“Terkadang, sebuah keputusan kecil, yang tampaknya tidak berarti dapat mengubah segalanya.”
Kutipan di atas dikenal sebagai efek kupu-kupu atau butterfly effect, sebuah teori kekacauan yang sangat berhubungan dengan “kondisi awal” di mana perubahan kecil pada satu tempat dalam suatu sistem non-linier dapat mengakibatkan perubahan besar dalam keadaan setelahnya di tempat lain.
Pada kenyataannya, beberapa momen besar di dunia terjadi karena efek kupu-kupu. Salah satunya adalah perang Irak yang dimulai pada tahun 2003, di mana kita tahu perang Irak pula yang melahirkan kelompok ISIS yang begitu merajalela pada hari ini.
Ketika Saddam Hussein berdiri di tiang gantungan, menunggu untuk dieksekusi, dia mungkin tidak menyadari kalau peristiwa “kecil” yang membawanya ke sana disebabkan oleh seorang bocah Kuba yang pergi ke Amerika. Karena, secara aneh dan tidak langsung, seorang bocah bernama Elian Gonzalez telah menyebabkan Perang Irak.
Mungkin Elian Gonzalez bukanlah orang yang memberi tahu George Bush bahwa Irak memiliki senjata pemusnah massal, tetapi dia adalah orang yang membuat Bush menang dalam pemilu sebelumnya.
Bush menjadi Presiden Amerika setelah melewati salah satu pemilu terketat dalam sejarah negeri Paman Sam tersebut. Dilansir dari laman The Atlantic, Bush berhasil menang di Florida dengan selisih hanya 537 suara, sehingga berhasil memenangkan pemilihan umum pada tahun 2000.
Bush menang karena kemarahan Komunitas Kuba-Amerika di Florida pada Partai Demokrat yang menahan Elian Gonzalez. Hal ini membuat sekitar 50.000 warga Kuba-Amerika di Florida memberikan “el voto castigo” (suara hukuman) dan memilih Partai Republik yang mengusung Bush sebagai calon presiden.
Jika saja Elian Gonzalez tidak naik kapal dan pergi ke Amerika, Al Gore dari Partai Demokrat mungkin akan menjadi Presiden. Perang Irak sangat mungkin tidak akan terjadi, dan seluruh dunia, khususnya Timur Tengah, akan menjadi tempat yang berbeda saat ini.
Perang Irak membuat Al Qaeda mengirimkan Abu Mus’ab Az Zarqawi untuk memimpin gerakan perlawanan terhadap pendudukan Amerika. Gerakan perlawanan itu pada tahun 2007 berhasil mendeklarasikan Daulah Islamiyah Irak atau Islamic State Irak (ISI) di atas secuil wilayah Irak yang berhasil mereka kontrol.
ISI inilah yang pada tahun 2012 mengirimkan para petempurnya masuk ke dalam konflik yang pecah di Suriah untuk melawan tentara Basyar As’ad. Konflik itu telah menarik perhatian para jihadis dari berbagai penjuru dunia untuk datang ke Suriah ikut bertempur. Merasa pasukannya semakin banyak dan semakin kuat, ditambah lagi dengan semakin luasnya wilayah yang berhasil dikontrol, di awal 2014 dideklarasikanlah Islamic State Irak and Syiria (ISIS).
ISIS kemudian semakin berkembang pesat sehingga pada pertengahan 2014 berani mendeklarasikan ‘khilafah’ versi mereka. Hal ini menjadi tonggak perubahan strategi gerakan mereka. Atas nama ‘khilafah’ mereka menyeru semua pendukungnya yang mampu untuk berhijrah ke wilayah yang mereka kuasai atau melakukan aksi perlawanan kepada musuh-musuh di sekitarnya sebagi bukti mendukung ‘khilafah’ versi mereka.
Dan hari ini ulah para pendukungnya itu masih sering kita saksikan terjadi di berbagai penjuru dunia. Namun siapa sangka, ternyata seorang bocah dari Kuba secara tidak langsung menjadi sebab awal semua itu.
(Diolah dari berbagai sumber)
ilustrasi: pixabay.com