Beberapa Fase Ramadan dalam Hidup Saya

Analisa

by Febri Ramdani

Sudah memasuki pekan terakhir di bulan April, sekaligus bulan Ramadan, tapi pandemi Corona (Covid-19) masih belum berakhir juga. Satu bulan lebih kita telah melakukan segala rutinitas harian di rumah. Mulai dari berbelanja, sekolah, kuliah, bekerja, serta kegiatan-kegiatan outdoor lain di off-kan sementara.

Himbauan mengenai physical distancing terus digalakkan pemerintah yang kian hari makin diperketat. Walaupun begitu, jumlah korban masih saja terus bertambah setiap hari. Salah satu faktornya tentu karena masih banyak masyarakat "nakal" yang tidak menghiraukan himbauan tersebut.

Bulan Ramadan pun tiba, sebuah bulan penuh berkah yang biasanya dihiasi kemeriahan saat menyambutnya. Mulai dari kegiatan ngabuburit, sahur on the road, dan tentu saja salat tarawih berjamaah. Sayangnya, kegiatan-kegiatan tersebut sepertinya tidak bisa berjalan dengan baik melihat situasi yang terjadi saat ini. Entah sampai kapan wabah Corona ini akan terus berlanjut, yang jelas jangan sampai kita menjadi seperti putus asa atau patah semangat karena adanya pandemi ini. Harus tetap semangat, produktif, dan kreatif dalam berkegiatan sehari-hari.

Berbicara tentang puasa Ramadan, kalau diingat-ingat, saya telah mengalami 4 (empat) masa bulan Ramadan yang cukup berwarna.

Pertama, saat keluarga saya masih “utuh”. Yakni orang tua saya masih hidup bersama yang mana hangatnya kebersamaan masih saya dapatkan. Tradisi mudik ke tempat kakek-nenek menjelang lebaran sambil menyambung silaturahmi antarkeluarga besar rutin dilakukan.

Hingga suatu ketika, tradisi tersebut sempat terhenti dikarenakan sebuah perpecahan terjadi antara orang tua saya. Yups, mereka bercerai dan saya otomatis mendapatkan predikat anak broken home.

Pada saat itu dunia terasa begitu sempit bagi saya, kehangatan yang biasa saya dapatkan setiap hari berangsur-angsur lenyap terkikis oleh waktu. Jangankan untuk bersendau-gurau dengan normal, mengobrol santai pun sudah sulit.

Momen Ramadan di periode kedua tersebut sekaligus membuat kepribadian saya yang awalnya ambievert cenderung ekstrovert, berubah menjadi introvert level menengah. Menjadi agak sulit untuk bisa berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

Semakin bertambah rumit saat saya menghadapi bulan Ramadan di periode ketiga. Mengapa begitu?

Terus terang hingga detik ini momen penuh rahmat di bulan Ramadan yang paling ekstrem dan meneganggangkan adalah pada tahap ini, yaitu menjalani puasa Ramadan di negeri Suriah dan di dalam penjara. Bukan lagi jauh dari kehangatan keluarga, tapi jauh juga dari hangatnya suasana puasa di negeri tercinta, Indonesia.

Setelah dua Ramadan saya lewati dengan pasca kepulangan dari negeri Suriah, saya mulai kembali berinteraksi lagi dengan sanak saudara yang telah belasan tahun tak bertegur sapa, termasuk Ayah saya sendiri.

Paling tidak, kehangatan yang ada lumayan cukup untuk mengisi jiwa ini yang mulai kering dan tandus ini, walaupun sebenarnya masih belum seratus persen kembali normal seperti periode pertama. Namun, di saat ke“normal”an itu mulai kembali, datanglah lagi sebuah ujian dari Yang Maha Kuasa menimpa seluruh umat manusia di bumi ini. Tak lain dan tak bukan adalah sebuah virus Covid-19 alias Corona.

Pembatasan aktivitas di luar rumah menjadi semakin terbatas sejak diberlakukannya PSBB (Pembatasan sosial berskala besar). Ditambah lagi pada 24 April 2020, secara resmi pemerintah melarang masyarakat untuk mudik. Sanksi bagi yang melanggar dari yang ringan berupa arahan untuk memutar balik, hingga yang berat berupa sanksi pidana dan denda ratusan juta rupiah.

Kebijakan tersebut memang dilakukan untuk kebaikan kita semua, tapi yang jelas, bagi para masyarakat di Indonesia untuk sementara tidak bisa merasakan kehangatan suasana puasa dan Lebaran Idul Fitri seperti sedia kala.

Dampak kejadian ini juga tentu saja kena ke diri saya pribadi. Terpaksa saya harus menunda hasrat saya untuk kembali merasakan kehangatan bersama keluarga besar.

Teguran dari Tuhan ini membuat kita harus semakin meningkatkan level kesabaran kita, bukan hanya sampai maksimal, tapi harus sampai infinity (tak terbatas). Tetap optimis dan yakin jika kesulitan yang kita hadapi ini akan ada kemudahan setelahnya. Seperti yang telah Tuhan firmankan di Surat Al-Insyirah ayat 6 yang artinya:

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”


Stay safe, tetap jaga jarak, dan untuk teman-teman semua,

Selamat menjalankan ibadah puasa Ramadan 1441 H. Semoga Tuhan segera menghapus wabah ini dan memberikan rahmat-Nya untuk kita semua. Amin ya rabbal alamiin.

Komentar

Tulis Komentar