Kisah Siswa yang Tenteng Celurit Tantang Duel Guru

Other

by Eka Setiawan

Di salah satu SMK di Kota Semarang, beberapa waktu lalu, ada siswa yang tiba-tiba ngamuk kepada gurunya. Tak usahlah saya sebutkan SMKnya di mana, tapi kejadian ini betul-betul ada, bukan ngarang hehehe.

Siswa itu tetiba nangis gerung-gerung, lari dari ruang praktikum, dan seketika sudah berdiri di pintu luar ruangan sambil menenteng celurit. Menangis sambil berteriak, meminta gurunya keluar untuk duel dengannya.

Sontak seluruh siswa yang sedang praktik di sana ketakutan, pun dengan guru yang ditantang tadi. Guru-guru lain pun takut. Seorang siswa menenteng celurit di komplek sekolah, menantang guru untuk duel!

Pihak sekolah lantas menghubungi seorang perempuan (juga seorang ibu) yang sudah makan asam garam menghadapi situasi itu. Ibu itu datang dengan cepat, motoran. Lantas, dengan sekali sentuhan, siswa yang ngamuk itu luluh. Celuritnya diserahkan. Kemudian nangis.

Kemudian, didampingi beberapa temannya, siswa yang tadinya ngamuk itu diajak ngobrol. Diajak ngomong baik-baik, diminta cerita apa persoalannya.

Dari cerita itu didapat informasi secara singkat, siswa itu memang tergolong anak orang mampu. Kebutuhannya (materi) dipenuhi orangtuanya, diberi motor bagus untuk ke sekolahan.

Pokoknya serba kecukupan, berbeda dengan beberapa siswa kebanyakan di sekolahan itu, yang kadang dapat uang saku Rp10ribu per hari sering galau apakah dibuat jajan saat istirahat atau diisikan bensin atau dipakai membayar angkutan umum untuk pulang pergi ke sekolah.

Siswa yang ngamuk tadi minta maaf kepada guru. Tak jadi marah apalagi duel fisik.

Ibu tadi cerita ke saya, kalau memang secara materi siswa itu cukup, tapi perhatiannya kurang dari orangtua. Jadi lebih sering sedikit nakal untuk cari perhatian.

Ya, ternyata meskipun ada guru di sekolahan, tetapi ketika kegiatan belajar mengajar yang ada seolah hanya rutinitas, komunikasi macet, belajar jadi tidak menyenangkan. Makanya, banyak pula siswa yang sering bolos, kabur dari sekolahan saat jam pelajaran atau tingkah-tingkah lainnya (yang mungkin sama dengan kita semasa sekolah dulu).

Para siswa hanya beberapa jam saja di sekolah, mungkin sehari hanya 8 jam. Sisanya? Ya di luar sekolah, yang tentu saja sudah bukan tanggung jawab guru.

Lalu tanggung jawab siapa setelah itu? Orangtua? Keluarga? Itu pastinya. Dan jangan lupa, lingkungan, kita-kita ini juga berpengaruh. Mungkin saja, dulu semasa kita sekolah atau masih bergaul dengan anak-anak sekolah, kerap melupakan tanggung jawab bersama, yaitu: tanggung jawab moral.

Minimal kalau sudah melihat gelagat teman kita yang menuju nakal, ya baiknya diingatkan. Kadang kita cuek dengan sekeliling tetapi tiba-tiba kaget ketika ada kenakalan yang terjadi.

Saling mengingatkan agar tak terjadi kenakalan penting dilakukan, toh guru pasti tidak akan mampu bekerja sendirian untuk siswa-siswanya.

#SelamatHariGuru

 

sumber gambar: WhatsApp

Komentar

Tulis Komentar