Kelompok Teror di Indonesia Tumpangi Isu Covid-19 untuk Sudutkan Pemerintah

News

by Eka Setiawan

Kelompok-kelompok teroris di Indonesia di era pandemi Covid-19 ini menyebarkan berbagai narasi untuk menimbulkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah.

Hal itu diungkapkan pengamat terorisme, Ridlwan Habib, saat dihubungi ruangobrol.id via telepon, Rabu (20/5/2020).

“Ini digunakan kelompok baik yang pro ISIS maupun yang pro Al Qaeda di Indonesia,” kata Ridlwan.

Kelompok pro ISIS, sebut Ridlwan, di Indonesia di antaranya JAD (Jamaah Anshor Daulah), sementara pendukung Al Qaeda di Indonesia kini ada Neo Jamaah Islamiyah (Neo JI).

Khusus kelompok Neo JI ini, Ridlwan membacanya, sejauh ini masih sangat eksis meskipun amir yakni Para Wijayanto sudah ditangkap.

“Neo JI makin cerdas hari ini, selain masih eksis juga ada kemajuan-kemajuan, portal-portalnya,” ungkap Ridlwan.

Narasi yang digunakan ini berupa opini yang menumpangi isu-isu umum seputar Covid-19, seperti soal penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), soal tempat ibadah dilarang dibuka tetapi di satu sisi mal boleh buka, termasuk soal tenaga kerja asing (TKA) dari Cina dan berbagai kebijakan lainnya yang dianggap menyusahkan warga, khususnya mereka yang Muslim.

“Narasi-narasi itu disebarkan di media sosial, karena saat ini kan banyak di rumah. Ini digunakan setelah isu Dukhon gagal ya kemarin, pas 8 Mei (15 Ramadan),” lanjutnya.

Selain menyebarkan opini dalam rangka propaganda kebencian terhadap pemerintah, Ridlwan menyebut di era pandemi ini kelompok teror juga berencana melakukan aksi fisik.

“Tapi digagalkan Densus, penangkapan di Sidoarjo (Jawa Timur) dan di Serang (Banten),” sambung Ridlwan.

Walaupun ada persamaan narasi yang digunakan, baik itu pendukung ISIS maupun Al Qaeda, Ridlwan menilai gerakan itu tidak terkoordinasi antarkelompok. Hanya sama-sama menumpangi isu seputar Covid-19 untuk menyudutkan pemerintahan.

Ridlwan malah beranggapan yang tak kalah harus diwaspadai adalah kelompok-kelompok pendukung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Meski organisasinya sudah dilarang di Indonesia, dibubarkan namun tidak berarti pendukungnya sudah tidak ada.

“Ada akun YouTubenya, menjaring anak-anak muda, ada hijaber, skateboard. Ini ideologi untuk pintu masuk ke kelompok yang lebih ekstrim,” tandasnya.

 

ilustrasi:pixabay.com

Komentar

Tulis Komentar