Muhammad Jihad Ihsan alias Abdullah Jhons alias Ihsan Abdullah (22) seorang pemuda yang tinggal di daerah Ngruki Sukoharjo meninggal dunia karena ditembak oleh polisi yang hendak menangkapnya terkait kasus penyerangan Wakapolres Karanganyar beberapa waktu yang lalu. Ia terpaksa ditembak karena menurut polisi melawan dengan senjata tajam ketika hendak ditangkap.
Mengutip dari laman ruangobrol.id (https://ruangobrol.id/2020/07/15/fenomena/kemis-ayah-terduga-teroris-mji-kami-ikhlas-menerima-ini/), Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono melalui keterangan tertulis Divisi Humas Polri yang diterima ruangobrol.id, Minggu 12 Juli 2020, menyebutkan MJI ini ditangkap karena diduga terkait dengan insiden penyerangan Wakapolres Karanganyar Kompol Busroni oleh Karyono Widodo, mantan napi terorisme. Insiden itu terjadi Minggu 21 Juni 2020 sekira pukul 10.20 WIB di Pos Pendaikan Gunung Lawu, Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar. Karyono sendiri tewas pada insiden itu.
“Pada saat dilakukan penangkapan, tersangka MJI alias Abdullah Jhons melakukan perlawanan dengan menyerang petugas menggunakan senjata tajam sehingga dilakukan tindakan tegas terukur,” tegas Argo.
Argo membeberkan, pasca peristiwa penyerangan terhadap Kompol Busroni itu pihak Densus 88 melakukan serangkaian penyelidikan. Ada 4 orang tersangka lain yang ditangkap, termasuk MJI.
Tiga tersangka lain kini ditahan untuk dilakukan proses lebih lanjut. Masing-masing; IS (47), ditangkap Rabu 24 Juni 2020 sekira pukul 08.00 di tempat tinggalnya di Kota Semarang. Kemudian tersangka W alias Hamzah alias Johan (23) warga Kelurahan Giriroto Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali Jawa Tengah. Tersangka ketiga adalah Y alias Yantuk alias Abu Hamizan (38) warga Kelurahan Sobokerto Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali.
Masing-masing punya peran sendiri atas kejahatan terorisme ini. IS diduga kuat pengendali dari serangan ini, dengan Karyono Widodo sebagai eksekutor dan MJI juga siap jadi eksekutor penyerangan. Peran Y alias dan W diduga mengetahui dan memfasilitasi kejahatan terorisme ini.
Mereka merencanakan aksi terorisme dengan menyerang petugas keamanan yang lengah atau sendirian. Rencana itu dibahas dalam pertemuan yang dilakukan di rumah Y pada 7 Juni 2020 di Dukuh Kedung Gobyak Boyolali.
“Kelompok ini pendukung ISIS. Mereka telah mencoba mempelajari cara pembuatan bahan peledak dan penggunaan senjata api,” tambah Argo.
Dari rilis dan keterangan pers di atas dapat disimpulkan bahwa ditangkapnya Ihsan Abdullah yang berujung pada penembakan dan meninggalnya MJI karena terlibat dalam sebuah plot perencanaan aksi teror berupa penyerangan terhadap aparat kepolisian yang lengah.
Dalam UU terorisme, terlibat dalam sebuah perencanaan meskipun belum terlaksana itu sudah dapat dikenakan delik pidana terorisme. Bahkan dalam UU Terorisme terbaru tahun 2018 ada sebuah pasal (pasal 13A) yang memungkinkan untuk menjerat orang dengan sengaja menyebarkan ucapan, sikap atau perilaku, tulisan, atau tampilan dengan tujuan untuk menghasut orang atau kelompok orang untuk melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, dapat dipidana dengan pidana paling lama 5 tahun.
Bayangkan, hanya menyebarkan konten yang isinya menghasut orang untuk melakukan kekerasan bisa dipidana dengan UU Terorisme. Hebat kan UU Terorisme?
Sementara di sisi yang lain, ada seorang buronan kasus korupsi yang menjadi buron sejak lama yang bisa mengurus KTP, mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas perkaranya, dan jalan-jalan Jakarta-Kalimantan menggunakan surat jalan yang dikeluarkan oleh salah satu pejabat tinggi Mabes Polri.
Djoko Tjandra itulah namanya. Ia telah berhasil membuat heboh seantero negeri. Kini kepolisian, Kejaksaan Agung, dan Kemenkumham sedang disibukkan dengan penyelidikan bagaimana bisa seorang buronan bisa hilang dari red notice Interpol, lolos masuk ke Indonesia melalui imigrasi bandara, bisa mengurus KTP, dan mengajukan PK ke Mahkamah Agung.
Coba dalam UU Tipikor ada pasal perencanaan yang memungkinkan menangkap orang sebelum korupsi lebih besar terjadi. Atau pasal penyembunyian informasi yang memungkinkan menangkap dan mempidanakan semua orang yang mengetahui terjadinya proses korupsi. Mungkin koruptor akan berpikir panjang untuk mau korupsi. Karena korupsi adalah tindak pidana yang tidak mungkin dilakukan sendirian. Pasti ada orang-orang di bawahnya atau di atasnya yang mengetahui prosesnya.
Salam pemberantasan korupsi dari mantan terpidana terorisme!