Bom Medan, Ika Puspitasari dan Abu Hamzah

Analisa

by Rizka Nurul

Pada 13 November 2019 lalu, sebuah bom meledak di Polrestabes Medan. Pelaku diketahui bernama Rabbial Muslim Nasution (24 tahun) tewas di lokasi kejadian. Ia menyamar sebagai ojek online dan mengaku ingin membuat SKCK. Tak ada benda mencurigakan di tas yang ia bawa karena bom dipasangnya di badan. Kejadian tersebut juga melukai lima orang polisi dan satu orang warga sipil.

Satu hari berselang, Pasukan Detasemen Khusus Anti Teror (Densus 88) menangkap Istri Rabial, Dewi Anggraini. Polisi mengungkapkan bahwa Dewi disebut pernah bertemu dengan seorang narapidana terorisme di Lembaga Permasyarakatan Perempuan Kelas II Medan, Ika Puspitasari. Terakhir, Polisi menginformasikan bahwa Ika juga dianggap sebagai otak bom Medan sekaligus yang meradikalisasi Dewi. Keduanya sering berkomunikasi melalui whatsapp dan telegram. Namun ini membantah pernyataan sebelumnya dan menunjukkan aksi ini bukanlah lonewolf. Ada jaringan yang melatarbelakangi kejadian tersebut.

(Lihat Juga : Bom Medan :  Keluarga dan Kekuatan Kelompok Ekstremis)

Sosok Ika Puspitasari


Densus 88 menangkap Ika Puspitasari pada 20 Desember 2016 di rumahnya, dusun Tegalsari, Desa Brenggong, Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Perempuan berusia 38 tahun ini mendapatkan vonis 4 tahun 6 bulan setelah terbukti melakukan pendanaan aksi terorisme terhadap Abdullah Azzam. Ika bahkan yang menawarkan kepada Azzam, “Udah jadi DPO kenapa gak sekalian Amaliyah (bom bunuh diri)?”. Kemudian Ika meminta Zaenal Akbar, suami yang menikahinya secara online menjadi koordinator aksi. Kelompok tersebut ditangkap pada Desember 2015 sebelum melancarkan rencana dan sejak itu Ika termasuk DPO.

Status DPO Ika sandang ketika masih menjadi pekerja migran Indonesia di Hongkong selama dua belas tahun terakhir. Ika memperbaharui visa kerjanya di Hongkong pada Maret 2016 namun ditangguhkan karena status DPO dan akan dideportasi Oktober tahun yang sama. Seperti usul terhadap Azzam, Ika berniat melakukan bom bunuh diri di Indonesia dengan mencari fasilitator di telegram sebelum ia dipulangkan. “Perkiraanku, aku akan ditangkap begitu sampai di Bandara. Kalau tidak, aku lanjutkan rencana.” Kata Ika saat saya wawancarai Oktober 2017. Ika langsung mendaftarkan diri begitu menemukan kontak Nur Sholihin yang dikenalnya sebagai Abu Ghurob. Densus 88 menangkapnya setelah penangkapan Abu Ghurob yang juga suami dari Dian Yulia Novi pelaku Bom Panci di rumahnya.

Saya mengenal Ika dengan baik saat penelitian dan pembuatan film ‘Pengantin’ sejak Agustus 2017 hingga Januari 2018. Sosok Ika memang sangat friendly, mudah bergaul, bersemangat dan apa adanya. Sejak masa penyidikan hingga April 2018, Ika ditahan di Mako Brimob. Enam bulan sebelum kepindahannya ke Medan, Ika satu kamar di Blok C dengan Anggi Indah Kusuma dan Meilani, narapidana terorisme perempuan lainnya. Sejak kerusuhan pertama November 2017, Mako Brimob membagi tahanan terorisme menjadi tiga kategori di tiga blok, yaitu low, medium dan high berdasarkan asesment Densus 88. Napiter tingkat high radical di alokasikan di Blok C.

Terkait hubungan Ika dan Dewi, Ika nampaknya bukanlah yang melakukan radikalisasi terhadap Dewi. Saya pernah melakukan ujicoba berdasarkan tabel ukuran tingkat radikalisme yang dibuat oleh Zora Sukabdi, seorang ahli forensik psikologis narapidana terorisme. Hasilnya, ukuran Ika berada pada di bawah Anggi, Ummu Abza, Ummu Fadel, Nining, Meilani yang lihai melakukan radikalisasi namun diatas Dian Yulia ataupun Ummu Delima. Namun perlu diakui bahwa Ika merupakan motivator ulung sekaligus koordinator yang baik seperti yang ia lakukan kepada Abdullah Azzam.

Pada suatu percakapan dengan saya, Ika pernah mengatakan bahwa menentang poligami adalah bentuk pembatalan keislaman. Namun, perempuan diperbolehkan mengatakan bahwa ia belum siap termasuk dirinya. Hal lain yang juga menarik mengenai pengetahuan Ika adalah tentang Al-Qaida. Menurutnya, Al-Qaida saat ini tidak ada karena semua telah berganti menjadi ISIS. Pengetahuan Ika tentang fatwa ISIS lebih kepada taqlid (mengikuti).

Jaringan Abu Hamzah


Saat ini, jaringan bom medan tertuju kepada Ika Puspitasari. Tapi nampaknya ini tidak sesederhana itu. Lokasi Rabbial dan Dewi yang berdomisili di Medan memiliki koneksi dengan Abu Hamzah alias Husein dan istrinya, Solimah. Solimah sendiri telah meledakkan diri bersama bayinya di Sibolga pada Maret lalu ketika Abu Hamzah ditangkap. Kelompok Abu Hamzah tersebar dari Lampung hingga Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Komplotan ini juga mengarah kepada Abu Rara, penusuk Wiranto bulan lalu yang merupakan jaringan Sibolga. Beberapa anggota kelompok Abu Hamzah adalah perempuan dan lebih militan seperti YSR alias Khodijah yang bunuh diri tiga hari setelah ditangkap di Klaten. Selanjutnya, Abu Hamzah juga mengutus Roslima alias Syuhama sebagai pelaku bom bunuh diri setelah ia nikahi.

Meski jaringan ini tidak terbatas pada Ika Puspitasari, namun diduga kuat Ika memiliki andil termasuk dalam pemilihan target sasaran. Berdasarkan keterangan polisi, Dewi berencana menjadi pelaku bom bunuh diri di Bali. Bali adalah sasaran Ika ketika akan melakukan aksi di bawah rencana Abu Ghurob atas perintah Bahrun Naim.

Aksi-aksi yang dilakukan oleh ISIS memang sering bersifat inisiatif namun tidaklah lonewolf. Inisiatif tersebut biasanya dilakukan secara online (telegram) dan kemudian ditindaklanjuti oleh fasilitator. Fasilitator tidak hanya bertindak sebagai pemberi bahan namun juga meyakinkan pelaku. Sejatinya, tindakan bom bunuh diri butuh keyakinan dan dukungan bukanlah semudah yang digambarkan polisi.

Komentar

Tulis Komentar