Syahril Alamsyah dan Fitri Andriana, sepasang suami istri diamankan setelah melakukan penusukan di Pandeglang (10/10). Kapolsek Menes dan Menkopolhukam menjadi korban aksi tersebut.Sebelum Syahril alias Abu Rara dan Fitri, “Jihad” pasangan suami istri telah didahului oleh Dian dan Nur Sholihin. Dian rencananya akan menjadi pengantin bom bunuh diri di Istana. Nur Sholihin, suami Dian yang menikahi secara online menjadi koordinator aksi tersebut. Mereka berdua ditangkap pada Desember 2016 sebelum melakukan aksi. (lihat : Trailer Pengantin)
Ika Puspitasari juga melakukan aksi bersama sang suami yang menikahinya secara online juga. Ika menjadi pendonor untuk rencana aksi Abdullah Azzam. Sedangkan suaminya, Zaenal Akbar menjadi koordinator aksi. Zaenal ditangkap pada Desember 2015 dan Ika ditangkap satu tahun kemudian pasca kepulangannya dari Hong Kong. Keduanya mengenal Jihad melalui internet dan kemudian bergabung dalam sebuah kelompok telegram.
Contoh lain yang juga bisa menjadi perhatian adalah Anggi Indah Kusuma bersama suaminya, Adilatul Rahman. Anggi merancang bom yang akan diledakkan di Pindad dan Mako Brimob bersama suaminya dan beberapa temannya di Bandung. Rahman bahkan diajari mengenai jihad oleh Anggi.
Beberapa hari terakhir, pasangan suami istri ditangkap bersama dalam kasus terorisme. Abu Zee menikahkan banyak pasangan dan rombongan itu kemudian ditangkap oleh Densus 88. Kenapa pernikahan dilakukan oleh Abu Zee? Tentu karena mereka menganggap bahwa orang tua mereka tidak dalam aqidah yang sama. Sedangkan pernikahan akan dinilai sah apabila mereka dalam satu Aqidah dan Abu Zee bertindak sebagai wali hakim.
Ini juga pernah terjadi pada pasangan N dan F dari Tangerang. Mereka merupakan deportan dari Turki yang ingin bergabung bersama ISIS. Kepulangan keduanya mengagetkan bukan hanya karena diantar Polisi, namun kondisi F yang telah hamil. F menikah dengan N dimana ustadz mereka menjadi walinya yang mengajaknya ke Suriah. Konon, F dan N sempat tidak direstui oleh kedua orang tuanya.
Jihad Bersama
Munfiatun, istri Noordin M. Top ditangkap oleh Densus 88 karena dianggap menyembunyikan informasi suaminya. Namun Munfiatun tidak benar-benar terlibat aksi. Begitupun dengan Munawaroh, istri Noordin M Top juga. Ia ditangkap karena delik yang sama.
Jamaah Islamiyah yang merupakan afiliasi Al Qaida tak pernah setuju keterlibatan perempuan. Bahkan seorang mantan narapidana teroris berkata, “Kalau perempuan ikut, bocor. Kita kan gerakan bawah tanah.” Jelasnya. Istri tidak harus mengikuti muamalah suami, yang penting sesama islam, itu satu aqidah. Bahkan si istri sering kali tak tahu apa yang dilakukan oleh suaminya karena ini urusan lelaki.
Hal ini berbeda dengan Negara Islam Iraq dan Suriah atau ISIS. ISIS mengedepankan aqidah, muamalah dan segala kegiatan suami harus melibatkan seluruh keluarga. Menurut fatwa mereka, keluarga yang tidak ikut berbaiat kepada Abu Bakar Al Bagdadi dan tidak mengakui Khilafah Islamiyah maka ia kafir. Sehingga, baiat harus dilakukan semua anggota keluarga. Begitupun dengan jihad perang menjadi kewajiban personal.
Ini juga menjadi alasan utama mengapa mereka yang hijrah ke Suriah nyaris tak pernah sendiri. “Masa kita mau bahagia dunia akhirat, tak ajak anak-istri, mba.” Ujar seorang Deportan asal Bekasi yang saya wawancarai Juli 2017.
Selain Anggi-Rahman, Ika-Zaenal dan Dian-Nur Sholihin, tentu kita tak pernah lupa aksi-aksi bom di Surabaya. Aksi tersebut tak hanya melibatkan suami istri, namun keluarga.
Abraham Maslow dalam teorinya Hierarki Kebutuhan mengungkapkan bahwa setiap orang memiliki kebutuhan fisiologis, rasa aman, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri. Dalam hal ini, kebutuhan fisiologis (makan, sandang, papan) mereka cukup terpenuhi. Mereka kemudian membutuhkan rasa aman bahwa tidak ada lagi yang mereka takuti. Dalam hal ini, pelaku-pelaku ini merasa mereka dilindungi oleh Tuhan karena melakukan Jihad. Kemudian kebutuhan selanjutnya adalah social need untuk menjadi bagian dari suatu komunitas dan merasa kasih sayang. Menjadi bagian dari kelompok dan memiliki pasangan membuat social needs terpenuhi dan menaikkan mereka ke tahap selanjutnya yaitu kebutuhan penghargaan. Kebutuhan penghargaan ini diwujudkan melalui aksi yang mereka lakukan. Sebagai solidaritas tim dan pasangan, mereka melakukan itu bersama.
Bahagia bersama dunia akhirat pun menjadi alasan aksi-aksi yang dilakukan oleh pasangan suami istri ini. Seems so sweet dan romantis bagi pandangan mereka. Ini juga menunjukkan bahwa ada rasa cinta dan kebersamaan di jihad pasangan suami istri ini. Slogan “Bahagia till Jannah” yang santer beredar juga digunakan oleh kelompok ekstrimis dalam aksi yang dilakukan pasutri ini cukup melekat. Bisa jadi alasannya ideologis, tapi alasan cinta menjadi pendorong lain jihad bersama.