabnya.
“Kok suka lagu itu?,” saya penasaran.
“Karena video klipnya itu naik kontainer (naik truk). Itu kaya dulu waktu saya masih sekolah, mau ngapel ke kota lain, saya naik truk,” ungkapnya.
“Woalahh, mbonek juga to Pak?,” timpal saya. Istilah mbonek sendiri kerap dipakai orang-orang-terutama anak-anak muda- ketika melakukan perjalanan rombongan dari satu kota ke kota lain, teknisnya mencegat truk kosong ataupun trailer tak mengangkut kontainer, kemudian beramai-ramai menaikinya. Gratisan! Hahaha!
“Iya dong, gratis,” timpal Yusuf.
Saya jadi senyum-senyum sendiri. Sebab, saya juga pernah mengalaminya, waktu SMA bahkan sampai di semester-semester awal kuliah di Kota Semarang. Saya dari Kota Tegal bersama beberapa teman, mencegat truk, tujuannya Kota Semarang. Tumpangan gratis demi bisa menonton konser di Kota Semarang.
Pernah juga waktu liburan sekolah, karena tidak dikasih uang saku, saya bersama 5 kawan lain mbonek juga ke Kota Pekalongan untuk satu tujuan: ngamen!
Ternyata, kalau dipikir lagi, saya dan Yusuf mungkin juga pembaca dan beberapa teman lain, punya cerita masa lalu hampir sama? Cerita yang sama, ketertarikan yang sama? Tapi apa yang membuat jalan hidup yang (sempat) diambil berbeda?
sumber gambar:
YouTube Musica’s Studios