“Saya dibesarkan dari keluarga yang Sukarnois, dulu saya suka kebut-kebutan sepeda motor. Di lingkungan warga, saya ini dikenal orang yang gaul, gotong royong, ramah, baik, mudah dikenal, sopan, suka tegur sapa, kegiatan di masjid ikut, makanya waktu saya ditangkap masyarakat kaget!,”
Kalimat itu diucapkan Sri Puji Mulyo Siswanto, mantan narapidana terorisme (napiter) ketika berbagi cerita di depan perangkat desa, RW dan RT di Desa Payung, Kecamatan Weleri, Kabupaten Kendal, Kamis 23 Juli 2020 siang. Istri-istri para perangkat desa itu juga hadir.
Belasan orang yang ikut kegiatan itu tampak melongo mendengar cerita Sri Puji. Ada yang spontan merespons dengan raut wajah kaget, ada yang takzim menyimak.
Sri Puji ini tinggal di Kampung Sedayu Sumur Adem RT03/RW11, Kelurahan Bangetayu Kulon, Kecamatan Genuk, Kota Semarang. Puji melontarkan kalimat itu pada sesi tanya jawab.
Ketika itu, salah satu perangkat RW bercerita kalau seorang warga di lingkungannya yang saat ini ditahan karena kasus terorisme adalah sosok yang pendiam, tidak mudah bergaul, tidak suka humor. Pokoknya jauh dari bermasyarakat. Warga setempat yang masih ditahan itu bernama Purnawan Adi Sasongko, ditangkap tahun 2013 silam, kini mendekam di Lapas Porong Sidoarjo Jawa Timur.
“Setelah saya bebas, ketua RT yang pekerjaannya pemusik ikut grup musik Gunung Jati, malah datangi saya, itu satu hari setelah pelantikannya (jadi ketua RT), minta saya jadi ketua pembangunan musala di lingkungan. Saya tidak menyangka itu. Awalnya saya menolak karena pertimbangan masih ada warga yang benci dengan saya tepatnya benci karena kasusnya (terorisme), sekarang akhirnya komunikasi tiap hari, ada kemanfaatan antara musala dan RT,” lanjut Sri Puji.
Dia berpesan, komunikasi yang baik, perlakuan nondiskriminatif kepada orang-orang seperti dirinya terutama ketika baru bebas penjara, akan membawa manfaat besar. Membawa titik balik untuk kebaikan, tidak terjerumus ke “habitatnya” dulu di kelompok teroris. (baca juga: https://ruangobrol.id/2020/06/03/fenomena/ketua-rt-pengamen-takmir-masjid-mantan-teroris-mau-jadi-apa-kampungnya/ )
Kini Sri Puji, selain aktif sebagai takmir di musala setempat, juga aktif dengan warga untuk kegiatan-kegiatan produktif. Di antaranya; beternak lele dengan warga hingga menghidupkan Lumbung Peduli RT, terutama saat pandemi Covid-19 ini, mengumpulkan sembako untuk dibagikan ke yang lebih membutuhkan.
“Sekarang hampir tiap hari saya ini sama Pak RT, siang, malam. Diskusi bagaimana membangun wilayah RT ini,” cerita Sri Puji.
Atas pernyataan salah satu warga Desa Payung Kendal soal perilaku teroris yang tertutup, sebenarnya tak hanya Sri Puji yang merespons.
Satu lagi yang lebih dulu merespons pernyataan warga itu, adalah Machmudi Hariono alias Yusuf, yang kini tinggal di Kampung Jatiasri RT4/RW13, Kelurahan Gisikdrono, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang. Yusuf ditangkap tahun 2003 silam di Kota Semarang, vonis 10 tahun penjara.
“Dulu (sebelum ditangkap) saya jarang interaksi dengan warga, dengan keluarga juga tertutup, saya ini 2,5 tahun menghilang nggak ada kabar saya ke Filipina ikut pelatihan militer (kelompok MILF), izinnya ke orangtua hanya mau pergi ke luar Jawa, selama 2,5 tahun itu juga nggak ada komunikasi sama sekali,” kata Yusuf ketika itu menimpali.
Dia bercerita, apa yang dirasakan warga terhadap Purnawan Adi Sasongko alias Iwan itu mirip betul dengan kondisinya saat itu di Jombang, Jawa Timur, tempat tinggalnya ketika itu.
“Tapi setelah bebas penjara, saya mulai mikir, ini KTP bagaimana, mau pindah domisili, dokumen lain bagaimana, saat itu juga saya mau menikah. Akhirnya mau nggak mau srawung sama RT, alhamdulillah diterima dengan baik. Sekarang akhirnya saya sering kegiatan dengan warga, guyonan dengan warga, hubungan yang hangat,” lanjut Yusuf yang juga Ketua Yayasan Putra Persaudaraan Anak Negeri (Persadani), yayasan yang mewadahi mantan-mantan napiter di Jawa Tengah.
Sama seperti kisah Sri Puji, Yusuf juga mengatakan penerimaan lingkungan tak terkecuali dari perangkat RT, RW terhadap orang sepertinya setelah bebas penjara, akan memberi manfaat yang baik. (baca juga: https://ruangobrol.id/2020/05/19/fenomena/kisah-mulyono-ketua-rt-di-semarang-terima-mantan-napiter-jadi-warganya/)
Hari itu, bertempat di Balai Desa Payung Kabupaten Kendal, diskusi tampak hidup. Lebih dari 2 jam lamanya, antara perangkat desa dan dua orang mantan napiter itu tanya jawab. Berbagai pengalaman agar tidak terulang lagi kasus serupa. Kegiatan itu merupakan inisiasi dari Kreasi Prasasti Perdamaian, bersinergi dengan Idensos Satgas Jawa Tengah, termasuk Yayasan Persadani, lembaga sosial Rumah Pancasila dan Klinik Hukum Semarang juga ikut andil di sana.
FOTO RUANGOBROL.ID/EKA SETIAWAN
Sri Puji Mulyo Siswanto (paling kanan) dan Machmudi Hariono (paling kiri) bercerita tentang kisahnya terjerumus kelompok teroris di hadapan perangkat Desa Payung Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal, Kamis 23 Juli 2020.
Teroris Tak Selalu Tertutup Ada Pula yang Gaul dan Suka Gotong Royong
Analisaby Eka Setiawan 25 Juli 2020 11:56 WIB
Komentar