Perkara riba, agaknya sudah menjadi bahasan umum di kalangan masyarakat. Bahkan tidak sedikit pula tokoh-tokoh agamawan membahas perihal ini. Mulai dari status haram, hingga anjuran untuk meninggalkan pekerjaan yang mempraktekkan sistem riba. Tidak peduli setinggi apapun jabatannya, riba tetaplah haram. Maka ia harus tetap ditinggalkan agar rizki yang diperolehnya menjadi berkah dan halal.
Misalnya, cerita seorang pemilik perusahaan IT yang mengeluh lantaran salah satu karyawannya menolak untuk mengerjakan proyek dari sebuah bank konvensional. Alasannya karena takut riba. Lalu cerita seorang manajer di sebuah bank konvensional di Jakarta yang terpaksa harus resign setelah mendengar tausiyah seorang ustad yang menyebut bahwa gaji dari bank itu tidak halal, alias haram.
Jika umumnya orang berusaha menghindari riba dengan cara menjauhi atau tidak bekerja di sebuah perusahaan yang menerapkan sistem tersebut, maka hal ini berbeda jauh dengan kelompok JAD.
JAD atau Jama’ah Anshorud Daulah, merupakan kelompok pimpinan Zainal Anshori alias Abu Fahri yang terafiliasi pada organisasi ISIS di Suriah. Beberapa peristiwa teror yang terjadi di tanah air, kerapkali dikait-kaitkan dengan kelompok ini. Seperti serangan bom Thamrin, Jakarta, bom gereja di Surabaya, bom Polrestabes Surabaya, bom Mapolres Medan, hingga penyerangan anggota kepolisian.
Reputasi ini membuat kelompok JAD dianggap sebagai organisasi berbahaya. Dan pada 31 Juli 2018, kelompok ini akhirnya resmi dilarang oleh pemerintah melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan semua orang yang tergabung atau terdaftar dalam jaringan tersebut dapat dipidana berdasarkan UU Nomor 5 tahun 2018.
Pimpinan JAD sendiri, Zainal Anshori, kini sudah mendekam di Lapas Nusa Kambangan, Cilacap dan menerima ganjaran hukuman penjara 7 tahun.
Meski JAD sudah dibubarkan, serpihan kelompok ini rupanya diketahui masih aktif dan sering mengadakan berbagai kegiatan. Nah, perihal riba, kelompok ini punya strategi sendiri bagaimana cara memeranginya.
Sebut saja Abu Rizal. Dalam satu kesempatan, anggota JAD yang masih aktif hingga sekarang ini sempat bercerita kepada Tim Ruangobrol. “Jika ingin memerangi riba, ambil saja kredit mobil atau motor (leasing). Kasih uang DP (Down Payment), ambil kendaraan, setelah itu tidak perlu bayar lagi,”jelas Abu Rizal.
Mendengar penjelasan Abu Rizal ini, tentu sangat menarik. Pasalnya, selama ini kelompok tersebut begitu antusias untuk benar-benar menjauhi riba. Karenanya, banyak dari mereka yang kemudian memilih berdagang secara mandiri. Meski pun kadang hasilnya juga pas-pasan.
“Tapi, harus ada data palsu. KTP sama alamat harus palsu, semua dokumentasinya palsu. Jadi nanti ketika dicari orang dealer, tidak ketahuan dan gak bisa dilacak,” tambahnya.
Ketika dikonfirmasi kembali soal apakah dirinya pernah tertangkap atau ketahuan, siapa saja yang sudah pernah melakukan, dan ataukah ini merupakan intruksi dari kelompok? Abu Rizal menjelaskan bahwa sudah ada beberapa orang yang pernah melakukan dan selama ini belum ketahuan sama sekali.
Lebih lanjut, ia juga menjelaskan bahwa ide tersebut merupakan inisiatif para anggota. Bukan perintah kelompok secara umum.
Meski demikian, ide memerangi riba dengan cara mengambil kendaraan melalui leasing ini nyatanya juga banyak mengalami penolakan. Pasalnya, hal tersebut dianggap ghuluw atau berlebihan dalam agama. Bahkan hal tersebut tidak bisa dianggap sebagai cara memerangi riba, melainkan statusnya sebagai bentuk kriminalitas. Selain itu, juga berpotensi merusak kelompok dan berujung pada penangkapan seluruh anggota.