Kisah Mulyono Ketua RT di Semarang Terima Mantan Napiter Jadi Warganya

News

by Eka Setiawan

Manusia tentu tak luput dari kesalahan, namun demikian pasti ada sisi baik dalam dirinya. Hal inilah yang dipegang betul oleh Mulyono (59) Ketua RT04/RW13, Kelurahan Gisikdrono, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, untuk memimpin warganya dalam kegiatan sehari-hari.

Tak terkecuali ketika ada mantan narapidana terorisme (napiter) yang akan pulang ke wilayahnya. Meski saat itu ada penolakan dari segelintir warga, Mulyono perlahan memberikan pengertian dan kesempatan. Hasilnya, sekarang semuanya hidup rukun berdampingan, termasuk dengan mantan napiter itu.

Mulyono menceritakan itu kepada ruangobrol.id, Senin (18/5/2020) ketika ditemui di rumahnya, sekira pukul 20.30 WIB. Kondisinya sedang tak begitu fit, namun tetap saja Mulyono ramah menemui saya.

“Insya Allah untuk kebaikan,” ungkap pensiunan kepala gudang di sebuah pabrik baja di Kota Semarang.

Dia bercerita, adanya mantan napiter yang akan bebas itu terjadi di tahun 2009 silam. Namanya, Machmudi Hariono alias Yusuf. Mulyono saat itu mengaku tidak kenal secara pribadi dengan Yusuf, hanya pernah dengar namanya saja. Informasi akan bebasnya Yusuf itu juga didapat Mulyono dari aparat kepolisian setempat.

“Dulu waktu penangkapan (tahun 2003) kan di dekat sini, dengar-dengar katanya jualan sandal ternyata teroris, saat penangkapan belum jadi warga saya (belum masuk wilayah RT pimpinannya),” tambah Mulyono.

Ketika kami mengobrol, Yusuf juga hadir di antara kami. Mendengar cerita tentang kedok jualan sandal itu, Yusuf tertawa lepas. “Saat itu kan kedok saja jualan sandal,” timpal Yusuf sambil tetap tertawa.

Rumah Mulyono sendiri persis bersebelahan dengan rumah yang kini ditempati Yusuf dan keluarga, tak jauh dari lapangan voli yang dikelola warga.

Hari bebasnya Yusuf tiba. Mulyono yang ketika itu jadi ketua RT, segera mengambil langkah. Adanya segelintir warganya yang menolak, diajak berkomunikasi pelan-pelan.

Mulyono paham betul kenapa muncul penolakan, ada ketakutan tersendiri bagi mereka. “Memang masih ada yang vokal-vokal,” sambung Mulyono.

Namun demikian, Mulyono memberikan pengertian. Dalam hatinya, ada tanggung jawab sendiri bagaimana memimpin warga, membuat wilayahnya tetap kondusif.

Langkah yang dilakukan, selain berkomunikasi dengan Yusuf, juga melayani tanpa diskriminasi keperluannya. Di antaranya; ketika itu Yusuf hendak mengurus semacam surat keterangan pindah domisili dari kampung asalnya di Jombang Jawa Timur, sekaligus surat kintil atau surat numpang nikah.

Dokumen-dokumen itu betul-betul diurus dengan baik oleh Mulyono. Interaksi pun makin intens. Di situ, mereka jadi saling mengenal.

“Saya kira untuk seperti ini (bisa kondusif), tergantung masing-masing, setiap orang punya sikap sendiri-sendiri. Sikapnya juga baik (Pak Yusuf),” tambah Mulyono.

Mulyono sendiri, ketika itu punya semacam “hitungan” sendiri. Misalnya; memantau intensif selama 3 bulan, bukan mencurigai, tetapi melihat perkembangan sikap. Ternyata, malah tidak ada persoalan berarti, jadi mereka makin baik saja hubungannya, termasuk srawung dengan warga.

Aktif ikut kegiatan warga

Mulyono yang kelahiran Wonogiri, kini sudah 3 periode dalam waktu tak berurutan menjadi ketua RT. Komunikasi dan pelayanan terhadap warga tanpa diskriminasi dijalankan betul oleh dia.

Saat ini, kegiatan warga yang rutin dilakukannya adalah rapat RT sebulan sekali dan dilanjutkan kerja bakti. Selain itu, ada pula kegiatan-kegiatan lain, tak hanya kerja bakti, tetapi ada pula lomba-lomba misalnya saat peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.

“Mas Yusuf ini pintar main skak (catur), sering menang di RT, kemudian mewakili RT untuk pertandingan tingkat atasnya, baik RW atau tingkat kelurahan (ikut seleksi),” tambahnya.

Di Kampung Jatisari, yang termasuk wilayah RT pimpinan Mulyono sendiri, memang kerap ada kegiatan budaya dan seni. Maklum, Kampung Jatisari itu merupakan Kampung Budaya dan Seni sejak tahun 2000 silam.

Ada berbagai kegiatan budaya dan seni di sana yang aktif dilakukan warga. Berdasar informasi dari website resmi Pemerintah Kota Semarang, sejauh ini ada 9 kegiatan aktif warga di sana berkaitan dengan budaya dan seni, termasuk usaha.

Terinci; kesenian barongsai 10 orang, tarian tradisional 14 orang, jathilan 14 orang, sanggar rias 4 orang, catering 8 usaha, wayang kulit 20 orang, sekolah kesenian dan budaya 2 orang, rebana 20 orang dan grup senam Hans ada 40 orang.

Bersama warga, tak terkecuali dengan Yusuf, Mulyono hingga saat ini terlibat aktif mengembangkan kegiatan-kegiatan itu.

“Asalkan untuk kebaikan-kebaikan, saya ibaratnya ujung tombak agar warga (satu RT) kondusif,” kata Mulyono.

Yusuf sendiri mengamini apa yang diceritakan Mulyono. “Beliau ngemong warganya. Dulu saya ngurus surat-surat ya sama beliau ke sana ke mari,” katanya.

Yusuf bersyukur bisa bersosialisasi dengan baik dengan warga, meskipun dengan latar belakang tersendiri, pun sangat menghormati Mulyono sebagai pimpinan di lingkungan RT tempat tinggalnya.

“Karena ada teman saya (di luar Kota Semarang kasus terorisme) yang mau bebas, justru waktu pulang rumahnya malah dilempari warga, sudah rumah kontrakan, baru bayar nggak jadi ditempati, akhirnya dia pulang kampung (ke orangtuanya),” cerita Yusuf saat itu menutup obrolan kami.

 

FOTO: ruangobrol.id

Mulyono (kaus biru) dan Machmudi Hariono alias Yusuf (baju krem) ketika mengobrol dengan ruangobrol.id, di rumahnya RT4/RW13 Kampung Jatisari, Kelurahan Gisikdrono, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Senin (18/5/2020) malam.

 

Komentar

Tulis Komentar