Kisahku Bersama Empat Orang Uighur di Rutan Mako Brimob (1)

Other

by Arif Budi Setyawan

Beberapa hari yang lalu dunia dikejutkan dengan postingan pemain bola asal Jerman keturunan Turki, Mesut Ozil yang saat ini bermain untuk klub sepakbola Arsenal. Postingan di akun resmi media sosialnya itu berisi tentang pembelaannya terhadap Muslim Uighur.


Isi postingan itu jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebih akan jadi begini :


Wahai Turkistan Timur…


Luka berdarah umat…


Perkumpulan pejuang yang menentang penganiayaan…


Orang-orang beriman yang berjuang sendirian melawan orang-orang yang ingin memurtadkan mereka dari Islam…


Quran dibakar…


Masjid-masjid ditutup..


Madrasah-madrasah dilarang..


Para Ulama dibunuh satu per satu…


Saudara-saudara dijebloskan ke kamp…


Laki-laki Cina menetap bersama keluarga mereka…


Saudari-saudari dipaksa menikahi pria Cina…


Terlepas dari semua itu.


Umat Nabi Muhammad SAW bungkam…


Tidak merasa keberatan atau mengatakan apa pun…


Tidak mendukung sesama muslim…


Tidakkah mereka tahu bahwa menyetujui penganiayaan adalah penganiayaan?


Sebagaimana dikatakan oleh Hadrat Ali:


Jika anda tidak dapat mencegah penganiayaan, sebar luaskan kepada publik!”


Sementara hal ini telah menjadi sorotan media dan negara-negara barat selama berbulan-bulan dan berminggu-minggu, di mana negara-negara muslim dan medianya?…


Tidakkah mereka tahu bahwa menyatakan netral ketika ada penganiayaan adalah perbuatan hina…


Tidakkah mereka tahu bahwa yang akan diingat saudara-saudara kita dari hari-hari susah ini di kemudian hari bukanlah siksaan dari para tiran, melainkan diamnya kita, saudara-saudara Muslim mereka…


Ya Allah, tolonglah saudara-saudara kami di Turkistan Timur…


Tak diragukan lagi, Allah lah sebaik-baik perencana…


Akhir tahun ini memang kembali ramai seruan untuk bela Muslim Uighur. Di mana hal yang sama juga terjadi setahun yang lalu. Tapi kali ini agak berbeda dengan adanya postingan seorang publik figur sekelas Mesut Ozil sebagaimana di atas.


Postingan ini bahkan sampai menyebabkan laga Arsenal melawan Manchester City pun dibatalkan penayangannya oleh CCTV, sebuah stasiun TV di Tiongkok. Pertandingan yang seharusnya ditayangkan di CCTV itu digantikan dengan pertandingan klub lain di Liga Premier.


Terlepas dari itu semua, kegundahan Mesut Ozil itu cukup beralasan. Kisah pilu warga Muslim Uighur di bawah pemerintahan komunis Republik Rakyat Tiongkok memang telah terjadi sejak puluhan tahun yang lalu. Dan mirisnya sering luput dari perhatian kaum muslimin dari seluruh dunia.


Penderitaan Muslim Uighur masih kalah tenar dengan muslim Palestina atau Syiria. Entah kenapa sebabnya. Baru dua tahun terakhir ini saja saya melihat mulai jadi perhatian dunia. Terlebih sejak adanya postingan Mesut Ozil itu.


Kisah pilu penderitaan yang dialami muslim Uighur pernah saya dengar langsung dari orang Uighur yang ditahan atas kasus terorisme di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua Depok.


Saat itu ada empat orang Uighur yang ditangkap karena diduga hendak bergabung dengan kelompok Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Abu Wardah alias Santoso. (Lihat https://kabar24.bisnis.com/read/20140918/16/258343/teroris-asing-masuk-indonesia-ini-rincian-perjalanan-4-wna-ke-poso )


Saya sebenarnya sehari-hari tak pernah bertemu mereka, karena mereka berempat ada di blok A sedangkan saya di blok B. Tetapi saya pernah menjadi salah satu saksi di persidangan mereka. Dan interaksi saya dengan mereka dengan lebih intens terjadi saat semua tahanan Rutan Mako Brimob diungsikan ke Rutan Polda Metro Jaya.


Waktu itu di Mako Brimob Kelapa Dua akan menjadi tempat upacara peringatan hari Bhayangkara yang akan dihadiri oleh Presiden RI, jadi harus disterilkan dulu. Kami berada di Rutan Polda Metro Jaya kurang lebih selama 2 minggu. Saat itu bulan Ramadan, jadi praktis setiap salat tarawih saya bisa bertemu dengan orang-orang Uighur itu.


Di sela-sela menunggu waktu tarawih dan setelah tarawih itulah saya sempat ngobrol dengan mereka. Salah satu dari mereka bisa berbicara dalam bahasa Inggris dan Arab. Ada juga yang hanya bisa bahasa Turkistan saja, dan ada yang bisa bahasa Inggris dan Turkistan. Saya sebut bahasa Turkistan karena menurut mereka ada sedikit perbedaan dengan bahasa Turki, meskipun mayoritas sama dengan bahasa Turki.


Jadi, dalam menyikapi masalah Muslim Uighur saya menjadikan kisah mereka sebagai referensi. Boleh jadi hari ini berita yang kita terima tentang Muslim Uighur bisa dalam berbagai versi. Tapi bagi saya pribadi, kisah teman-teman dari Uighur di Rutan Mako Brimob itu adalah referensi utama saya. Dan saya percaya, apa yang mereka ceritakan itu masih terjadi hingga hari ini.


Nantikan kisah mereka pada tulisan selanjutnya...


(Bersambung)



ilustrasi: pixabay.com

Komentar

Tulis Komentar