Yudi Zulfahri, Murid Aman Abdurahman Bikin LSM Perdamaian

News

by Akhmad Kusairi

Perjalanan hidup seorang manusia tidak ada yang pasti. Sudah hidup mapan sebagai PNS di Pemerintah Kota Banda Aceh, Yudi Zulfahri malah meninggalkan profesi yang sebagian besar masyarakat Indonesia impikan itu. Tidak lain karena ia terpengaruh ideologi yang diajarkan oleh Ustadz Halawi Makmun dan Ustadz Oman Rahman alias Aman Abdurahman, terpidana mati beberapa kasus terorisme di Indonesia. Menurut Ustadz Aman dan Ustadz Halawi, profesi PNS adalah kafir. Karena dianggap bertawali dengan pemerintah Indonesia yang menerapkan sistem pemerintahan kafir.

Perkenalan pria kelahiran Banda Aceh 13 Juli tahun 1983 itu dengan ke kelompok radikal terjadi pada tahun terakhir kuliahnya di STPDN, tahun 2006. Saat itu, dia sedang memiliki ghirah yang tinggi dalam mempelajari ilmu agama. Saking semangatnya ia hampir bergabung dengan kelompok NII. Namun hal itu batal setelah berkonsultasi dengan seorang ustadz di Jatinanggor Jawa Barat.

Sayangnya, batalnya bergabung dengan kelompok NII tidak dibarengi dengan meredupnya semangat belajar agama ala NII cs. Bahkan meski dia telah berdinas sebagai pelayan negara di Bagian Organisasi Pemkot Banda Aceh, ia semakin intens membaca buku agama dan menonton video soal jihad melalui VCD. Dari satu keping VCD miliknya, ia mengenal Ustadz Halawi Makmun dan Fauzan Al Anshori. Karena terkesan, ia lalu mencari tahu nomor telepon Halawi dari seorang temannya di Aceh. Sejak itu ia sering konsultasi dengan mereka melalui telpon.

Pada awal 2007, Yudi Zulfahri mangkir dari pekerjaannya dan pergi ke Bandung untuk berbisnis baju. Di Jatinanggor, ia mulai mengikuti pengajian Halawi. Pada akhir 2007, Yudi pindah dan mencari kerja di Jakarta. Dia mengontrak di Jagakarsa belakang perumahan Tanjung Mas Jakarta Selatan. Di Jakarta, Yudi semakin rajin mengikuti kelompok pengajian kecil yang dipimpin Aman Abdurahman alia Oman Rahman, yang pernah ditangkap dalam kasus peledakan bom Cimanggis. Yudi pun mulai akrab dengan Ustadz Aman.

Secara bersamaan, di Lenteng Agung Jakarta, Yudi berkenalan dengan Sofyan Tsauri. Yudi begitu mudah berkawan dekat dengan Sofyan lantaran memiliki hobi yang sama, gemar mengoleksi buku-buku mengenai jihad. Apalagi istri kedua Sofyan juga berasal dari Aceh.

Sangat jamak diketahui, jika masuknya seseorang ke kelompok terorisme, karena faktor kekeluargaan, guru murid, dan faktor pertemanan. Dalam kasus Yudi awal mula ia masuk ke kelompok terorisme adalah faktor guru murid yang diperkuat faktor pertemanannya dengan Sofyan Tsauri. Bersama Sofyan, mantan anggota Polisi, Yudi ikut berbisnis soft gun. Senjatan mainan.

Bambang Karsono dalam buku Jejak Aktivis JAT menulis bahwa Yudi Zulfahri dan Sofyan Tsauri sama-sama terlibat dalam I’dad Pelatihan Militer di Pegunungan Jalin Janto Aceh. Pelatihan itu dimaksudkan untuk mendukung perjuangan menegakkan menegakkan syariat Islam sepenuhnya.  Meski sempat tertunda karena Bom JW Marriot, pelatihan yang melibatkan berbagai tandhim Jihad di Indonesia itu tetap terlaksana. Pelatihan yang direncakan sejak Maret 2009 itu baru bisa dilaksanakan pada awal tahun 2010.

Pelatihan yang diikuti lebih dari 40 orang dari berbagai daerah di Indonesia itu terendus polisi. Para peserta pelatihan sebagian besar ditangkap. Ada juga yang tertembak. Termasuk juga tiga anggota Polisi. Yudi termasuk orang yang ditangkap dalam penyerbuan polisi di Krueng Linteng, Jalin, Aceh Besar, pada 22 Februari 2010 lalu. Setelah menjalani persidangan Yudi divonis 9 tahun penjara. Yudi kemudian mengajukan banding, kasasi, hingga Peninjauan Kembali. Namun Hakim di Mahkamah Agung tetap memutus Yudi dengan 9 tahun penjara.

Melunak Setelah Bertemu Ali Imron


Berada di dalam penjara tidak membuat ideologi jihad Yudi Zulfahri melunak. Bahkan semakin keras. Yudi mengakui titik poin perubahannya terjadi saat dirinya bertemu dengan Ali Imron. Tapi menurut Yudi proses perubahannya tidak cepat melainkan membutuhkan waktu yang lama. Itu baru terjadi saat dirinya menjalani tahun ketiga penjara.

“Saya ketemu dengan Ustadz Ali Imron, awalnya saya masih keras, seiring berjalannya waktu dan proses dialog yang sangat lama, saya mulai menerima masukan-masukan dari Ustadz Ali Imron,” katanya dalam salah satu wawancara dengan Tribunnews.com.

Menurut Yudi Zulfahri, dari Ali Imron lah dirinya berubah dan menyadari perbutannya. Dia kemudian bertekad tidak akan kembali ke jaringan lamanya. Salah satunya caranya dia memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang Magister. Hasil dari tesisnya kemudian menjadi buku dengan judul Bayang-Bayang Terorisme. Buku tersebut belum lama ini dilaunching secara daring karena Pandemi Covid 19. Ia juga berkomitmen membendung paham radikalisme dan terorisme dengan mendirikan LSM bernama Jalin Perdamaian.

Mahasiswa S2 UI itu pernah bercerita bahwa penyesalan terbesarnya terlibat dalam jaringan teror adalah karena keluarganya. Hal itu terjadi saat dirinya ditangkap oleh polisi, keluarganya harus mengungsi selama sebulan dari rumah karena rumahnya jadi tempat nongkrong wartawan.

Komentar

Tulis Komentar