Ketika Para Mantan Napi Berkumpul: Curhat, Ajak Usaha hingga Tangis Air Mata

News

by Eka Setiawan

Ada berbagai kisah ketika para mantan narapidana (napi) berkumpul. Mereka berbagi cerita, semangat, bahkan tumpah tangisan air mata.

Itu yang terjadi di ruang bimbingan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Semarang, Rabu 12 Agustus 2020 lalu. Pagi itu, mulai pukul 09.00 WIB ada 18 mantan napi yang dikumpulkan di ruang bimbingan dalam rangka Bimbingan Kepribadian Klien Bapas Kelas I Semarang.

Mitra pembimbingnya dari Rumah Pancasila dan Klinik Hukum Semarang, lembaga sosial yang bergerak di bidang hukum dan kemanusiaan termasuk memberi bantuan hukum gratis, juga hadir Machmudi Hariono alias Yusuf Ketua Yayasan Putra Persaudaraan Anak Negeri (Persadani), sebuah yayasan yang menampung para mantan napi terorisme.

Ahmad Furqon, salah satu peserta kegiatan itu bercerita selepas menjalani hukuman akibat kasus pembunuhan yang dilakukannya, dia menjadi barista kopi. Belajar dari temannya, kemudian dengan modal Rp8juta dia membuat warung kopi sekaligus angkringan sendiri.

“Namanya Angkringan War Wer, di belakang PDAM Kendal. Sudah 5 bulan ini, modalnya dari tabungan dan pinjam teman, alhamdulillah sekarang sudah bisa sedikit-sedikit kembalikan pinjaman,” kata mantan penghuni Lapas Kendal ini berbagi cerita.

Dia mengatakan, akan tetap semangat berwiraswasta meskipun pernah tersandung kasus pidana. Bahkan, dia juga mengajak sesama klien Bapas yang ingin membuka warung angkringan sepertinya, bisa bermitra.

“Sekarang saya sudah punya dua warung angkringan,” lanjutnya.

Klien lainnya, Joko Budi Susilo mengatakan saat ini dia memulai usaha dari nol. Sebelum dipenjara karena kasus pajak dia seorang pekerja yang bisa mengurus bagian pembukuan.

“Alhamdulillah setelah bebas penjara, keluarga, saudara dan masyarakat masih bisa menerima saya kembali. Sekarang saya biasa bantu bersih-bersih rumah, jadi buruh bangunan,” ceritanya.

Yongky Gunawan, mantan sekuriti ini sempat menangis ketika berbagi cerita di ruangan itu. Dia masuk penjara karena kasus peredaran gelap narkotika. Namun, ketika di penjara ada hal yang membuatnya tersadar, ini sisi positif yang dia ambil.

“Saya jadi bisa mengaji saat dipenjara,” ungkapnya sambil menyeka air mata.

Sementara itu, Yusuf, yang hari itu jadi salah satu pemateri bercerita tentang kisahnya hingga akhirnya masuk penjara karena kasus terorisme. Dia bercerita, selama mendekam di penjara, termasuk sempat mencicipi jeruji Nusakambangan, dia berinteraksi dengan banyak narapidana.

“Ada napi korupsi, pidana umum, banyak lah, karena saat di penjara saya juga berdagang buku. Jadi banyak interaksinya. Sekarang, interaksi membuat kita punya masa depan, kita punya masa lalu yang sama,” katanya.

Dia juga bercerita tentang aktivitasnya hari ini, termasuk mendirikan Yayasan Persadani. Dia ingin, orang lain yang punya masa lalu sepertinya punya wadah untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat.

“Ada banyak kegiatan di Persadani, kegiatan sosial sampai berdagang. Bermanfaat itu bukan hanya untuk orang yang di luar (di luar penjara) saja, tapi kita yang pernah di dalam (penjara) juga bisa bermanfaat,” tandasnya.

 

FOTO RUANGOBROL.ID/EKA SETIAWAN

Machmudi Hariono alias Yusuf (berdiri paling kanan) berbagi cerita dengan klien Bapas Kelas I Semarang di ruang bimbingan setempat, Rabu 12 Agustus 2020.

Komentar

Tulis Komentar