Gerakan mahasiswa turun ke jalan kembali terjadi setelah 1998. Mereka melambungkan mosi tidak percaya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Gerakan ini bukan hanya terjadi di Senayan, tapi juga di berbagai daerah dari Yogyakarta, Malang, Balikpapan hingga Samarinda.
Mahasiswa mendesak pemerintah mencabut revisi UU KPK yang dirampungkan hanya 6 hari. Tuntutannya meminta DPR membatalkan revisi KUHP, RUU Minerba (Mineral dan Tambang), RUU Pertanahan dan RUU Pemasyarakatan dan mensahkan RUU PKS. Info terakhir, Presiden meminta DPR menunda 4 RUU ini.
Mahasiswa dari universitas di Jakarta, Banten dan Jawa Barat melakukan aksi di Senayan. Ribuan mahasiswa melakukan long march dan orasi dari berbagai titik. Beralmamater dengan logo berbagai universitas tumpah ruwah di jalan Gatot Soebroto Jakarta.
Aksi Jakarta hari ini merupakan lanjutan dari aksi 19 September lalu. Masa menggantung banner putih bertuliskan “Gedung ini disita Mahasiswa” di gerbang DPR. Presiden merespon dengan meminta DPR untuk menunda revisi KUHP. Oleh karenanya aksi hari ini hingga besok bertujuan mendorong kembali kebijakan pemerintah untuk menyentil DPR.
Yogyakarta juga menyuarakan suara yang tak kalah besarnya. Ribuan Mahasiswa berkumpul di Gejayan dengan tema #GejayanMemanggil. Mereka berorasi dan bahkan menyebarkan poster grafis modern tentang mosi tidak percaya.
Adapun Malang lebih panas lagi. Mahasiswa menduduki gerbang DPRD Malang. Mereka menggantung banner putih bertuliskan “Gedung Ini Jadi Warung Pecel” di pagar.
Aksi mahasiswa ini nampaknya tidak banyak mendorong pemerintah mengubah kebijakan. Semalam (23/9), perwakilan mahasiswa berhasil bertemu dengan Anggota DPR Komisi III. Komentarnya hanya, “Tuntutan kalian sama saja”. Sementara di luar gerbang, masa melempar botol minuman ke gerbang DPR menjelang malam hari.
Esok, aksi kosongkan kelas kembali dilanjutkan. Beberapa aktivis non-mahasiswa pun berencana turun ke jalan. Lalu kok bisa seheboh ini?
Alasan Aksi ke Jalan
Seharusnya memang bukan cuma urusan agent of change. Upaya perubahan signifikan di revisi UU KPK dan KUHP memang bikin geleng-geleng. Misalnya, gelandangan akan didenda 1 juta rupiah. Bagaimana bisa? Kalau mereka punya uang 1 juta, mereka tidak akan jadi gelandangan!
Contoh lain adalah pasal penghinaan presiden. Pasal ini sudah dihapuskan oleh MK. Namun kemudian diminta untuk diterapkan lagi di negeri ini. Menghina memang gak boleh guys. Tapi gimana kalau presidennya baper? Dikit-dikit merasa terhina, maka netizen penghujat akan masuk penjara semua!
Selain KUHP, RUU Minerba juga jadi masalah. RUU ini dianggap memberi celah bagi Korupsi tambang. Apalagi UU KPK direvisi yang mana isinya dianggap mempesulit kerja KPK. Istilahnya, dua hal ini saling menguntungkan.
Mahasiswa menganggap bahwa reformasi 1998 yang dulu diperjuangkan malah dikorupsi. Setelah KPK dilemahkan, KUHP terutama mengenai penghinaan terhadap pemerintah siap disahkan. Kalau udah sah, itu gak bisa protes pelemahan KPK. Mau korupsi di tambang, mineral, pertanahan dan pemasyarakatan juga aman. Gak diprotes, gak melanggar UU. Suudjon kan saya? Iyalah, saya selalu benar. Saya kan rakyat. Cewek pula!