Idul Adha di Penjara: Senangnya Makan Lauk Daging Sepanjang Hari

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Menurut pandangan umum masyarakat, penjara adalah tempat yang tidak menyenangkan dan bahkan cenderung menyeramkan. Tempatnya para kriminal atau penjahat. Orang yang keluar dari penjara pun cenderung mendapat stigma negatif di masyarakat. Tapi apakah penjara itu sepenuhnya menyeramkan? Atau adakah sisi lain yang bisa membanggakan dari sebuah penjara?

Sebagai orang yang pernah merasakan hidup di penjara selama beberapa tahun, saya bisa menyebutkan banyak hal tentang isi penjara. Meskipun isinya mayoritas penjahat atau pelaku kriminal, tetapi jangan lupa ada para sipir dan petugas lembaga pemasyarakatan (lapas) yang menjaga, mengayomi dan membina para narapidana. 

Di pundak merekalah tugas pembinaan para narapidana dibebankan sepenuhnya. Di mana semua masyarakat berharap ketika para narapidana itu keluar dari lapas, mereka telah berubah menjadi orang-orang baik. Dan tak jarang ketika ternyata si mantan narapidana itu balik jadi penjahat lagi, lapas ikut pula dianggap gagal dalam membinanya. Padahal sebenarnya tak jarang pula masyarakat ikut punya andil membuat mantan napi balik jadi jahat lagi ketika tak ada pilihan lain yang diberikan masyarakat kepada mereka untuk memulai hidup baru.

Pada tulisan ini izinkan saya untuk mengungkap salah satu sisi baik yang patut diungkap ke publik dari upaya petugas lapas dalam melayani para narapidana. Khususnya yang terkait dengan perayaan Idul Adha sesuai momen yang sedang terjadi saat ini.

Apakah para narapidana bisa ikut merasakan daging kurban? Jawabannya adalah iya. Selain yang diperoleh dari kunjungan keluarga, ada juga daging yang didapat dari hewan kurban yang diamanahkan masyarakat kepada pihak lapas untuk diolah dan dibagikan kepada narapidana di dalamnya.

Kok ada orang yang menyerahkan hewan kurban untuk dibagikan kepada para narapidana yang notabene adalah para pelaku kriminal? Ada. Dan akan selalu ada, in sya Allah. Dan itulah yang kadang membuat kami para narapidana terharu. Kami ini bagi kebanyakan orang adalah sampah. Tapi ternyata masih ada orang-orang yang peduli pada kami selain para petugas lapas yang tak bosan-bosannya membina dan mengayomi kami. Memberikan hewan kurban mereka ke lapas kami adalah bukti nyatanya.

Pada Idul Adha terakhir di lapas sebelum saya bebas adalah yang paling berkesan bagi saya dan mungkin bagi para narapidana yang lain di lapas itu. Pada saat itu pejabat yang bertanggungjawab dalam pengelolaan daging kurban mengeluarkan kebijakan yang patut kami banggakan.

Beliau mengeluarkan kebijakan: semua petugas lapas tidak boleh membawa pulang daging kurban dari lapas sampai semua warga binaan (narapidana) bisa makan daging minimal 3 kali berturut-turut. Para petugas lapas hanya boleh makan dan mengolah secukupnya di dalam lapas.

Menurut beliau para petugas dan pejabat lapas bisa mendapatkan daging kapan saja di luar sana, sementara para narapidana itu hanya setahun sekali memperoleh kesempatan seperti itu.

Akhirnya kami bisa makan lauk daging sepanjang hari itu sejak makan siang di hari pertama Idul Adha hingga makan siang di hari kedua Idul Adha. Sesuatu yang jarang terjadi. Kami bisa makan lauk daging dalam porsi yang cukup. Karena sebelum-sebelumnya biasanya para petugas lapas juga mendapat bagian untuk dibawa pulang, di mana sebenarnya itu juga sangat bisa kami maklumi. Tetapi kebijakan baru pada saat itu benar-benar membuat kami merasa diistimewakan.

Narapidana juga manusia yang jika diperlakukan sangat manusiawi akan tersentuh jiwanya. Dan bisa jadi itulah awal titik balik dia berubah menjadi insan yang lebih berguna di masa depan.

*****

Tulisan ini saya dedikasikan untuk para petugas dan pejabat lapas yang telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Salam hormat selalu dari mantan narapidana yang kini menjadi kontributor di ruangobrol.id.

 

FOTO DOK. LAPAS KELAS I SEMARANG

Kepala Lapas Kelas I Semarang alias Lapas Kedungpane Dadi Mulyadi ketika kegiatan perayaan Idul Adha di lapas setempat, Jumat 31 Juli 2020.

Komentar

Tulis Komentar