15 Februari 2019 Pukul 05.15-07.15 WIB
Pagi itu tepatnya pukul 05.15 WIB saat Kota Surabaya masih berselimut kabut tipis, dua orang dengan pakaian santai keluar dari lobi Hotel Four Points Surabaya. Yang satu adalah pakar penanganan terorisme terkemuka di Indonesia dan satunya adalah seorang eks napiter yang baru bebas setahun lebih beberapa bulan.
Sang pakar itu adalah Noor Huda Ismail,Ph.D dan si eks napiter itu adalah saya. Kami sedang mengikuti kegiatan after course para peserta short course Australian Awards tahun 2019. Noor Huda Ismail hadir sebagai fasilitator sedangkan saya hadir sebagai tamu dalam sesi sharing dengan para peserta.
Tak lama kemudian sebuah mobil warna putih merapat menjemput kami. Itu adalah mobil taksi online yang sudah kami pesan sebelumnya. Mobil itu kemudian membawa kami ke sebuah rumah di daerah Surabaya Utara untuk menemui seorang mantan napiter senior paruh baya. Mantan napiter senior itu dulunya sangat dekat dengan saya, di mana saya menyebut beliau di dalam buku Internetistan dengan Sang Mentor.
Sang Mentor ini sangat istimewa. Beliau adalah veteran perang Afghanistan, pernah belajar di beberapa negara Timur Tengah (Syiria, Yordania, dan Saudi Arabia), pernah bertemu langsung dengan Syaikh Abdullah Azzam dan Usamah bin Ladin. Dan terakhir sempat hendak pergi ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS namun gagal karena dideportasi oleh imigrasi Turki.
Pagi itu dari pukul 05.30 WIB sampai 07.00 WIB, Noor Huda Ismail mewawancarai Sang Mentor. Bagaimana proses beliau bisa seperti itu. Dari proses tertarik, masuk, kemudian terlibat, dan akhirnya keluar dari jaringan kelompok terlarang. Saya yang bertindak sebagai asisten menyimak baik-baik cara Noor Huda Ismail mewawancarai. Bagi saya itu adalah pelajaran yang sangat berharga. Saya memang sudah terbiasa diwawancarai, tapi kalau mewawancarai saya belum punya pengalaman sama sekali.
Dalam perjalanan kembali ke hotel, Noor Huda Ismail berkata kepada saya, “Saya minta tolong antum tuliskan kisah beliau yang kita wawancarai barusan. Kisah beliau itu tadi bisa menjelaskan banyak teori tentang bagaimana proses seseorang menjadi teroris dan bagaimana ia keluar dari jaringan. Semakin detil cerita yang kita dapat akan semakin bagus. Semakin banyak cerita seperti itu yang kita dapat akan membuat kita kaya akan pengetahuan tentang proses. Dan dari banyaknya proses yang kita ketahui kita akan semakin paham bagaimana menemukan solusi dalam permasalahan penanganan terorisme ini”
“Antum punya passion dalam menulis dan senang silaturahmi. Itu adalah modal yang bagus untuk menjadi bagian dari upaya menemukan solusi penanganan persoalan terorisme yang lebih baik di masa depan. Kisah antum yang antum tuliskan di ruangobrol.id itu sudah membantu banyak orang untuk memahami sebuah proses sekaligus menjadi bukti tak terbantahkan yang bisa mengubah persepsi orang pada fenomena terorisme”.
Saya sangat antusias dan meresapi kata-kata itu. Benar juga. Jika semakin banyak kisah seperti yang terungkap dalam wawancara barusan yang disampaikan kepada khalayak, orang-orang akan semakin paham akan banyak hal terkait persoalan terorisme. Kisah yang bagi pelakunya bisa jadi hanya akan menjadi cerita masa lalunya, jika diolah dan dituliskan kemudian disampaikan dengan baik akan bisa memberikan manfaat bagi banyak orang.
Ini sebuah pencerahan yang luar biasa. Saya menjadi sangat bersemangat.
“Pagi ini antum akan bercerita tentang bagaimana antum masuk, kemudian terlibat, dan akhirnya keluar dari kelompok terlarang di hadapan para peserta acara yang saya menjadi fasilitatornya. Dan nanti antum akan jadi tahu betapa berartinya kisah antum,” tutup Noor Huda Ismail sambil melangkah keluar mobil untuk kembali ke kamar mempersiapkan diri.