Baru-baru ini Tasya Farasya membuat instastory yang menghebohkan. Selebgram make up ini mengingatkan mereka yang menerima endorsement produk palsu alias KW. Hal ini karena membuat pengikutnya akan percaya produk tersebut.
Tasya Farasya sendiri merupakan lulusan kedokteran gigi. Menurutnya, produk kecantikan palsu akan memberikan dampak penyakit jangka panjang. Namun ternyata banyak yang tidak setuju dengan pendapat Tasya.
Beberapa selebgram bahkan mengaku bahwa mereka hanya menerima dari management. Selain itu, adapun selebgram yang tak peduli karena mereka yang membeli produk palsu karena tak mampu membeli yang asli.
Pandangan Tasya dilihat dari sisi kesehatan. Sedangkan pandangan si selebgram lain, dari pandangan ekonomi. Mana yang patut didahulukan, (menurut saya) tentu tergantung perspektif.
Hal ini seperti perdebatan makan bubur diaduk atau tidak. Orang yang suka rasa yang menyatu akan memilih mengaduk buburnya. Sedangkan mereka yang tidak mengaduk bubur bisa jadi lebih memaknai rasa buburnya atau bahkan gak tahan panas, jadi ambilnya dari pinggir. Siapa tahu?
Perdebatan lain juga sering dibahas ketika memilih ayam atau telur, mana yang duluan. Tentu jawabannya adalah tergantung perspektif. Mereka yang melihat ayam terlebih dahulu bisa jadi lebih melihat selalu ada reaksi setelah aksi. Sedangkan mereka yang punya pandanga telur duluan, mungkin karena berpandangan lebih filosofis. Mungkin saja kan?
Perbedaan perspektif adalah keniscayaan. Mereka yang gaul lebih jauh akan paham akan hal ini bahwa ada yang berbeda. Anak kembar saja, pasti ada perbedaannya.
Makna toleransi sendiri adalah menahan diri, sabar. Nah mereka yang toleran adalah mereka yang menahan diri untuk menyerang ketidaksetujuan. Jadi, toleransi lebih kepada setuju untuk tidak setuju.
Tasya Farasya endorse atau gak barang KW atau bukan, kita protes boleh. Tapi melakukan bully-ing, menghina apalagi melucknut (baca : laknat), itu yang tidak toleran. Kalau belum setuju untuk tidak setuju, kamu perlu banyak gaul!