Ini Dia Gas Air Mata Yang Gak Bikin STM Gentar

Other

by Rosyid Nurul Hakiim

Sudah beberapa episode, kantor para dewan terhormat disambangi massa. Tidak hanya mahasiswa, namun disana ada beragam elemen. Termasuk anak-anak STM yang semacam jadi ‘pahlawan’ saat hura hara terjadi.

Dari rentetan demonstrasi terbesar sejak 1998 ini, ada satu item yang paling sering berseliweran di atas kepala para demonstran. Bukan, bukan drone yang nekat diterbangkan untuk merekam situasi. Tetapi gas air mata. Yes, bahan kimia yang bikin kamu nangis-nangis ini adalah ‘senjata’ paling lumrah digunakan untuk membubarkan masa. Tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia.

Gas air mata sebenarnya adalah senjata perang. Muncul pada Perang Dunia I, atau di sekitar tahun 1914, saat prajurit Perancis melontarkan tabung-tabung gas air mata ke parit-parit yang dihuni pasukan Jerman. Sejak 100 tahun yang lalu, gas air mata memiliki fungsi yang sama. Yaitu menyebabkan kepanikan, disorientasi, dan sebagai pengalih perhatian. Rasa sakit dan sensasi terbakar pada mata dan kulit, membuat prajurit Jerman kocar kacir.

Mereka lari dari kepungan asap pekat, meninggalkan tempat perlindungannya dan juga teman-temannya. Kesempatan ini kemudian digunakan oleh pasukan Perancis untuk menembak. Saat itu, kandungan gas air mata yang digunakan jauh lebih berbahaya dan mematikan. Karena itulah, berdasarkan Protokol Jenewa tahun 1925, berbagai macam senjata menggunakan komponen gas atau kimia, dilarang pada peperangan.

Tidak digunakan lagi oleh militer, perkembangan penggunaan gas air mata justru tampak pada institusi penegak hukum. Tidak hanya kepolisian, tetapi penjaga penjara juga familiar dengan instrumen ini. Kebutuhan terhadap gas air mata justru meningkat untuk konteks menjaga keamanan dalam negeri. Yaitu untuk membubarkan demonstrasi atau mengontrol huru hara di dalam penjara. Gas air mata menjadi pilihan utama daripada harus menggunakan peluru tajam.

Pada banyak demonstrasi besar di seluruh dunia, gas air mata selalu menjadi pilihan untuk membuat kumpulan massa bubar. Di Korea pada Juli tahun 1987 misalnya. Bahkan salah seorang mahasiswa terkena benturan canister (selongsong) gas air mata di kepalanya, yang membuatnya tidak sadarkan diri. Kejadian ini yang justru membuat demonstrasi di negara gingseng itu semakin membesar. Pihak kemanan Isreal juga rajin menggunakan gas air mata untuk membubarkan warga Palestina. Demonstrasi di Hongkong beberapa waktu terakhir juga menjadi saksi penggunaan gas air mata.

Meskipun disebut gas air mata, akan tetapi, komponen di dalam canisternya justru tidak ada hubungannya dengan gas. Bahan kimia yang disebut sebagai lacrimator atau pemicu hormon air mata itu justru adalah benda padat. Bahan kimia orthochlorobenzalmalononitrile itu adalah bubuk kristal dengan aroma merica. Agar bisa menjadi bentuk asap pekat dan menyebar lewat udara, bubuk padat itu membutuhkan methylene chloride.

 

 

 

 

Komentar

Tulis Komentar