Asa di tengah Pandemi, Mantan Napiter Kolaborasi dengan Warga Budidaya dan Olah Lele

News

by Eka Setiawan

Kehadiran masyarakat tak kalah penting di banding hadirnya negara, melalui alat-alatnya, institusinya, kepada para mantan narapidana terorisme (napiter). Masyarakat, lebih dekat lagi adalah tetangga, adalah orang yang setiap hari bersinggungan dengan mereka, para mantan napiter itu.

Memberi kesempatan, merangkulnya untuk berkegiatan positif memberikan dampak baik bagi mereka untuk tidak lagi mengulangi perbuatannya. Setidaknya itu tercermin di wilayah Kampung Sedayu Sumur Adem RT03/RW11, Kelurahan Bangetayu Kulon, Kecamatan Genuk, Kota Semarang.

Di sana, Sri Pujimulyo Siswanto alias Puji (47) yang merupakan mantan napiter bersama warga membuat kegiatan positif bernilai ekonomis khususnya pada masa pandemi Covid-19 ini. Bersama warga, Puji membentuk kelompok budidaya ikan (pokdakan) diberinama Karya Anak Negeri. Puji yang dua kali masuk penjara karena kejahatan terorisme, menjadi ketua pokdakan itu.

Ketua RT setempat, Hendi Kartika, total mendukung Puji. Siang dan malam, bersama warga, mereka kerja bakti di lahan kosong milik pengembang perumahan, dimanfaatkan untuk jadi kolam lele. Sekitarnya ditanam pula berbagai sayur mayur dan ke depan akan dimanfaatkan pula budidaya jamur hingga usaha londri bersama.

Kerja bakti bapak-bapak yang tergabung kelompok Pokdakan Karya Anak Negeri di Kampung Sedayu Sumur Adem Kelurahan Bangetayu Kulon Kecamatan Genuk Kota Semarang Minggu 27 September 2020 lalu. [/caption]

 

Pada Oktober ini, Pokdakan Karya Anak Negeri diresmikan. Ini setelah dibimbing oleh petugas Penyuluh Perikanan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pun termasuk dari Dinas Perikanan Kota Semarang.

Sebenarnya, sudah setahun ini budidaya lele dilakukan di sana, tetapi kurang maksimal. Sebab itulah, aparatur negara yang membidangi perikanan ini turun untuk membimbing supaya lebih profesional dalam budidaya.

“Dulu pernah panen lele, hasilnya dibagi-bagi ke warga. Sekarang mencoba budidaya lagi ditambah nanti mengolah dan pemasaran,” kata Hendi Kartika.

Soal adanya mantan napiter di wilayahnya, Hendi tak mempersoalkan. Justru itulah tantangannya. Sebagai “komandan” di lingkungannya, Hendi ingin semua warga berbaur untuk kegiatan positif. Hendi pula yang mengangkat Puji menjadi takmir musala setempat, keputusan yang sempat memicu kontroversi di antara warganya.

“Tapi berjalannya waktu, akhirnya membaur semua, walaupun masih ada warga yang belum bisa (menerima). Saya dengan Pak Puji hampir setiap hari berkomunikasi, bagaimana memajukan wilayah ini,” lanjut Hendi yang berprofesi sebagai pekerja seni ini.

Hendi seorang pemusik, personil grup orkes keroncong Gunung Jati, biasa “ngamen” di Stasiun Tawang Semarang. Selama pandemi Covid-19, otomatis “ngamennya” terhenti karena banyak faktor berkaitan dengan protokol kesehatan.

Puji sendiri mengaku proses untuk bisa membaur dengan warga tak semudah yang dibayangkan. Perlu waktu panjang. Apalagi 2 kali masuk penjara karena terorisme.

“Sempat ada omongan, takmir masjidnya (musala) mantan teroris, ketua RT nya pengamen mau jadi apa kampungnya? Tapi biarkan berjalan saja, kegiatan ini (budidaya lele) malah jadi tantangan bagi saya untuk membuktikan (sudah berubah),” kata Puji yang masuk penjara karena menyembunyikan gembong teroris Noordin M Top dan Abu Tholut di waktu yang berbeda ini.

Inspirasi Puji untuk membaur, terlebih untuk membuat usaha ini juga salah satunya dari program deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

“Ada diskusi, dialog dari kalangan profesional, cendekiawan, tokoh agama, pengusaha, ini membuka banyak wacana dan pengetahuan,” lanjut Puji yang juga menjabat Wakil Sekretaris Yayasan Putra Persaudaraan Anak Negeri (Persadani), sebuah yayasan yang mewadahi para mantan napiter khususnya di wilayah pantura Jawa Tengah.

Pelibatan Ibu-Ibu

Di sana, ternyata tak hanya bapak-bapak yang guyub. Ibu-ibunya juga. Mereka mendukung penuh kegiatan para suaminya budidaya lele. Para ibu itu membentuk pula kelompok pengolahan dan pemasaran (polasar).

Namanya Polasar Srikandi Tangguh, diketuai oleh Elyaningrum alias Ely yang tak lain adalah istri Sri Puji. Sementara istri Hendi, Sri Sukamti, jadi pengawasnya. Anggotanya ada 10 ibu-ibu.

Para ibu anggota Polasar Srikandi Tangguh mempraktikkan pembuatan bandeng presto dan pengolahan lele bumbu di Kampung Sedayu Sumur Adem Kota Semarang, Kamis 15 Oktober 2020.[/caption]

 

Pada Kamis 15 Oktober 2020 ini, Penyuluh Perikanan KKP melatih para ibu-ibu yang tergabung Polasar Srikandi Tangguh ini untuk mengolah lele dan membuat bandeng presto. Praktik langsung dilakukan.  Senin 12 Oktober 2020 lalu, para penyuluh ini sudah turun untuk memberikan edukasi teori.

“Bapak-bapak itu kan usaha budidaya lele, ibu-ibu nanti mengolah dan memasarkan dari hasil panennya. Dari Dinas Perikanan memberikan pelatihan,” kata Ely saat diwawancarai Senin lalu.

Soal pemasaran, Ely mengaku tentu juga masih membutuhkan pendampingan dan bimbingan.

“Nanti ada yang dijual online, atau dititipkan di toko-toko, toko oleh-oleh,” gambaran Ely soal pemasaran nanti.

Sri Sukamti sendiri berharap ke depan usaha ini bisa lancar. Dia dan anggota berkomitmen menyempatkan waktu untuk mengurus Polasar Srikandi Tangguh ini.

“Tentunya setelah mengurus rumah tangga, urus anak, urus suami, baru ke polasarnya. Semoga usaha lancar dan bisa tambah penghasilan ibu-ibu,” kata Sri Sukamti yang juga berprofesi sebagai pekerja seni ini.

Negara Hadir  

Apa yang dilakukan warga di Kampung Sedayu Sumur Adem ini mendapat dukungan penuh, selain dari instansi perikanan, juga dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kota Semarang. Ketuanya yakni Arnaz Agung Andrarasmara hari itu meninjau lokasi budidaya dan pengolahan, sekaligus menyerahkan bantuan sebuah tandon air dan mesin pompa air.
Ketua Baznas Kota Semarang Arnaz Agung Andrarasmara di Kampung Sedayu Sumur Adem[/caption]

 

“Konsepnya adalah program hulu ke hilir harus clear, harus selesai. Dari produksi sampai menjualnya seperti apa? Ini butuh proses, tidak bisa terburu-buru. Dengan kolaborasi ini saya yakin ini bisa berhasil, kami juga ada program zakat produktif untuk sejahterakan masyarakat. Ini perlu pendampingan karena mencetak pengusaha baru kan proses tidak bisa instan,” kata Arnaz yang juga menjabat Ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) Kota Semarang ini.

Kepala Dinas Perikanan Kota Semarang Nurkholis hari itu juga hadir di sana. Menyerahkan bantuan indukan lele. Dia mengapresiasi apa yang dilakukan warga di situ yakni budidaya ikan air tawar.
Ketua RT 3 RW 11 Kelurahan Bangetayu Kulon Kecamatan Genuk Kota Semarang Hendi Kartika (kiri kaus biru), Kepala Dinas Perikanan Kota Semarang Nur Kholis (bermasker hijau) dan Sri Pujimulyo Siswanto (paling kanan) melepaskan indukan lele, Kamis 15 Oktober 2020.[/caption]

“Konsumsi ikan per kapita di Kota Semarang, tahun 2018 dari data 2019 itu kan 38 (kg), sekarang sudah meningkat menjadi 40 kg per kapita, per kapita berarti per orang per tahun. Berarti kalau kita lihat secara matematis, kebutuhan meningkat, sedangkan produksinya baru sekitar 40 persen, berarti ini suatu peluang usaha,” kata Nurkholis.

Ke depan, mereka baik aparatur negara ini maupun warga sendiri berkomitmen untuk terus berkolaborasi mengembangkan budidaya lele sekaligus pengolahan hingga pemasarannya.

 

FOTO-FOTO RUANGOBROL.ID/EKA SETIAWAN

Komentar

Tulis Komentar