Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Peribahasa ini barangkali tepat untuk menggambarkan kondisi yang kini menghampiri Livi Zheng, sineas tanah air yang imut nan menyi-menyi (Red: menggemaskan) ini.
Bagi sebagian publik tanah air, namanya memang belum begitu populer. Maklum saja, gadis cantik kelahiran Malang 1989 ini banyak menghabiskan hidup di Los Angeles, Amerika Serikat.
Namun beberapa bulan belakangan, nama Livi sering kali terlihat wara-wiri di berbagai media massa, bahkan hingga masuk ke dapur acara gosip. Ia juga banyak menjadi bahan perbincangan di kalangan penikmat film, terlebih bagi kalangan sineas lokal.
Bukan karena karya-karyanya yang menjadi bahasan, melainkan adanya berbagai terpaan isu kontroversial.
Dalam sebuah acara Q&A: BELAGA “HOLLYWOOD” yang tayang Minggu (1/9) pukul 19.05 WIB di salah satu stasiun TV swasta, Livi yang hadir sebagai narasumber dicecar dengan berbagai pertanyaan dari kalangan sineas kondang seperti Joko Anwar dan Jhon De Rantau.
Mereka mempersoalkan statemen Livi yang mengaku bahwa film-filmnya tembus dalam berbagai ajang nominasi perfilman internasional. Bahkan film dokumenter Bali: Beast of Paradise yang disutradainya, diklaim berhasil masuk nominasi Oscar, sebuah ajang penghargaan perfilman paling bergengsi di dunia.
Banyak kalangan ragu atas klaim tersebut. Pasalnya, untuk bisa masuk di ajang nominasi sekelas Oscar harus melalui seleksi ketat. Tidak semudah seperti apa yang Livi ucapkan, “Saya diundang”.
Meski dicibir banyak orang, bahkan kini ia berjuluk sebagai ‘sutradara penuh kontroversial’, nyatanya hal itu tidak sedikit pun membuat Livi merasa gentar.
Diundang PBNU
Pada Senin (9/9/2019) lalu, Livi diundang ke kantor PBNU, Kramat Jati, Jakarta Pusat untuk bertemu dengan sejumlah tokoh penting dalam organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut.
Kedatangan Livi ke kantor PBNU tentu bukan tanpa alasan. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ingin menggandeng sineas cantik yang lebih cocok menjadi artis FTV ini untuk menggarap secara serius film ‘The Santri’ yang diwacanakan sebagai media kampanye Islam Nusantara di kancah internasional.
Barangkali, mungkin karena Livi dianggap mewakili anak muda masa kini, gaul, cerdas, berpendidikan tinggi, dan tinggal di Amerika Serikat menjadi alasan utama bagi Pengurus PBNU untuk menggaetnya sebagai sutradara agar bisa membawa The Santri ke panggung Hollywood.
The Santri sendiri merupakan film yang bergenre drama action. Menceritakan tentang petualangan para santriwan dan santriwati dari pesantren kampung yang berhasil meraih pendidikan hingga ke Amerika.
“Jadi film ini rencananya kita akan shooting di Indonesia dan di Amerika juga,” ungkap Livi Zheng kepada awak media sebagaimana dikutip dalam laman Suara.com pada Selasa (10/9/2019).
Menurut sutradara bernama asli Livia Notoharjono ini, film The Santri akan mulai diproduksi pada pertengahan Oktober 2019 dan diperkirakan akan memakan waktu kurang lebih satu tahun untuk proses produksi.
Mungkin bagi Livi, film The Santri harusnya menjadi sarana untuk membuktikan diri sebagai sutradara yang memiliki kredibilitas tinggi. Namun alih-alih bermimpi setinggi langit, film belum juga dirilis namun sudah digugat sana-sini.
Berbagai ormas Islam di Indonesia secara tegas menyatakan sikap keberatan karena The Santri dianggap tidak sesuai budaya pesantren dan tidak pula mewakili kehidupan para santri. Bahkan sebagian ormas pun menyerukan untuk memboikot film ini jauh-jauh hari.
Dalam hemat penulis, cukup wajar jika film ini justru mengundang polemik dan perdebatan. Terlebih dalam pemilihan judul The Santri, sehingga terkonotasi mewakili seluruh santri-santri pondok pesantren di Indonesia. Sementara yang kita tahu, setiap pesantren memiliki budaya dan kulturnya tersendiri.
Contoh sederhananya pada pondok pesantren NU maupun Muhammadiyah, meski sama-sama pesantren namun keduanya memiliki budaya dan tradisi yang berbeda. Ini juga belum termasuk dengan pesantren-pesantren lain yang memiliki konsep pemahaman yang tidak sama.
Mungkin sang sutradara tidak tahu atau dikiranya Islam di Indonesia memiliki kultur yang sama. Juga barangkali para pengurus PBNU lupa bahwa tidak seluruhnya santri pondok pesantren memiliki gambaran sama seperti dalam film.
Jika sejak awal pihak PBNU maupun sang sutradara tidak menyeret nama ‘santri’, barangkali polemik seperti sekarang ini tidak perlu terjadi. Namun jika sudah kepalang basah dan terlanjur diproduksi, maka kini menjadi tanggung jawab bagi PBNU dan Livi untuk memberikan klarifikasi demi menghindari gesekan yang justru akan merugikan orang lain dan diri sendiri.
Link foto: https://www.popbela.com/career/inspiration/bernadette-celine/ditegur-front-santri-indonesia-ini-fakta-film-the-santri-livi-zheng