Pengemis Offline Hingga Online

Analisa

by Rizka Nurul

Pengemis berawal dari fakir miskin yang benar-benar minta pertolongan. Mereka biasanya akan terlihat di pinggir jalan. Namun saat ini, pengemis juga dijadikan pekerjaan.

Kita memang tidak boleh suudjon, tapi faktanya ini memang terjadi. Nyaris tak bisa dibedakan mana yang asli mana yang tidak.

Suatu malam saya pernah berjalan di daerah Bogor Utara. Ini saya rasakan sendiri. Empat wanita paruh baya tampak bersih membawa pakaian. Mereka memakan ketoprak malam itu di sebuah warung. Setelah makan, mereka mengeluarkan pundi-pundi dari sebuah kantong plastik.

"Mun jumaah sok menang loba, isukan sabtu teuing tah kumaha. (Kalau hari Jumat suka dapat banyak, besok sabtu gak tahu bagaimana)" kata seseorang diantaranya.

"Isukan urang rek pindah ka kota, sok rame. Milu moal? (Besok saya akan pindah ke kota, sering ramai. Mau ikut tidak?)" ujar yang lain menanggapi.

Tetiba salah satunya mengeluarkan mangkok kecil sedikit lama. Saya masih berpikir, untuk apa mereka bawa mangkuk. Hingga akhirnya besok pagi, saya tak sengaja melewati ke tempat tersebut.

Saya takjub. Tak jauh dari tempat ketoprak semalam, seorang diantara empat orang tersebut menggunakan baju kumuh. Ia duduk di pinggir ruko sambil membawa mangkuk dan gendongan kain yang membalus tasnya. Tak jauh, ada anak kecil juga menjadi pengemis dengan badan lusuh dan jalan tertatih. Kan saya jadi curiga juga :(. (Maafin saya netizen ..)

Digitalisasi Pengemis


Era digital, ternyata membawa pengemis menjadi digital juga. Mungkin ini masih perdebatan, tapi jika kembali ke definisi pengemis, maka kita perlu berhati-hati akan modus semacam ini.

Menurut Wikipedia, mengemis adalah hal yang dilakukan oleh seseorang yang membutuhkan uang, makanan, tempat tinggal atau hal lainnya dari orang yang mereka temui dengan meminta. Umumnya di kota besar sering terlihat pengemis meminta uang, makanan atau benda lainnya.

Karena saat ini bertemu itu bisa online, maka dilakukan pula secara online. Salah satu upaya pengemis digital adalah sms "Mama minta pulsa". Sebenernya dia mengemis pulsa dengan mengatas namakan mama. Adapula yang akhirnya minta transfer. Ampun daaaah

Semakin canggih, pengemis mewabah ke kitabisa.com . Sebuah situs fundraising untuk sosial. Tapi sering kali kebaikan warga +62 bikin yang lain latah minta-minta.

Ada sebuah bantuan untuk rakit biaya PC gaming. Buat main game! Ada juga yang minta bantu beli laptop, angsuran motor sampai biaya resepsi nikah ratusan juta. Beberapa waktu lalu ada juga yang menggunakan ini sebagai bahan bercanda. Akhirnya, kitabisa.com banyak diisi oleh hal-hal tidak penting dan kepentingan-kepentingan pribadi dibanding sosial. Si pemilik akun juga bilang "siapa tau rezeki". Ikutan juga apa kita buat bayar cicilan rumah? Eh jadi latah.

Apa yang dilakukan ini sebenernya kreatif dalam memanfaatkan kebaikan orang lain. Kalau minta di jalan kan malu, jadi minta online aja. Tentu bukanlah hal yang disarankan karena usaha akan dianjurkan lebih utama dibanding meminta-minta.

Solusinya, kita sebagai pendonor yang baik harus bisa menempatkan kemana harus memberi yang tepat. Niat baik boleh tapi jangan sampai memberikan keburukan. Pemberian cuma-cuma justru akan memberikan kebiasaan meminta-minta. Meskipun bikin akun kitabisa.com juga butuh usaha dan kuota sih.

Komentar

Tulis Komentar