Kalah di Suriah, Konten Propaganda ISIS di Medsos Menurun Drastis

Analisa

by Akhmad Kusairi

Peneliti Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) Navhat Nuraniyah menilai propaganda online yang dilancarkan oleh kelompok ekstremis jauh berkurang saat ini. Hal itu disebabkan oleh kekalahan ISIS di Suriah dan Irak. Sehingga dia berkesimpulan kalahnya ISIS di dunia nyata ikut berdampak juga terhadap kekuatan mereka di media sosial. Menurut Navhat, berkurangnya konten propaganda itu sudah terjadi paa tahun 2017 lalu saat pasukan Koalisi gencar menyerang mereka.

"Saat ini propaganda mereka relatif menurun. Online extremism yang marak itu dari ISIS. Dan ISIS sangat berubah jauh waktu awal kemunculan ISIS 2014, yang waktu deklarasi khilafah. Ternyata kekalahan ISIS sangat berimbas tehada output media mereka," kata Navhat Nuraniyah dalam diskusi onine yang digelar oleh Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR) belum lama ini

Lebih jauh dia menjelaskan bahwa pascadeklarasi itu, konten di media milik ISIS atau yang terafiliasi dengan ISIS bisa mengeluarkan konten ribuan dalam waktu singkat. Sedangkan sekarang sangat terbatas jumlahnya. Jadi menurutnya kekuatan ISIS secara fisik sangat berimbas kepada kekuatan mereka secara online.

"Jadi kekuatan secara fisik sangat berimbas kepada kekuatan secara online. Jadi jangan dikira sebenarnya ideologi ekstremisme itu seperti pandemi," imbuh Navhat lagi

Mantan Peneliti Centre of Excellence for National Security (CENS) Singapura itu menilai propaganda yang dilancarkan ISIS tidak hanya untuk tujuan rekrutmen pengikut baru. Bahkan menurutnya kebanyakan propaganda yang dibuat ISIS untuk memperkuat ideologi dari pengikutnya yang sudah simpati. Namun dia mengakui jika propaganda yang dibuat pada 2014 tidak hanya militer. Hal itu lah yang menyebabkan ISIS sangat terkenal dan bahkan mengalahkan Al Qaidah.

"Propganda ISIS kebanyakan memperkuat yang simpati. Di ISIS itu kayak gitu. Cuma pada awalnya, pada 2014 enggak cuma militerisme, ini yang menyebabkan ISIS sangat terkenal bahkan mengalahkan reputasii Al Qaidah."

Propaganda ISIS secara konten menurut Navhat bervariasi. Ada namanya state building, ada utopia bahwa khilafah yang dididikan oleh ISIS seperti yang diramalkan oleh hadis Nabi. Ada juga proganda lifestyle sehari-hari. Digambarkan di situ kehidupan yang serbaideal, seperti listrik gratis, pendidikan gratis, serta kesehetan gratis. Ada juga propaganda yang berisi soal kemenangan ISIS melawan pasukan koalisi, ada harta rampasan perang. Biasanya proganda militerisme itu menarik para lelaki muda. Kunci kehebatan ISIS di media itu memang mereka menguasai beberapa wilayah atau tamkin yang diimpinkan semua kelompok ekstremis.

"Propadagandanya tidak hanya militerisme tapi juga lifestyle. Bagaimana bisa membesarkan anak di negara yang sempurna. Jadi ia juga otomatis, secara demografi, yang ditarik itu tidak hanya laki-laki tapi juga perempuan. Bahkan Bahrusmsyah pernah bilang, hukum hijrah sudah wajib bagi wanita hamil yang tidak perlu izin suami. Itu yang membedakan ISIS dibanding kelompok lain. Padahal di sana itu tidak seperti. Banyak dokter-dokter, karena sudah kalah, banyak diwawancarai mereka terpaksa tinggal di situ, mereka tidak bisa keluar," imbuhnya

Berkurangnya konten ektremisme itu diamini oleh Direktur NU Online Savic Ali. Hal itu menurutnya karena kekuatan ISIS yang jauh berkurang. Misalnya Radio miliki ISIS Al Bayan harus berjuang mati-matian selalu berganti domain karena diblokir. Namun Savic yakin jika ISIS akan tetap akan menggunakan menggunakan media internet. Apalagi saat ini mereka tidak punya wilayah yang dikuasai. Menurutnya ISIS butuh teknologi agar tetap terhubung satu sama lain.

"Violent extremism makin jauh berkurang dibanding dulu. Karena kekuatan ISIS yang berkurang. Saya punya dugaan jaringan ISIS yang tercerai-berai tetap online, apalagi sekarang enggak punya wilayah, mereka butuh teknologi untuk bisa terhubung satu sama lain," kata Savic.

Selain itu, lanjut Savic, faktor berkurangnya konten ekstremisme karena ketatnya platform media sosial dalam menerapkan aturan komunitasnya. Baik itu Youtube, Google, facebook maupun Twitter. Bahkan juga WhatsApp. Faktornya lainnya adalah makin aktifnya masyarakat dalam melawan konten propadaga kelompok ektremis.

"Kalau dulu yang ngelawan paling ya kita-kita saja. Tapi kalau sekarang sudah banyak yang terlibat dalam mengkonter propaganda mereka," katanya.

Sementara Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian Noor Huda Ismail lebih banyak berbicara apa yang sudah dilakukannya selama ini. Misalnya yang terbaru dia membuat media online bernama Ruangobrol. Media itu menurutnya bertujuan sebagai alat kampanye dalam memerangi narasi yang diproduksi oleh kelompok ekstremisme.

"Kita menggandeng credible voices. Orang-orang yang memang pernah mengalami terlibat dalam kasus. Kita gunakan mereka untuk advokasi," kata Alumnus Pesantren Ngruki Solo tersebut.

Komentar

Tulis Komentar