Fenomena lembaga pemasyarakatan (lapas) yang over capacity sudah cukup lama menjadi permasalahan dalam sistem pemasyarakatan bagi para narapidana. Hal ini disebabkan salah satunya karena semakin meningkatnya angka kriminalitas yang tidak dibarengi dengan peningkatan fasilitas pemasyarakatan. Terutama kasus narkoba yang paling pesat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Pemasyarakatan sebagai garda terakhir dalam sistem pemidanaan di Indonesia, memegang peran kunci untuk membuat seorang pelaku kriminal tidak mengulangi kejahatannya lagi setelah kembali ke masyarakat nanti. Namun ketika sarana dan prasarana tidak lagi memadai, ditambah dengan kurangnya sinergitas antar lembaga negara terkait, lapas menjadi semakin berkurang efektifitasnya dalam menjalankan fungsinya.
Di tengah pandemi corona, beban yang harus ditanggung oleh lapas semakin besar. Menjaga agar virus Covid-19 tidak sampai masuk dan menyebar di lingkungan lapas tentu akan semakin memberatkan tugas para petugas lapas.
Para petugas ;apas dituntut untuk terus sehat dan menjaga kesehatannya di tengah pandemi. Mereka adalah orang-orang yang setiap hari keluar masuk penjara dan sangat rentan terpapar oleh virus Covid-19. Kalaupun tidak sakit, mereka tetap rentan menjadi carrier bagi virus Covid-19. Apalagi para petugas lapas yang tinggal di daerah pandemi seperti Jakarta.
Sebagai orang yang pernah jadi narapidana, saya bisa ikut merasakan keresahan para narapidana dalam masa pandemi corona di lapas yang sudah over capacity. Sejak pertengahan Maret kunjungan keluarga sudah ditiadakan, diganti dengan layanan video call dengan keluarga dari dalam lapas.
Itu saja sudah mengurangi ‘kebahagiaan’ yang seharusnya masih bisa mereka peroleh sebagai hak dasar narapidana. Apalagi ditambah dengan kekhawatiran masih bisa masuknya virus Covid-19 ke dalam lapas meski kunjungan keluarga sudah ditiadakan. Di mana peluang masuknya?
Keluarga memang bisa dicegah kehadirannya di lapas, yang mana kehadiran mereka berpotensi untuk membawa virus Covid-19 dari luar. Tapi bagaimana dengan para sipir dan pejabat struktural lapas yang bekerja setiap hari di lapas? Mereka pasti setiap hari pulang pergi dari rumah masing-masing.
Jika mereka berasal dari wilayah yang sedang terjangkit pandemi, maka mereka minimal beresiko untuk menjadi carrier bagi virus Covid-19. Boleh jadi mereka memang tidak sakit karena Covid-19. Semangat dedikasi mereka bisa jadi membuat mereka kebal. Tapi bagaimana jika jadi carrier?
Salah satu petugas lapas yang masih menjadi teman baik saya sejak dari dalam lapas, mengungkapkan keinginannya mewakili teman-temannya sesama petugas lapas yang lain. Seharusnya jika nanti ada vaksin Covid-19, para petugas di lapas termasuk yang diprioritaskan untuk mendapatkannya.
Selain itu juga ingin dilakukan test secara berkala untuk mendeteksi apakah ada yang positif terpapar Covid-19 di antara mereka. Sebab, jika ada yang positif tapi tidak diketahui, harga yang harus dibayar cukup mahal. Semua penghuni lapas bisa menjadi ODP.
Di tengah kondisi negara yang serba sulit ini tentu mereka sangat faham bahwa keinginan itu masih akan berada di ranah ide. Satu-satunya yang bisa mereka lakukan adalah untuk terus menjaga kesehatan, dan berdoa semoga tidak menjadi carrier dari virus Covid-19.
Kepada rekan-rekan para petugas lapas, yakinlah bahwa para narapidana yang berada dalam tanggungjawab tugas Anda akan selalu mendoakan agar Anda semua tetap sehat dan tidak menjadi carrier virus Covid-19. Dan bahkan sangat mungkin keluarga mereka yang di rumah juga akan mendoakan Anda, karena kesehatan dan keselamatan para narapidana diamanahkan ke pundak Anda semua.
Semoga pandemi Covid-19 ini segera berlalu. Tetap semangat, jaga kesehatan masing-masing, dan juga kesehatan orang-orang terdekat Anda.