Sejarah Hubungan Eksperimen Jihad dengan BMI Perempuan (2-habis)

Other

by Arif Budi Setyawan

Saya termasuk orang yang pernah terlibat membantu pengumpulan dana secara konvensional, tepatnya sebagai tukang pungut yang kemudian mengirimkannya kepada teman saya yang bergabung dengan kelompok Mujahidin Indonesia Timur. Tetapi ada juga yang sampai merancang aksi amaliyah dari hasil mengumpulkan pasukan dan pendanaan di media sosial (Facebook).


Seingat saya soal adanya penggalangan dana melalui media sosial ini pertama kali terungkap di akhir 2010 atau awal 2011. Kapan persisnya terjadi memang saya lupa, tapi kisahnya masih ingat.


Pada waktu itu ada seorang akhwat (sebut saja si mbak) yang mengungkapkan bahwa dirinya mempunyai permasalahan dengan seorang ikhwan terkait dana yang dikumpulkan olehnya. Ia mencoba menanyakan lebih jauh tentang kegiatan apa yang akan dilakukan sehingga perlu menggalang dana melalui media sosial. Tapi tidak kunjung mendapatkan jawaban yang jelas dan memuaskan. Malah akhirnya putus kontak dengan ikhwan tersebut. Padahal dana yang ia kumpulkan dari si akhwat dan kawan-kawannya sudah lumayan jumlahnya.


Karena penasaran, si mbak itu mencoba mencari tahu kemana rimbanya ikhwan tersebut melalui beberapa teman dari si ikhwan yang ia dapati berdasarkan mutual friend di Facebook. Dari situlah kemudian terbongkar adanya penggalangan dana oleh oknum ikhwan pada si mbak dan kawan-kawannya yang ada di Hongkong yang ternyata adalah para BMI itu.


Menurut si mbak itu, si ikhwan tersebut sampai menjanjikan akan datang ke Hongkong untuk menjelaskan programnya lebih jauh agar lebih yakin. Bahkan si mbak mengaku sampai memberikan dana untuk tiket ke Hongkongnya. Baginya itu tidak masalah yang penting semua jadi jelas. Pasca diberikan dana untuk tiket itulah si ikhwan kemudian menghilang.


Pada waktu itu saya dibuat penasaran tentang modus yang digunakan oleh oknum ikhwan tersebut dan betapa besarnya dana yang bisa dikumpulkan dari mbak-mbak BMI itu. Sampai si mbak berani belikan tiket itu bukan perkara yang murah.


Kira-kira bagaimana ia bisa mendapatkan dana tanpa menyebutkan dengan jelas tujuan atau kegiatan yang akan ia lakukan bersama kawan-kawannya? Ini karena lihainya si ikhwan atau karena kepolosan mbak-mbak BMI itu? Ini terjadi jauh sebelum saya masuk penjara lho.


Hari ini saya kemudian mempunyai sebuah dugaan, jangan-jangan kisah ini yang menginspirasi para ‘anshar daulah’ melakukan rekrutmen pada para BMI perempuan kita di Hongkong dll ?


Sebelum saya masuk penjara ada kasus serupa yang terungkap. Yaitu ketika ada seorang akhwat (tapi tidak jelas apakah ia seorang BMI atau bukan) yang curhat bahwa ia merasa diintimidasi oleh seorang oknum ikhwan.


Ia menceritakan secara singkat bahwa awalnya ia rutin memberikan donasi kepada ikhwan tersebut yang katanya untuk keperluan ikhwan yang sedang dipenjara.


Tapi ketika ia kemudian ingin berhenti sejenak dari menjadi donatur karena meningkatnya kebutuhannya, ia lantas diintimidasi dengan kata-kata : “Kalau kamu menghentikan donasimu berarti kamu tidak lagi mendukung jihad dan mujahidin. Mana komitmen kamu sebelumnya? Dst...dst...yang intinya membuat si akhwat merasa tidak nyaman dengan oknum ikhwan tersebut.


Masa iya karena mau berhenti sebentar -bukan seterusnya- karena kebutuhan pribadinya yang sedang meningkat dianggap lebih mementingkan diri sendiri daripada jihad dan mujahidin lalu dicela habis-habisan ?


Ketika saya masuk penjara tepatnya ketika masih di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua Depok, saya menemui lagi kasus yang serupa. Bahkan kali ini saya bertemu dengan oknum pelakunya. Cuma bedanya yang saya temui ini sudah sampai pada perencanaan amaliyah. Ini terjadi pada kasus perencanaan bom di Kedubes Myanmar yang terbongkar sebelum beraksi.


Para pelakunya saling mengenal berawal dari pertemanan di Facebook. Penggalangan dana juga sebagiannya dilakukan melalui Facebook. Bahkan komunikasi untuk perencanaan dan pelaksanaan amaliyah juga sebagiannya dilakukan melalui layanan Facebook Messenger.


Yang menarik, sebagian besar yang menyumbang untuk kegiatan mereka itu adalah para akhwat yang hanya kenal di Facebook. Ini menurut pengakuan sang pelaku. Menurutnya para akhwat itu cenderung lebih mudah percaya daripada para ikhwan. Sayangnya pada saat itu saya tidak menanyakan apakah para akhwat itu ada yang merupakan BMI di luar negeri?


Saya juga tidak sempat ‘berguru’ padanya bagaimana modus yang ia gunakan untuk bisa meyakinkan para akhwat itu. Saya memang tidak tertarik. Mungkin karena saya lebih terbiasa dengan sistem offline dan mandiri untuk urusan pendanaan.


Tapi bagaimana jika ia telah menularkan ilmunya itu pada yang lain? Yang kemudian menyebar dari orang ke orang dan terus berkembang sampai pada generasi anshar daulah saat ini?


Komentar

Tulis Komentar