Atau yang mungkin paling sering kita temui adalah orang-orang yang nekat menerobos lampu merah, jalur busway, palang perlintasan kereta api, dan berbagai pelanggaran lalu lintas lainnya. Semakin tingginya angka kriminalitas juga menunjukkan tingkat kenekatan sebagian masyarakat kita.
Dan yang paling heboh adalah rencana pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur yang dinilai banyak pihak sebagai sebuah tindakan yang nekat. Dalam kondisi negara yang sedang dirundung banyak masalah, tiba-tiba muncul keputusan untuk memindahkan ibu kota. Sebuah keputusan yang pastinya akan menghabiskan biaya sangat besar. Apalagi katanya harus kelar di tahun 2024.
Di tengah rakyat Indonesia yang sedang menghadapi banyak ketidakpastian, tiba-tiba negara mengeluarkan keputusan yang serba ‘pasti’.
Begitu pastinya soal ibu kota baru ini, bukan hanya lokasinya yang sudah pasti, bahkan kapan ibu kota baru itu mulai ditempati pun sudah pasti. Wow, luar biasa!
Soal kepastian waktu itu diucapkan sendiri oleh Presiden Jokowi. Dalam wawancara khusus dengan Kompas. Yang mewawancarai adalah Wakil Pemimpin Umum Kompas, Budiman Tanurejo.
Saya sebagai orang awam paling sulit mengerti bagaimana sebuah ibu kota negara dibangun hanya dalam waktu 5 tahun? Meikarta yang sekecil itu saja nggak jadi-jadi. Atau mengacu pada pembangunan kawasan BSD yang konon menghabiskan waktu selama 15 tahun sejak mulai dirancang. Saya termasuk yang menilai pemindahan ibu kota ini sebagai sebuah kenekatan tingkat dewa.
Tapi sebentar. Kata kenekatan tingkat dewa mengingatkan saya pada beberapa peristiwa besar dalam sejarah bangsa. Misalnya, salah satu cerita rakyat yang melegenda tentang asal usul salah satu bangunan kuno terkenal di Indonesia, yaitu Candi Prambanan.
Konon Candi Prambanan itu dibangun hanya dalam waktu semalam dengan bantuan teknologi bangsa jin yang dikontrak oleh Bandung Bondowoso untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Roro Jonggrang agar ia bisa menikahi gadis pujaan hatinya itu.
Atau pada peristiwa Soerabaia 45, di mana arek-arek Suroboyo yang terbakar semangatnya oleh pidato legendaris Bung Tomo melalui corong RRI Surabaya. Arek-arek Suroboyo itu kemudian bertempur gagah berani dengan persenjataan seadanya. Meskipun kalah tetapi akhirnya berhasil memaksa Belanda untuk tidak lagi memandang Republik Indonesia sebagai kumpulan pengacau tanpa dukungan rakyat.
Pada saat itu Indonesia adalah negara yang baru saja memproklamasikan kemerdekaannya dan sedang memperjuangkan agar mendapat pengakuan dunia, tetapi sudah harus menghadapi tentara Inggris (bagian tentara Sekutu). Pasukan yang habis menang Perang Dunia II. Kedatangan tentara Sekutu sebenarnya bertujuan untuk melucuti persenjataan Jepang yang kalah perang namun ternyata yang dihadapi adalah rakyat dan pejuang Indonesia.
Bahkan hingga hari ini pun warga Surabaya lekat dengan istilah Bonek (Bondo Nekat) yang menjadi sebutan bagi suporter klub sepakbola kebanggaan mereka, Persebaya.
Hmm...berarti bangsa kita ini dari dulu memang biasa mengerjakan hal-hal yang menurut kebanyakan orang mustahil tapi berhasil. Jadi kita tidak boleh pesimis. Kita harus yakin.
Siapa tahu proses pembangunan dan pemindahan ibu kota yang direncanakan akan selesai dalam lima tahun itu akan dikenang oleh dunia sebagai proses pembangunan dan pemindahan ibu kota tercepat dalam sejarah manusia.
Seringkali untuk menghadapi ketidakpastian kita memang harus nekat. Tapi nekatnya dalam hal-hal yang positif. Bukan nekat korupsi, nekat memberontak, nekat berbuat teror, dan sebagainya.
Sumber ilustrasi: https://pixabay.com/id/photos/candi-prambanan-java-indonesia-2202334/
Komentar