Hingga Agustus, 154 Teroris Ditangkap Densus 88

News

by Akhmad Kusairi

Mantan Direktur Pencegahan BNPT Hamli mengatakan Pemerintah dalam upaya memberantas terorisme menggunakan dua pendekatan. Yaitu pendekatan pencegahan dan penegakan hukum. Menurut Hamli penegakan hukum kasus terorisme di Indonesia sudah sangat baik.

Namun menurutnya yang masih menjadi pekerjaan rumah adalah perlunya peningkatan koordinasi. Terutama Kementerian dan Lembaga negara terkait.

“Penegakan hukum di Indonesia sudah bagus tinggal koordinasi yang perlu ditingkatkan lagi,” kata Hamli dalam acara Webinar ‘Kelompok Abu Sayyaf dan Kebangkitan Islamic State Asia Tenggara serta Solusinya’ yang digelar Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR) bersama dengan Ruangobrol.id pada Kamis (3/9/2020)

Lebih lanjut Hamli menjelaskan pada tahun 2020 ini Polisi melalui Datasemen Anti Teror 88 sudah menangkap 154 orang tersangka kasus terorisme. Kendati demikian, Hamli mengakui jika masih terjadi serangan terorisme. Yaitu serangan Mapolsek Daha Kalimantan Selatan yang dillakukan JAD Kalsel. Serta serangan di Karanganyar Jawa Tengah. Sementara pada tahun 2019 lalu, Hamli menambahkan Densus 88 berhasil menangkap 320 orang tersangka kasus teroris.

“154 orang yang ditangkap, yang lolos Kalimantan Selatan dan karang anyar. Dari segi penegakan hukum baiklah. Karena hanya dua serangan. Pada 2019 berhasil menangkap 320 orang,” imbuhnya

Soal koordinasi Penegak Hukum di beberapa Negara terutama, Malaysia, Singapura dan Filiphina sebagaian sudah dilakukan. Menurut Hamli Koordinasi itu diperlukan Terutama untuk mencegah terjadinya penculikan di daerah yang diduga dilakukan oleh Kelompok Abu Sayyaf Grup yang berbasis di Kepulauan Mindanao.

Selain itu di dalam negeri sendiri, Kementerian dan Lembaga terkait seperti Kemenko Polhukam, Polri, BNPT, dan BIN juga selalu berkoordinasi soal isu-isu. Salah satu hasil koordinasi itu menurut Hamli adalah keputusan tidak memulangkan WNI yang sekarang berada di kamp pengungsian di Suriah.

“Sebagian sudah dilakukan soal ini, temen-temen, BIN, BAIS, Malaysia, Singapura, Filiphina. Koordinasi intelejen terkoordinasi. Bagaimana kebijakn pemerintah itu salng kordinasi. Itu bagaimana keputusan returnee dikeluarkan. Penegakan hukum sudah tinggal mengoptimalkan koordinasi dengan negara lain agar penculikan di daerah perbatasan tidak terjadi,” kata Hamli

Tantangan selanjutnya menurut Hamli adalah soal Pencegahan radikalisme dan terorisme. Menurut Hamli yang sedang dilakukan pemerintah saat ini adalah Kontra radikalisasi dan deradikalisasi. Lebih jauh Hamli menjelaskan pihaknya hingga sudah menangkap sekira 2100 orang tersangka teroris.

Sebagian besar menurut Hamli saat ini sudah keluar dari Penjara. Menurut Hamli secara umum ada dua kelompok terorisme di Indonesia. Yaitu Jamaah Islamiyah dan JAD yang berafilisasi dengan ISIS.

“Orang yang ditangkap 2100, sudah ada yang di luar. Ini kan dua kelompok, ISIS dan JI. Yang JI ini yang baik mungkin bisa rekrut semacam diskusi dengan teroris yang masih di dalam,” imbuhnya

Masih kata Hamli soal pencegahan ini BNPT sudah membentuk FKPT di setiap Provinsi di Indonesia. FKPT ini menurutnya bertujuan untuk melakukan kontra radikalisasi wacana dari kelompok radikal. Hasilnya menurut Hamli adalah indikator Website keislaman yang lima besarnya sudah diisi oleh Ormas moderat.

“Kembali kesiapsagaan nasional kepada masyarakat atau ke aparat pemerintah. Kontra radikalisasi kita punya FKPT sudah melakukan. Hasilnya indikator Ormas yang moderat sudah masuk 5 besar yang dulu dipegang kelompok keras,” tuturnya

Lebih lanjut Hamli berharap kepada Kelompok moderat yang menurut survey Alvara Institute berjumlah 90 persen itu menjaga keluarga dan komunitasnya dari paham radikal. “Kalau bisa orang moderat ini menjaga keluarga dan komunitas tetap seperti ini. Orang moderat itu 90 persen menurut Alvara,” pungkasnya

Hal senada disampaikan oleh Peneliti Senior Galatea Consulting Ulta Levenia Nababan. Menurut Ulta guna mencegah WNI bergabung dengan Kelompok Abu Sayyaf adalah dengan cara berkoordinasi dengan Pemerintah Malaysia, Singapura, dan Filiphina. Selain itu dia juga mewanti-wanti agar mencegah masuknya senjata yang berasal dari Filiphina dengan memperketat daerah perbatasan.

“Harus ada upaya mencegah masuknya senjata api ke Indonesia yang berasal dari Filiphina. Harus ada semacam satgas yang terdiri dari Bin, TNI Polisi, BNPT dan lain-lain. Karena gak bisa dibayangkan jika senjata-senjata bisa masuk ke Indonesia,” kata Ulta.

Komentar

Tulis Komentar