Kisah Dua Pelaku Bom Bali I yang terlibat Upaya Perdamaian

Tokoh

by Akhmad Kusairi

Tepat hari Senin 12 Oktober 2020 insiden serangan bom terbesar sepanjang sejarah terorisme di Indonesia terjadi. Itu artinya sudah 18 tahun pristiwa yang menyebabkan 202 jiwa melayang dan 209 orang luka-luka. Lokasi pengeboman di Paddy's Pub, Sari Club dan dekat Kantor Konsulat Amerika Serikat.

Korbannya pun tidak hanya berasal dari agama Kristen maupun Hindu seperti yang ditargetkan, tetapi juga ada juga yang berasal dari kalangan muslim. Para Pelaku kunci, Imam Samudra, Amrozi dan Mukhlas divonis hukuman mati. Trio bom bali tersebut saat ini sudah dieksekusi oleh Kejaksaan Agung pada 2008 lalu.

Terlepas dari pelaku yang sudah dieksekusi mati, beberapa pelaku lainnya justru menyesali perbuatannya. Bahkan mereka bekerjasama dengan Pemerintah dalam upaya memerangi radikalisme dan terorisme di Indonesia. Salah duanya adalah Adik dari Ali Gufron alias Mukhlas, yaitu Ali Imron dan Ali Fauzi Manzi.

Ali Fauzi Mendirikan Yayasan Lingkar Perdamaian
Pasca insiden Bom Bali pertama, desa Tenggulun Kecamatan Solokuro, Lamongan. Desa ini begitu sangat terkenal karena menjadi desa asal dari tiga pelaku Bom Bali pertama. Selain itu Desa Tenggulun juga pernah menjadi tempat penyimpanan sekitar 13 ton bahan peledak, yang digunakan kelompok Jemaah Islamiyah (JI) dalam berbagai serangan teror di Indonesia mulai tahun 2000-2009.

Karena itu untuk menghilangkan stigma negatif, Ustad Ali Fauzi mendirikan Yayasan bernama Lingkar Perdamaian yang bertujuan sebagai tempat transit bagi mantan napiter agar kembali ke masyarakat dan menjalani hidup normal. Yayasan Lingkar Pedamaian mendidik anak-anak, janda, serta para istri yang suaminya masih dipenjara karena kasus terorisme.

Yayasan Lingkar Perdamaian didirikan bersama dengan mantan teroris lainnya. Yayasan dibentuk untuk menjauhkan dari sifat-sifat destruktif, termasuk pengebomam. Ali Fauzi dalam diskusi yang dilaksana oleh Sekolah Kajian Stratejik Global menjelaskan bahwa meski ada COVID-19 pihaknya di Yayasan tetap aktif melakukan program pendampingan terhadap napiter maupun mantan napiter. Mereka pun memberikan bantuan sembako.

Ali Fauzi bercerita dalam upaya menangkal paham radikalisme menyebar, pihaknya di Yayasan menduplikasi program pendampingan yang biasa dilakukan oleh kelompok radikal. Tak jarang mereka membentuk komunitas baru bagi mantan Napiter. Pasalnya menurut Ali salah satu alasan Napiter menjadi residivis adalah kembali ke komunitas lamanya. Karena itu pihaknya di Yayasan membuat komunitas baru yang juga berasal dari para Mantan Napiter tapi sudah menyesali perbuatannya.

Kisah Ali Imron Terlibat dalam Kontra Narasi Terorisme

Ali Imron merupakan pembuat bom Bali pertama. Menurut pengakuannya di beberapa kesempatan, Ali Imron sempat menyampaikan keberatannya kepada kakaknya Mukhlas kenapa target serangan adalah warga sipil. Namun kakaknya tidak menggubris keberatannya tersebut.

Ali Imron tidak melakukan banding saat divonis penjara seumur hidup karena ia pikir itu akan menyakiti keluarga korban. Namun untuk menebus perbuatannya ia mengajukan pengampunan ke Presiden Megawati dan Presiden SBY. Hasilnya dua-duanya ditolak. Pada zaman Presiden Jokowi, Ali Imron kembali mengajukan grasi. Dia berharap pengajuannya itu dikabulkan.

Ali juga menegaskan bahwa pelaku Bom Bali itu adalah dirinya dan kawan-kawanya di Jamaah Islamiyah. Dia juga berpesan agar jangan mempercayai teori konspirasi yang menyebutkan bom tersebut buatan Amerika dan sekutunya.

Menurut Ali bom di Bali itu sangat gampang membuatnya. Pasalnya itu merupakan bom dengan daya ledak redah. Namun kenapa bisa menimbulkan kerusakan dan banyak korban jiwa? Hal itu karena jumlah bomnya sangat banyak. Menurut pengakuan Ali Imron, bom di Bali tersebut sekira satu ton. Bahkan katanya dirinya harus menambahkan penguat peer agar mobil L-300 yang disiapkan untuk bom bunuh diri bisa membawa bom seberat itu.

Keterampilan membuat bom tersebut didapatkan saat mengikuti pelatihan militer di Afghanistan selama hampir 8 tahun. Selain membuat bom, di Afganistan dirinya juga diajarkan menggunakan senjata dari yang ringan sampa senjata berat seperti tank. Karena itu dia berkali-kali meminta jangan meremehkan kemampuan alumni Afganistan.

Saat ini meski masih sedang menjalani hukuman seumur hidup di Penjara, Ali Imron kerap kali membantu upaya pemerintah dalam program deradikalisasi. Selain itu dia juga sering diundang menjadi penceramah dalam diskusi-diskusi yang bertemakan deradikalisasi dan terorisme. Ali Imron berharap agar tidak ada lagi aksi terorisme di Indonesia. Sehingga bisa hidup damai saling berdampingan.

Komentar

Tulis Komentar