Saya menemukan sebuah tulisan di platform Medium karya seorang pakar mindfulness, Adjie Santosoputro, yang berjudul "Kalau Kamu Selalu Khawatir". Tulisannya cukup mengena bagi diri saya saat saya di Munich, Jerman, sebelum konferensi berlangsung.
Pada malam hari tanggal 13, kami mengadakan rapat kecil untuk persiapan hari esok yang cukup padat. Katie membagikan 2 lembar jadwal kegiatan selama 3 hari di Munich. Saat lembaran itu sampai di tangan saya, saya langsung membacanya secara cepat. Tanggal 14 begitu padat dari pagi sampai malam. Saya tidak membaca begitu detial, siapa saja orang yang hadir untuk makan siang sebelum konferensi. Karena saya sudah begitu fokus alias khawatir dan grogi untuk konfrensi di jam 3 sore. Mulai dari pembukaan, acara inti, audiensi, penutup. Jadi, saya tidak memfokuskan pada waktu sebelum dan setelahnya.
Sarapan pagi di Hotel Hilton, tempat kami menginap berlangsung lancar. Saya dan tiga orang panelis lainnya berkumpul di satu meja. Sanam Naraghi Anderlini CEO ICAN (International Civil Society Action Network) baru sampai di Munich pada tengah malam sebelumnya sehingga saya baru temui beliau pagi ini. Di waktu sarapan ini, kami membicarakan tentang kerja masing-masing, organisasi-organisasi internasional yang fokus di bidang perdamaian, hambatan serta tantangan yang dihadapi, peran pemerintah dan lembaga masyarakat di masing-masing negara. Para panelis ini, Azadeh Moaveni, Hamsatu Allamin, dan Sanam tidak berhenti memberi dukungan kepada saya untuk fokus dan tenang saat konferensi nanti sore. Nampaknya Azadeh tahu betul saya sedang mengalami rasa yang campur aduk.
Jujur saja, kala itu saya masih sulit untuk bisa tenang. Saya terjun di materi perempuan, keamanan, dan perdamaian baru dua tahun dan harus berbicara di negeri orang, dengan audiens yang datang dari beberapa negara. Ada menteri, diplomat, dan pembuat kebijakan. Di restoran hotel, kami juga bertemu dengan Konselat Jendral untuk Inggris dan pemerintah Bavaria.
Jam 11 pagi, keempat panelis dan Mas Hakiim berkumpul di lobi untuk persiapan makan siang di kediaman Konselat Jendral, Simon Kendall. Kami masih berbincang-bincang berbagai hal termasuk persiapan untuk konfrensi. Beberapa menit kemudian, Berangkatlah kami berlima ke kediaman KonJen menggunakan taksi.
Sebenarnya, sebelum kami berangkat ke kediaman Konjen saya ingin melakukan riset mendalam untuk mengetahui tamu-tamu yang hadir di makan siang ini. Sayang sekali saya sudah tidak ada waktu karena keburu berangkat.
Sesampainya di kediaman Konjen, kami bersalaman dengan orang-orang yang sudah lebih dulu sampai. Saya, Mas Hakiim, dan Azadeh berkesempatan untuk ngobrol dan diskusi bersama Konjen. Sedangkan yang lainnya juga saling bercengkrama.
Sesi foto bersama dimulai. Yang tubuhnya kecil diminta untuk berdiri di paling depan. Saya tau diri dong, yang tadinya di belakang saya langsung maju dan berdiri disebelah seorang wanita yang sangat ramah, dan rendah hati. Untuk mengurangi sedikit grogi, saya nyeletuk dengan wanita di sebelah saya, "Wah, baju kita sama-sama warna merah." Beliau pun menjawab iya"dengan ramah dan tersenyum sambil melihat ke arah saya dan bajunya.
Setelah sesi foto selesai, kami akan makan siang bersama. Saya sedikit berbisik ke Mas Hakiim, bahwa saya tadi bisa ngobrol dengan seorang Konsulat Jendral. Lalu Mas Hakiim membalas bahwa yang wanita punya peran penting. Mas Hakiim tidak melanjutkan pembicaraanya karena makan siang sebentar lagi akan berlangsung. Saya masih belum tau siapa sih wanita tersebut dan yang mana?
Penempatan meja makan sudah ditentukan oleh mereka dengan nama kami tertulis di kertas di atas meja. Saya duduk di antara Konjen dan Mas Hakiim, di depan saya seorang wanita menggunakan kacamata dan saya belum tahu beliau siapa. Pelayan mulai mondar-mandir menyediakan makanan, minuman, gula, garam, dan roti di tengah meja.
Selama makan siang berlangsung, diskusi juga tetap berjalan. Semua aktif ikut andil menuangkan gagasan, ide dan pendapat mereka tentang isu dan materi yang nanti akan dibahas di konferensi.
Saya mencoba memahamai secara perlahan apa yang sedang dibicarakan. Maklum, listening saya tidak begitu bagus. Saya sendiri sampai deg-degan karena takut aja kalau disuruh ngomong. Biasanya kalau udah grogi, bicara kita bisa acak adul. Iya, saya minder banget.
Selama obrolan berlangsung, saya mendengarkan beberapa orang memanggil Ibu dengan dress merah dengan panggilan atau sebutan "Your Highness". Saya cukup kaget dan baru menyadari bahwa beliau inilah orang pentingnya. Menyedihkannya lagi, saya masih belum paham posisi beliau apa. Princess yang mana, siapanya Kate Middleton (kok saya belum pernah melihatnya, ya. Rasanya tuh saya ingin menangis dalam batin).
Saya akhirnya mengetahui Ibu yang memakai dress merah adalah anggota keluarga kerajaan Britania Raya atau Royal Family yang bernama Sophie (istri pangeran Edward) atau Her Royal Highness the Countess of Wessex. Setelah akun instagram ICAN (organisasi yang dipimpin oleh Sanam) mengunggah foto-foto saat makan siang dan konferensi.
Setelah semuanya sudah angkat bicara, Azadeh Moaveni yang duduknya cukup jauh dari saya memberikan pertanyaan ke saya mengenai kerja-kerja atau kontribusi apa yang sedang saya lakukan terhadap dan bersama pemerintah, komunitas, dan anak-anak muda di indonesia. Saya paham, Azadeh ingin memberikan kesempatan untuk saya bisa berbagi cerita.
Syukurnya, saya mulai tahu sedikit beliau. Jadi ketika pembukaan saya bilang "Thankyou, Your Highness". Tidak hanya disitu. Ketika konjen dan Her Royal Highness the Countess of Wessex menanyakan suatu hal ke saya, ternyata jawaban saya sedikit melenceng dari apa yang ditanyakan. Selain dari listening yang terbatas, saya juga cukup grogi dan tegang. Setelah saya bicara, giliran Mas Hakiim. Mas Hakiim banyak juga menekankan tentang kerja-kerja ruangobrol.id selama ini, kondisi kerja CVE di Indonesia, menegaskan kembali paparan saya, dll. Selesai bicara saya langsung insecure lagi, takut salah ngomong. Jadi kepikiran terus sama yang udah lewat.
Waktu hampir menuju jam 3 sore. Kami semua bersiap untuk berangkat ke event Munich Security Conference yang berlangsung di Hotel Bayerischer Hof. Kami berangkat bersama menggunakan mobil dari kedutaan. Saya duduk di sebelah wanita berkacamata yang ketika waktu makan siang, dia ada di hadapan saya. Katie memanggilmya dengan sebutan minister. Di situ saya kaget lagi, "Waduh, beliau ini menteri apa? Ya ampun, saya duduk di sebelah mentri," kata saya dalam hati.
Saya akhirnya mengetahui beliau adalah salah satu anggota parlemen dan Menteri Negara untuk Kebijakan Internasional, Kantor Luar Negeri Federal, ketika di konfrensi. Yaitu Ibu Michelle Müntefering.
Dari sini saya belajar banyak untuk mengurangi rasa kekhawatiran berlebih terhadap masa depan. Padahal kan saya sudah melakukan persiapan atau berlatih di hari-hari sebelumnya, tapi kenapa masih khawatir dan takut?. Nyatanya, mudaratnya jadi lebih besar. Ada kesempatan untuk bisa ngobrol lebih dalam dengan mereka, tapi tidak saya gunakan dengan baik kesempatan itu.
Selain itu, saya belajar meskipun kita ada kekhawatiran tentang masa depan atau hal nanti, jangan sampai tidak fokus terhadap apa yang sedang ada dihadapan kita.
"Llatihlah pikiran kita untuk lebih berada di saat ini, di sini-kini,” tulis Adjie Santosoputro. Selain itu kita juga bisa lebih menerima kenyataan atau tidak berlarut-larut dalam meratapi masa lalu.
Alhamdulillah, dari kejadian di siang dan sore hari itu saya belajar banyak. Meskipun saya tidak bertemu dengan mereka lagi, saya sempatkan untuk ngobrol banyak dengan beberapa perwakilan dari Kedutaan Inggris dengan memanfaatkan waktu makan malam. Jadi teringat tulisan saya yang pertama. Yang terpenting kita usaha semaksmial mungkin dan serahkan pada Allah. Selebihnya bagaimana Allah berkehendak.
Mengenai detail konfrensi yang saya ikuti, akan saya jabarkan di tulisan selanjutnya. Insya Allah
Pengalaman Makan Siang Bersama Her Royal Highness the Countess of Wessex
Otherby nurdhania 2 Maret 2020 9:23 WIB
Komentar