Soal Demonstrasi Mahasiswa, Penting Juga Menonton Film Ini

Other

by Rosyid Nurul Hakiim

Demonstrasi menjadi pilihan kata yang sedang berseliweran. Baik di sosial media maupun di media konvensional. Soal kenapa kata ini menjadi trend dan seberapa urgensinya para mahasiswa ini turun ke jalan, bisa dilirik di https://www.ruangobrol.id/2019/09/24/fenomena/trend/demo-mahasiswa-dan-alasan-anak-muda-perlu-dukung/ atau disini https://www.ruangobrol.id/2019/09/24/fenomena/trend/mahasiswa-bergerak-kosongkankelas-kedua-kali-setelah-1998/

Aksi protes yang dimotori oleh mahasiswa memang kerap menjadi kunci perubahan di sebuah negara. Tak luput Indonesia. Kalau masih ingat, pada tahun 1998 lalu, aksi para pelajar yang kompak berdemonstrasi ini mampu menumbangkan rezim berumur 32 tahun. Mendorong Indonesia memasuki babak baru yang akrab disebut era reformasi. Memperkuat demokrasi yang sudah menjadi pilihan politik negara ini.

Tapi tahukah teman-teman kalau kondisi serupa juga terjadi di Korea Selatan?

Pada satu masa, negara yang sudah memiliki banyak penggemar di seluruh dunia karena musiknya itu pernah mengalami masa kelam dalam demokrasi. Pada era 1980an adalah masa-masa kritis demokrasi di negara yang bertetangga dengan Jepang ini. Ketika itu, perlawanan terhadap komunisme menjadi polemik. Wajar saja, karena negara ini sedang bersaing soal ideologi dengan saudara serumpunnya, Korea Utara yang memilih komunis.

Film produksi Korea Selatan berjudul 1987: When the Day Comes bisa menjadi secuil pengetahuan soal aksi demo besar-besaran mahasiswa di negara Kpop itu. Film yang diproduski tahun 2017 ini secara runut mampu menceritakan penyebab aksi massa yang menjadi lembaran penting dari demokrasi di Korea Selatan.

Dimulai dari kematian yang tidak wajar dari seorang pentolan aktivis mahasiswa, Park Jong Chul. Film yang berdasarkan kisah nyata ini kemudian bergulir ke pemaksaan terhadap seorang Jaksa untuk menandatangani berita kematian mahasiswa itu. Jaksa itu menolak. Fakta kematian tersebut lalu bocor ke sebuah surat kabar. Dalam waktu singkat, Korea Selatan geger.

Polisi anti-komunis yang dibentuk oleh pemerintah yang berkuasa saat itu mulai menjadi sorotan publik. Bahkan, tindakan-tindakan mereka semakin dikritisi. Terutama terkait konspirasi dan upaya untuk menyembunyikan fakta penyiksaan terhadap aktivis mahasiwa yang meninggal itu.

Mahasiswa yang menjadi resah kemudian mulai turun ke jalan. Film ini dengan apik mampu menggambarkan kondisi mahasiswa Universitas Yonsei yang melakukan unjuk rasa pada awal Juni 1987. Bahkan hiruk pikuknya dapat dihidupkan kembali. Sampai-sampai salah satu foto ikonik yang sempat ditangkap kamera wartawan Reuters juga secara pas ditampilkan. Foto itu menunjukkan mahasiswa Lee Han Yeol yang dipapah teman seperjuangannya menjauh dari gempuran gas air mata polisi. Lee Han Yeol tak sadarkan diri dengan luka di bagian kepala karena terkena gas air mata.

Selama hampir dua jam menyaksikan karya sutradara Jang Joon Hwan ini, kita serasa dibawa ke situasi familiar. Sebuah rezim militeristik yang cenderung menghilangkan orang-orang yang bersuara kritis. Situasi seperti apakah itu? Saksikan sendiri filmnya.

 

 

Komentar

Tulis Komentar