Memperingati hari guru, Indonesia belum memiliki sistem utuh khas keindonesiaan dalam pendidikan. Masih banyak sistem yang diterapkan berdasarkan metode barat.
Perlu diakui bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dalam kegiatan pendidikan saat ini masih sangat didominasi oleh paradigma dari negara barat. Berbagai macam inovasi mutakhir berhasil diciptakan dan terus menerus dikembangkan. Perlahan negara Barat sebagai pionir dan tolok ukur atau pusat dari segala ilmu pengetahuan modern.
Seiring berkembangnya zaman, semakin tumbuh dan berkembang pula tuntutan dari kebutuhan dan keinginan manusia. Ini membuat cabang atau bidang ilmu semakin bertambah dan pendidikan dianggap perlu untuk direformasi. Barat melakukan reformasi pertama dan semakin diakui akan kualitas ilmu pengetahuan hingga sistem pendidikan. Namun apakah benar bahwa sistem negara-negara Barat dalam pendidikan telah benar-benar menjawab dan memberikan solusi atas kebutuhan manusia modern saat ini?
Barat memang mampu membuat teknologi dan pemikiran yang menakjubkan dan monumental. Tradisi yang dibangun dan ditanamkan dalam pendidikannya berlandaskan pada paradigma yang menekankan bahwa ilmu pengetahuan bersifat netral, dapat dilihat, dapat diukur, dapat dibuktikan dengan logika dan fakta serta bersifat analitis.
Pergeseran Budaya dalam Pendidikan Modern
Seiring dengan perkembangan peradaban dan kemajuan ilmu pengetahuan, pemenuhan kebutuhan manusia modern masa kini, akhirnya bergeser pada kebutuhan akan pemuasan materi belaka. Tujuan hidup manusia di muka bumi hanya dimaknai sebagai usaha untuk mengeksploitasi dan memanipulasi lingkungan (alam dan manusia).
Kecanggihan teknologi telah menjadi candu bagi kehidupan manusia modern dan menjadi tolok ukur kesenangan hidup. Akibatnya, pendidikan pun tak pelak dari usaha manusia untuk mencapai kepuasan akan materi dan kedudukan semata. Tak jarang, pendidikan itu sendiri kini telah dianggap sebagai cara untuk mendapatkan popularitas kehidupan dan gemerlap pesona keindahan materi.
Pendidikan yang seharusnya dimaknai sebagai cara untuk mengoptimalkan potensi dan fungsi kemanusiaan, kini telah bergeser menjadi sarana untuk berlomba-lomba menunjukkan eksistensi materi dan kehormatan atau kedudukan yang lebih tinggi. Pendidikan juga dianggap sebagai tolak ukur kesuksesan hidup yang berorientasi pada materi, bukan kesuksesan yang berorientasi atas terpeliharanya dan terjaganya fungsi akal dan hati yang teraktualisasikan melalui perbuatan atau perilaku yang sejalan dengan fungsi kemanusiaan.
Gejala krisis yang menimbulkan pergeseran makna akan kebutuhan pendidikan dapat disebabkan oleh dua faktor. Yang pertama, semakin menurunnya kesadaran manusia modern akan pentingnya pemenuhan kebutuhan unsur rohani. Kedua, substansi ilmu yang diinternalisasikan telah semakin menjauhkan manusia dari hakikat diri dan tujuan hidup yang sebenarnya.
Dalam hal ini, manusia hanya dipandang dari substansi materi dan bertujuan untuk mengejar kepentingannya akan materi. Dengan kata lain, manusia modern saat ini dididik berdasarkan tujuannya akan sebuah kesenangan hidup yang bersifat materialistik dan individualistik.
Hal ini juga didukung dari berkembangnya prinsip sekulerisme yang diamini oleh hampir seluruh sistem pendidikan di Barat. Peradaban materi melesat lebih cepat melampui hal-hal yang bersifat spiritual sehingga masyarakat kehilangan keseimbangan. Wallahu’alam…