“Ini merupakan tahun perpisahan dari kami. Tahun depan event audisi dituadakan” ujar Yoppy Rosimin selaku Program Director Bakti Olahraga Djarum Foundation. Kemarin (7/9), PB Djarum mengumumkan bahwa mereka menghentikan Audisi Beasiswa Bulu Tangkis di Hotel Aston Imperium, Purwokerto. Hal ini sebagai respon protes Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Tahun ini menjadi tahun terakhir Audisi yang telah diadakan sejak 2006. Sejak saat itu, PB Djarum berhasil mencetak juara dunia bulutangkis. Duet maut Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir menjadi contoh keberhasilan event ini. Tentu saja tak ketinggalan si minion lucuk Kevin Sanjaya Sukamuljo juga merupakan peserta event ini pada 2007.
PB Djarum sendiri telah berdiri selama 50 tahun. Alumninya dahsyat-dahsyat, seperti Alan Budikusuma dan Christian Hadinata. Anak asuh PB Djarum berhasil membawa Indonesia memenangi olimpiade, asian games, All England dan berbagai ajang dunia. Bagaimana Indonesia terkenal sebagai ladang legenda dunia, tak lepas dari andil PB Djarum. CSR dari Perusahaan Rokok ini juga berhasil mengadakan Indonesia Open, ajang tahunan terbesar kedua di dunia setelah BWF World Tour. Artinya, Indonesia Open merupakan ajang terbesar bulutangkis dunia yang diselenggarakan oleh satu negara.
KPAI bersama Yayasan Lentera Anak emang getol banget protes tentang Audisi PB Djarum dari awal tahun ini. Katanyaaaa ini bentuk eksploitasi anak oleh perusahaan Djarum dalam memasang logo di seragam pemain. Itu bisa menggiring untuk menganggap rokok sebagai barang yang tidak berbahaya bagi kesehatan anak. Cocokologi ini didasarkan kepada pertanyaan KPAI ke empat dari lima anak yang kalau mengatakan djarum ity pasti rokok.
Pihak Djarum sebenarnya telah memikirkan untuk menghilangkan logo Djarum di seragam dan nama event. Tapi nampaknya KPAI belum puas. Mungkin beasiswanya harus ganti dengan nama “Audisi Umum Beasiswa Bulu Tangkis Benang Foundation”.
Selain itu, promosi yang masif juga dianggap sebagai salah satu faktor protes KPAI. Ini menjadikan anak seolah menjadi papan reklame. KPAI juga menghitung kalau memasang banner, baliho atau billboard itu jatah pahak berapa, berapa orang yang akan berpaling ke reklame tersebut kalau bayar sekian. Rajin banget kan? Salah kalau banyak yang bilang protes KPAI ini karena KPAI kurang kerjaan, buktinya ampe pajak reklame aja dihitung lho! Atau mungkin Djarum Foundation jangan lagi pasang Kevin Sanjaya atau anak-anak kalau promosi beasiswa, cukup Lucinta Luna biar sekalian gak nyambungnya.
KPAI cukup ngaclok dalam menyalahkan Djarum Foundation. Nampak seperti paranoid berlebihan terhadap rokok di kalangan anak-anak. Apa salahnya anak tahu kalaum Djarum Foundation itu rokok? Kan tahu aja. Barangkali mereka mencoba melakukan asbabunnujul alias tabayyun dari beasiswa tersebut. Lagian, kata ustadz Abdus Shomad, rokok itu makruh dan itu harus dijauhi. Pendidikan Agama kan ada sejak SD. Pasti mereka tahu kok kalau masuk sekolahnya sampai kelas gak sampai gerbang doang. Kalau gini, mending KPAI fokus tentang kesejahteraan anak untuk bisa sekolah sampai masuk kelas.
Sering kali kita fokus pada hal besar yang nampak buruk dibanding hal kecil berdampak besar dan buruk yang dianggap biasa. Justru hal kecil seperti endorsement anak misalnya, anaknya dapat apa? Atau beberapa artis cilik yang hobi main film terpaksa harus resign dari sekolah karena jadwal shooting stripping. Anak kan waktunya main bukan cari uang. Bagaimana kalau nanti dia lebih mementingkan uang daripada sekolah? Bagaimana kalau mereka nanti jadi Kapitalis? Eh kenapa jadi ketularan KPAI.