Wabah COVID-19 memukul ekonomi sebagian besar warga. Berdasarkan hasil survei dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dirilis pada Minggu (9/8) Mayoritas masyarakat merasa kondisi ekonomi mereka lebih buruk dibanding sebelum pandemi Covid-19. Sebanyak 69 persen responden menganggap kondisi ekonomi rumah tangganya lebih buruk.
Tidak banyak berubah dalam sebulan terakhir meskipun lebih baik dibanding pada akhir Mei 2020 (83 persen). Demikian juga dengan penilaian atas kondisi ekonomi nasional sekarang dibanding tahun lalu sebelum ada COVID-19.
“Yang menilai kondisi ekonomi nasional sekarang lebih buruk sebesar 87 persen. Penilaian negatif ini kembali memburuk dalam sebulan terakhir,” kata Manajer Program SMRC Saidiman Ahmad dalam rilis survei nasional bertajuk Ekonomi Covid-19 dan Persepsi Publik tentang Investasi, di Jakarta.
Lebih lanjut Saidiman menjelaskan 18 persen responden merasa tak ada perubahan terhadap kondisi ekonomi mereka. Sedangkan yang menganggap ekonomi mereka kini lebih baik hanya 12 persen. Selain itu menurut Saidiman mayoritas responden menilai bahwa kondisi ekonomi nasional sekarang lebih buruk dibanding tahun lalu sebelum ada COVID-19
“Yang menilai kondisi ekonomi nasional sekarang lebih buruk sebesar 87 persen. Penilaian negatif ini kembali memburuk dalam sebulan terakhir,” imbuh Saidiman
Kemudian menurut Saidiman untuk mendongkrak ekonomi nasional, salah satu strategi yang dilakukan pemerintah adalah menggenjot investasi terutama dari luar negeri. Namun menurut Saidiman Publik pada umumnya kurang positif dalam menilai investasi dari luar negeri. Sekitar 54 persen warga tidak setuju dengan pendapat bahwa semakin banyak pengusaha dari luar negeri membuka usaha di negara kita maka semakin baik untuk ekonomi Indonesia.
“Terlihat dari yang setuju hanya 37 persen. Sementara yang tidak menjawab ada 9 persen,” jelas Saidiman lagi.
Walapun sentimen terhadap investor dari luar negeri itu negatif tapi ada sedikit variasi dilihat dari tiga kasus asal negara investor yaitu Malaysia, RRC, dan Jepang. Hanya 30 persen dari warga yang setuju bahwa pengusaha dari RRC yang membuka usaha di Indonesia akan membuat ekonomi Indonesia semakin baik. Sementara yang setuju dengan pengusaha dari Malaysia 33 persen, dan lebih tinggi untuk pengusaha dari Jepang 41 persen.
“Walapun secara umum negatif, tapi sentimen terhadap investor dari Jepang lebih positif,” tambah Saidiman
Dalam hal keterkaitan RUU Cipta Kerja dan investasi, publik pada umumnya terbelah terhadap pendapat “bila RUU Cipta kerja disahkan maka semakin banyak pengusaha dari luar negeri membuka lapangan kerja di negara kita”. Yang setuju 42 persen yang tidak setuju persen. Tapi kurang meyakinkan mayoritas publik bahwa RUU itu akan makin menarik investor dari luar negeri.
“Bagi yang setuju umumnya (67 persen) menilai bahwa investasi dari luar negeri itu baik bagi ekonomi nasional,” imbuhnya
Secara lebih spesifik, publik umumnya juga kurang yakin dengan pendapat yang mengatakan bahwa “bila RUU Cipta kerja disahkan maka semakin banyak pengusaha dari RRC/Jepang/Malaysia membuka lapangan kerja di negara kita”. Yang setuju 34-41 persen, yang tidak setuju 40-49 persen. Bagi yang setuju, cenderung menilai bahwa hal itu positif bagi ekonomi negara kita.
Ada sekitar 32-36 persen warga setuju dengan pendapat bahwa bila RUU Cipta kerja disahkan maka semakin banyak pekerja dari RRC atau Jepang dan Malaysia bekerja di negara kita. Yang tidak setuju lebih banyak, 45-49 persen. Bagi yang setuju, cenderung menilai bahwa hal itu negatif bagi ekonomi negara kita. Penilaian pada pekerja dari RRC lebih negatif dibanding pekerja dari Jepang dan Malaysia.
Sementara itu, dalam hal isu persaingan tenaga kerja global, ada sekitar 32-36 persen warga setuju dengan pendapat bahwa “Bila RUU Cipta kerja disahkan maka semakin banyak pekerja dari RRC, Jepang, atau Malaysia bekerja di negara kita”. Yang tidak setuju lebih banyak, 45-49 persen. Bagi yang setuju, sebagian besar menilai bahwa masuknya tenaga kerja dari ketiga negara tersebut negatif bagi ekonomi Indonesia
Menurut Saidiman sikap warga atas investasi dari luar negeri nampak berkaitan dengan tingkat pendidikan dan penilaian atas kondisi ekonomi. Menurutnya semakin tinggi tingkat pendidikan warga semakin positif penilaiannya terhadap investasi dari luar negeri. Mereka yang berpendidikan dan berpendapatan tinggi, serta tinggal di perkotaan cenderung positif menilai kehadiran investasi asing. Sedangkan warga yang tinggal di pedesaan, dengan tingkat pendidikan SD-SMA, serta berpendapatan rendah cenderung tidak setuju.
Begitu pula sebaliknya, semakin buruk kondisi ekonomi rumah tangga warga semakin positif penilaiannya terhadap investasi dari luar negeri. “Warga yang lebih terpukul oleh COVID-19 berharap ada lapangan kerja termasuk yang dibuka oleh investor dari luar negeri,” imbuhnya
Karena itu Sadiman meminta temuan SMRC itu diperhatikan pemerintah yang menjadikan investasi asing sebagai salah satu strategi utama untuk menggenjot ekonomi nasional. Hal itu juga terlihat dalam RUU Cipta Kerja yang bertujuan untuk membuat iklim investasi asing di Indonesia menjadi lebih baik. Karena itu, kata Saidiman, pemerintah perlu memahami sikap masyarakat untuk membantu iklim yang kondusif bagi investasi di Indonesia.
“Temuan survey ini menunjukkan masih ada pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah untuk membangun sikap positif tersebut,” tambahnya.
Sekadar diketahui Survei dilakukan dengan latar belakang keadaan ekonomi rumah tangga dan nasional yang sangat berat akibat pandemi Covid-19. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2020 ini anjlok -5,32 persen dibanding kuartal II tahun lalu dan terendah dalam 20 tahun terakhir. Survei digelar pada 29 Juli-1 Agustus 2020 dengan metode wawancara melalui telepon terhadap 1.203 responden secara acak. Margin of error dari survei ini sebesar 2,9 persen.
Sementara metodologi survey ini adalah memilih sampel secara random dari populasi pemilih warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah. Seluruh responden dalam survei tersebut diwawancarai dengan tatap muka. Untuk mengetahui perkembangan isu-isu mutakhir, maka dilakukan survei telepon terhadap responden survei tersebut.