Sejak munculnya wabah virus corona, dunia seakan dibuat tunduk. Bahkan WHO, organisasi kesehatan dunia ini pun dibuat ragu bisa benar-benar mengatasi pandemi ini.
Dan setelah hampir 6 bulan bertarung, negara-negara di dunia seolah dipaksa untuk ‘berdamai’ pada virus ini. Tak terkecuali di Indonesia, yang kini sedang bergegas menuju era baru, new normal.
Munculnya kebijakan new normal dari pemerintah, bukan berarti dapat ditafsirkan bahwa negara telah berhasil menyelesaikan persoalan. Kenyataannya, hingga kini jumlah penderita virus corona atau Covid-19 ini terus saja mengalami peningkatan.
Kebijakan tersebut dibuat setelah melihat tidak adanya kepastian kapan wabah virus ini akan berakhir meski telah diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan social distancing di seluruh penjuru tanah air. Dalam bahasa yang lebih ringkas, pemerintah benar-benar tidak lagi berdaya.
Lalu, strategi apa yang harus disiapkan dalam menghadapi kebijakan new normal ini?
Jika memang saat ini kita dipaksa untuk memulai kembali ke kehidupan sebagai new normal, mungkin ini adalah saat yang tepat bagi kita semua untuk sekaligus menjadi the new human yang lebih sesuai untuk kembali pada kaidah yang telah ditetapkan Tuhan. Yakni, berubah menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya. Because right now, there is no comfort zone for all of us.
Saya ingat pernah menonton sebuah film berjudul Life of Pi. Diceritakan, seorang pemuda berada di dalam sebuah sekoci bersama seekor macan setelah kapal induknya tenggelam bersama seluruh keluarga karena disapu oleh badai besar di tengah samudra.
Coba bayangkan, bertahan hidup di tengah luasnya samudera sendirian saja sudah sangat sulit. Apalagi harus hidup dengan seekor macan yang kelaparan di dalam sekoci yang sama! Nah, kondisi kita saat ini pada dasarnya sama dengan seorang pemuda yang ada dalam film ini.
Berguru pada kematian
Mungkin awalnya kita akan sulit menerima kenyataan yang awalnya mengerikan seperti itu. Tapi jika memang sudah berada di dalam situasi itu, kita harus tetap bertahan dan beradaptasi bukan? Toh, meski marah atau menangis, hal itu juga tidak akan pernah mengubah realita yang sudah terjadi.
Seiring dengan berjalannya waktu, macan kelaparan yang awalnya dianggap sebagai musuh, tanpa diasadari oleh pemuda itu justru akhirnya menjadi cambuk dan motivasi bagi dirinya untuk keluar dari comfort zone. Ia berupaya untuk terus survive agar supaya tidak menjadi santapan bagi sang macan. Dan habit itu, justru membuatnya menjadi sosok pemuda yang jauh lebih hebat dan adaptif baik secara skill maupun mental. Sebab keberadaan macan tersebut justru terus membuatnya untuk selalu berada di luar zona nyaman, sekaligus terus memaksanya untuk menjadi sosok yang lebih hebat setiap harinya.
Pada akhirnya, dia menyadari jika tanpa ada seekor macan di dalam sekocinya, dia mungkin akan kehilangan harapan setelah terapung sendirian di tengah luasnya luatan samudra selama 227 hari.
Pemuda ini menjadi yakin, tanpa adanya seekor macan ini sebagai sebuah cambuk yang memotivasinya untuk tetap tangguh, mungkin dia sudah lama bunuh diri dalam keputusasaan karena sendirian di tengah samudra.
Begitu juga dengan wabah pandemi ini, yang mungkin saja akan berada di sekitar kita selama puluhan atau bahkan hingga ratusan hari ke depan. Tapi, dengan adanya pandemi ini, kita dipaksa untuk tetap menjaga kesehatan tubuh kita demi meningkatkan imunitas. Menjaga kebersihan, belajar banyak mengenai pola hidup sehat, kembali berolahraga, dan bersyukur atas kesehatan yang kita miliki saat ini.
Sebelum ada pandemi, mungkin sebagian dari kita merasa tidak peduli dan masa bodoh dengan semua itu. Namun dengan adanya pandemi ini, kita dipaksa untuk lebih adaptif dalam berpikir, lebih banyak mempelajari ketrampilan baru supaya lebih bisa untuk tetap kompetitif dan berkembang sebagai manusia.
Karena kita menyadari bahwa hidup ini terus berputar seperti sebuah roda. Pada saat kita berhenti untuk mengayuh sepeda itu, maka kita akan kehilangan momentum dan jatuh. Dengan adanya pandemi ini, kita jadi diingatkan kembali tentang humanity yang sering kita lupakan, untuk peduli kepada orang-orang di sekitar kita. Bahkan kita diberikan kesempatan untuk menjalankan amal ibadah yang sesuai dengan hakikat kita, yaitu berguna bagi sesame. Jika kita ambil kesempatan ini tentunya.
Selain itu, kita jadi disadarkan bahwa betapa rapuhnya beradapan yang dibangun oleh manusia. Hanya oleh makhluk kecil yang tak terlihat oleh kasat mata saja, manusia di seluruh dunia ini sudah terguncang.
Sudah saatnya kita kembali pada kaidah sebagai manusia di bumi, yaitu menjadi khalifah yang akan memelihara alam dan lingkungan. Dan bukan hanya untuk menguasainya demi kepentingan manusia semata.
Setidaknya, dengan adanya pandemi ini memaksa kita untuk berhenti sejenak dari nafsu serakah yang turut menghantarkan dunia pada neraka global warming yang ditunjukkan dengan adanya ketidakseimbangan iklim dan bencana alam yang terus terjadi.
Pandemi ini juga mengajarkan kita supaya tidak menjadi budak uang dan pekerjaan. Kita bisa lihat sendiri kondisinya saat ini. Semua kalangan baik miskin maupun kaya, seakan-akan dikembalikan pada hakikat bahwa semua pencapaian kita selama ini tidak ada artinya sama sekali untuk melawan virus ini. Meski sekuat dan sekaya apapun kita. Namun justru dikembalikan pada hal yang sangat-sangat mendasar, yaitu bersyukur atas hidup dan kesehatan yang kita miliki.
Selalu ada cara untuk tetap bersyukur. Kita harus mengambil hikmah dari semua peristiwa ini, bahwa segalanya itu mungkin terjadi dan pernah merasa sombong. Dan ini saatnya kita kembali menghargai lagi hakikat dari alam ini. Yang mungkin bisa dimulai lagi dengan cocok tanam di halaman rumah, menghargai seluruh binatang dan tumbuhan, tidak mengotori ekosistem, mengenal bagaimana seluruh siklus alam ini bekerja. Supaya suatu saat nanti kita juga bisa mengajarkan kepada anak-cucu kita bahwa ciptaan manusia itu teramat sangat fana untuk dijadikan sebagai tempat berpijak. Karena hanya alam inilah satu-satunya tempat untuk berlindung bagi seluruh umat ketika semua apa yang dibangun oleh manusia musnah.
Kita akan manfaatkan pandemi ini sebagai titik balik hidup kita yang sebelumnya begitu disamarkan oleh berbagai nafsu dan keinginan dunia. Untuk menjadi the new human yang selaras dengan hakikat sejati yang sesuai dengan rancangan Ilahi.
Karena dalam dunia ini hanya ada dua jenis kepentingan, manusia dan Tuhan. Pilihanmu menentukan arti dari seluruh hidupmu. Lewatilah masa ini dengan cara yang terhormat sebagai manusia yang baru.