Ketika banyak daerah yang kembali memperketat pembatasan sosial berskala besar (PSBB), ada sebuah kejadian yang membuat miris. Beberapa hari yang lalu sempat viral foto-foto konser dangdut di Kota Tegal yang diadakan oleh Wakil Ketua DPRD Tegal. Wartawan Kompas.com yang meliput acara itu menyebutkan bahwa masyarakat yang hadir tidak mengindahkan protokol kesehatan. Jangan ditanya soal cuci tangan dan menjaga jarak. Mereka malah tampak berimpit berdesakan dan berjoget serta banyak yang tanpa memakai masker.
Konser dangdut di tengah pandemi yang belakangan kembali mengganas jelas-jelas adalah hal yang dilarang. Apalah artinya hiburan sesaat jika bisa mengakibatkan membludaknya orang-orang yang terpapar Covid-19? Tapi ini benar-benar terjadi, bukan hoax. Dan justru diadakan oleh pejabat yang seharusnya memberikan contoh yang baik bagi rakyatnya.
Sebuah fakta yang membuat miris. Bagaimana tidak?
Di saat aparat keamanan dan dinas terkait rajin sosialisasi dan razia penerapan protokol kesehatan di tempat-tempat umum, eh ada pejabat yang menyelenggarakan konser dangdut. Di saat masyarakat banyak yang kena denda dan sanksi karena tidak menerapkan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19, eh malah ada pejabat yang dengan sengaja melanggar larangan mengumpulkan massa yang berpotensi sulit menaati protokol kesehatan. Di saat para tenaga medis sedang berjibaku menangani pasien Covid-19, eh ada yang menantang tersebarnya Covid-19 dengan mengadakan konser dangdut.
Masyarakat jika melanggar dengan tidak memakai masker misalnya, akan kena denda dan diberi sanksi tegas. Tapi menghadapi pejabat yang menyelenggarakan konser dangdut, aparat keamanan yang telah mencabut izin acara pun tak berani membubarkan paksa.
Mengutip dari Kompas.com, Kapolsek Tegal Selatan Kompol Joeharno menyatakan bahwa pihaknya hanya berani menegur, tidak berani membubarkan, alasannya: kekuatan Polsek kecil, dan tak elok jika sampai naik ke panggung dan membubarkan paksa.
Kenyataan ini tentu menyakiti masyarakat. Menodai rasa keadilan. Di tengah pandemi yang belum mereda, masyarakat membutuhkan contoh perilaku yang konsisten. Jika memang dilarang maka tak ada satupun yang mendapatkan pengecualian. Apalah arti sebuah peraturan jika dalam penerapannya ada yang mendapat pengecualian ? Tunjukkanlah bahwa semua pihak sungguh-sungguh ingin pandemi ini segera mereda.
Jika masyarakat yang melanggar, aparat dengan gagahnya memberikan sangsi dan menjatuhkan denda. Tapi menghadapi pejabat negara ? Apakah para pejabat di atasnya hanya akan mengeluarkan pernyataan : kami menyayangkan, kami prihatin, dst ? Ataukah sampai berani memberikan sangsi yang tegas semisal pencopotan dari jabatannya ? Mari kita lihat saja.
Belakangan sang Wakil Ketua DPRD Tegal itu telah diperiksa oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah, namun belum diketahui bagaimana kelanjutannya. (Lihat https://regional.kompas.com/read/2020/09/25/14132791/nekat-gelar-konser-dangdut-polisi-periksa-wakil-ketua-dprd-kota-tegal)
Perlu diingat bahwa sebentar lagi masyarakat akan menghadapi gelaran pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak. Pilkada selalu identik dengan kampanye dan mengumpulkan massa. Mari kita lihat bersama. Apakah semua pihak akan selalu menaati protokol kesehatan? Dan apakah sanksi tegas akan diterapakan tanpa pengecualian?
(sumber foto : KOMPAS.com / Tresno Setiadi)