Ini adalah tulisan ringan. Tujuan utamanya untuk menghibur dan siapa tahu bisa menginspirasi. Di tengah pandemi Covid-19 kita butuh lebih banyak hiburan dan inspirasi kan? Nah, semoga cerita saya ini bisa menghibur dan menginspirasi.
Bagi yang tinggal di perkotaan pasti sering menemui para penyandang disabilitas yang menjadikan area seputar trafict light sebagai tempat mencari nafkah. Ada yang –maaf- kakinya buntung atau pincang. Atau tuna netra. Ketika melihat yang demikian itu mayoritas dari kita akan auto iba. Dan seringkali kita akan dengan ringannya memberikan uang receh atau bahkan uang besar kepada mereka ketika sedang ada kelebihan rezeki.
Nah, soal sedekah kepada orang yang secara lahiriah tampak menderita itu saya punya sebuah kisah yang patut disimak. Kisah yang saya alami ketika sedang berada di sebuah perjalanan naik angkot dari Pasar Rebo menuju Cililitan Jakarta di tahun 2014.
Di tengah kemacetan di sekitar Pasar Induk Kramat Jati tiba-tiba naik seorang remaja yang berjalan terpincang-pincang naik ke angkot dan duduk di dekat pintu. Ia lalu menceritakan kisah sedih yang dialaminya. Terutama tentang kenapa kakinya pincang. Katanya habis diserempet pemotor yang tidak bertanggungjawab. Dia meminta sumbangan seikhlasnya dari para penumpang agar bisa pergi ke tukang urut untuk mengobati kakinya yang katanya keseleo parah itu.
Tidak ada seorang pun penumpang yang memberikan sumbangan. Semua cuek dan malah ada yang seperti pura-pura tidak melihat. Mungkin satu-satunya yang iba adalah saya. Sebagai orang kampung yang sangat jarang pergi ke kota, melihat yang seperti itu pasti mudah iba. Karena sesusah-susahnya orang hidup di kampung tak pernah menjumpai yang seperti itu.
Saya lalu memberikan selembar uang 5 ribuan. Dan yang terjadi pada si remaja setelah mengucapkan terimakasih sangat mengejutkan. Tiba-tiba dia lompat dari mobil angkot –yang berjalan lambat karena macet- dan berlari menyibak kemacetan tidak terpincang-pincang lagi seperti ketika mau masuk angkot. Ajaib. Langsung sembuh setelah menerima sedekah dari saya. Wow. Ini baru namanya berkah sedekah. Bisa meneyembuhkan kaki yang katanya keseleo dalam sekejap.
Para penumpang lalu menyampaikan ke saya bahwa sudah biasa banyak yang berakting seperti itu. Makanya mereka tidak ada yang bereaksi. “Tak apalah, saya ikhlas kok. Biar saja soal akting bohong-bohongan itu urusan dia dengan Tuhan,” begitu kata saya waktu itu.
Lain lagi dengan cerita kawan saya. Ketika ia makan di sebuah warteg di sebuah kawasan perkantoran, ada seorang bapak-bapak berkacamata hitam dan berjalan menggunakan tongkat yang meminta-minta sedekah dari para pengunjung warteg. Kawan yang sedang banyak uang itu lalu memberikan selembar 10 ribuan kepada bapak itu.
Ketika sedang makan kawan itu tak sengaja melihat si bapak yang barusan ia kasih uang menyeberang jalan tanpa kacamata dan melambaikan tangan meminta jalan kepada pengendara yang lewat. Busyet dah. Kawan itu pengin mengumpat takut hilang pahala sedekah yang barusan. Saya sih tertawa saja mendengar ceritanya karena pernah mengalami hal serupa. “Itu berkah sedekah Lo bro, bisa menyembuhkan orang buta,” kata saya.
Orang-orang yang berakting sedang kesusahan itu sebenarnya masuk ke ranah penipuan. Uang yang dihasilkan menjadi tidak halal.
Tetapi yang penting bagi si pemberi tetap dicatat berpahala. Biarlah akting palsu dan penipuan itu menjadi urusan si pelaku dengan Tuhannya.
ilustrasi: Pixabay.com