Reuni 212 dan Gerakan Islam Populis Indonesia

Analisa

by Ikhlasul Ansori

Aksi reuni 212 yang berlangsung senin lalu (2/12) di sekitaran lapangan Monas berlangsung dengan lancar dan ramai. Beberapa sumber mengatakan bahwa acara reuni tersebut dihadiri ribuan, ratusan ribu bahkan ada yang mengatakan sampai jutaan orang. Mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia untuk menghadiri acara reuni 212 tersebut.

Para peserta acara mulai memadati kawasan lapangan monas sejak senin dini hari. Kegiatan juga dibarengi dengan sholat tahajud bersama dan Subuh berjamah oleh peserta di Masjid Istiqlal. Para peserta yang hadir juga mengenakan pakaian putih sehingga membuat monas seperti dibanjiri oleh lautan orang-orang berpakaian putih.

Acara reuni 212 diisi dengan beberapa kegiatan seperti ceramah agama yang dibarengi dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad. Beberapa sambutan dari politikus hadir di acara tersebut seperti Fadli Zon dan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Acara ini sebenarnya menimbulkan kontoversi tersendiri. Walaupun sejak awal pihak persaudaraan 212 mengatakan bahwa gerakan dan acara reuni ini tidak ada unsur politik sama sekali, namun kondisi di lapangan berbeda dengan pernyataan yang mereka sampaikan. Beberapa pihak menganggap bahwa acara reuni 212 tahun ini bertujuan untuk mengumpulkan kekuatan politik pasca pemilu 2019. Terutama setelah Prabowo merapat ke kubu pemerintahan Jokowi.

Kehadiran Anies Baswedan dalam acara tersebut juga menimbukan polemik karena dalam video yang tersebar di media sosial. Beberapa peserta acara tersebut menerikan kalimat “Presiden… Presiden….” kepada Anies. Juga dengan adanya rekaman video Rizieq Shihab di acara tersebut yang menyampaikan tentang agenda reuni 212 di tahun depan, isu ahok dan 9 naga yang disampaikan oleh Rizieq Shihab.

Unsur politik dan tujuan utama yang dicurigai dari acara tersebut adalah pengumpulan kekuatan golongan Islam konservatif dan menuntut agar Rizieq dapat kembali ke Indonesia. Golongan Islam konservatif sedang berusaha mengumpulkan kekuatan mereka untuk menghadapi pemilu 2024. Permasalahan yang muncul dari gerakan tersebut adalah makin maraknya kejadian intoleransi dan diskriminasi agama akibat mulai naiknya gerakan Islam Konservatif.

Acara reuni 212 juga menunjukan bahwa ideologi Islam Konservatif/ Populis masih tetap diminati dan akan terus tumbuh karena tidak diawasi oleh pemerintah. Ditambah lagi dengan mulai munculnya narasi mendirikan Khilafah di Indonesia oleh para peserta reuni dan sejenisnya dianggap dapat membahayakan stabilitas dan kondisi di Indonesia. Seringkali gagasan mendirikan khilafah islamiyah dibarengi dengan munculnya perilaku radikalisme. Perilaku radikalisme akan mengakibatkan munculnya pemikiran intoleran dan kekerasan. Sehingga akan membahayakan untuk kedepannya.

Masalahnya, ide khilafah tidak akan pernah mati, ia akan tetap ada dan tumbuh subur ketika banyak orang-orang miskin merasakan ketidakadilan karena kesenjangan dan korupsi oleh pemerintah. Ide tersebut akan memotivasi orang-orang untuk mendukung khilafah agar dapat merasakan hidup dibawah naungan agama yang mereka anggap adil dan makmur

Komentar

Tulis Komentar