Film Mulan (2020) telah rilis di Disney Hotstar beberapa waktu lalu di Indonesia. Karena bukan di Bioskop, maka mereka yang tak berlangganan Disney harus mencari video bajakan atau hanya melihat trailer filmnya. Sedikit spoiler, Mulan di film ini lebih menunjukkan aksi beladiri seorang Mulan dan kecerdasannya. Mulan menggantikan ayahnya yang sakit untuk ikut pelatihan perang dan mengaku sebagai laki-laki.
Adapun film yang berbahasa jawa berjudul Tilik. Film ini diproduksi oleh Racavana Films pada tahun 2018 dan berhasil mengangkat sosok Bu Tedjo yang nyinyirnya bukan main. Film ini menceritakan tentang perjalanan para ibu-ibu menuju rumah sakit untuk menengok Bu Lurah. Sepanjang jalan, mereka ghibah tentang si Dian.
Kedua film ini sangat digandrungi namun banyak yang memilih untuk gagal menikmatinya. Baik film besutan holywood macem Mulan dianggap gagal mereproduksi film kartun Mulan. Begitupula dengan Tilik yang sangat relate dengan netizen justru dianggap diskriminatif.
Mulan (2020) dipandang sangat patriarkis dan gagal menggambarkan empowerment perempuan. Mulan digambarkan sebagai perempuan yang sangat mengakui kelaki-lakian tanpa membagakan keperempuanannya. Adegan bertarung sangatlah maskulin dan sangat banyak. Belum lagi adegan bagaimana Mulan diakui seperti laki-laki bukan sebagai Mulan. Selain itu, film Mulan yang sebenarnya berlatar di Tiongkok justru sangat tidak Tiongkok. Lagi-lagi, sutradara dianggap gagal menggambarkan latar cerita.
Adapun film Tilik dianggap ke-kota-kota-an. Tilik bahkan dilihat sebagai stigma sosial terhadap para ibu-ibu desa yang nyinyir dan kurang kerjaan. Padahal menurut para netizen, itu adalah perilaku emak-emak di tukang sayur di perkotaan. Ibu-ibu di pedesaan dianggap lebih produktif dari Bu Tedjo dan kawan-kawan. Stereotype perempuan tukang nyinyir juga dilekatkan kepada film Tilik sehingga ini menganggu perempuan yang pendiam (seperti saya).
Jika ingin gagal melihat sebuah film, gampang! Lihatlah selalu salahnya dan carilah kekurangannya. Percayalah bahwa sutradara itu bukan jelmaan dewa sehingga tak mungkin sempurna. Anggap saja semua film itu gagal, seperti nonton bola melihat Messi jatuh di depan gawang sambil bilang, “Messi bodoh banget!”.
Padahal Mulan mungkin saja merupakan seorang pemberani. Mulan adalah sosok anak perempuan yang percaya akan doa orang tuanya sehingga ia kembali dengan selamat. Kita juga bisa memandang Tilik dari sisi bagaimana literasi digital itu ternyata diperlukan banyak pihak terutama perempuan. Selain itu, jika kita terus-terusan diam akan fitnah, bukan tidak mungkin bahwa fitnah itu yang akan menguasai informasi.
Film sejatinya merupakan media hiburan yang mengandung pesan moral. Seperti informasi atau cerita lainnya, seringkali setiap orang akan beda dalam menangkap pesan moral tersebut. Hal itu bergantung pada bagaimana ia hidup, dibesarkan dan cara pandang ia selama ini. Selama tidak mengganggu dan tidak menjadi hal buruk, nampaknya perbedaan pesan moral bukanlah masalah. Tapi paling gampang, film ya dinikmati ajalah ~