“Saya mati saja mas, hukuman kebiri suntik itu seumur hidup.” kata MA ketika ditanya tanggapannya mengenai hukuman kebiri kimia yang dijatuhkan kepadanya. MA menjadi terpidana pertama yang dijatuhi kebiri kimia oleh pengadilan di Indonesia. Selain kebiri kimia, MA juga menjalani hukuman 12 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah. Hal ini karena MA melanggar Pasal 76 D junto Pasal 81 ayat 2, UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atas kasus pencabulan. MA telah mencabuli 9 anak berumur 3 tahun.
“Iya habis lihat film porno. Saya tidak pernah ke lokalisasi, tidak punya uang. Di tempat sepi, pernah di masjid tapi di luar. Biasanya tidak saya paksa, pernah saya iming-imingi dengan jajan” kata MA seperti yang dikutip dari merdeka.com.
IDI (Ikatan Dokter Indonesia) menolak melakukan ini. Hal itu dianggap melanggar disiplin dan etika dokter di mana mereka telah bersumpah untuk mematuhinya. Selain itu, kebiri kimia juga dinilai tidak menjamin hilang atau berkurangnya hasrat serta perilaku penyimpangan seksual seseorang. Menurut dr. Pudjo Hartono selaku Ketua Dewan Pertimbangan IDI, lebih baik fokus kepada rehabilitasi korban mengurangi trauma psikis dan fisik.
Begitupula dengan KOMNAS HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia) yang menganggap hukuman ini tidak menjamin berkurangnya kejahatan seksual. Dalam kasus narkoba misalnya, meski banyak hukuman mati dijatuhkan namun itu tidak membuat narkoba berhenti.
Peraturan ini sendiri keluar atas usulan dari KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dan Komisi Nasional Perempuan. Saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah rencana memberikan tambahan hukuman 15 tahun penjara kepada pelaku pedofil. Namun ini baru dieksekusi pasca kasus Yn pada tahun 2016 yang tewas setelah diperkosa. Presiden kemudian menerbitkan Peraturan Presidean Pengganti Undang-Undang (Perppu) dengan mengubah dua pasal dari UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu Pasal 81 dan Pasal 82, serta menambahkan satu Pasal 81A. Perppu tersebut menambahkan hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal penjara 20 tahun dan minimal 10 tahun. Selain itu, Perppu ini juga menyebutkan tiga hukuman tambahan, yaitu kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, dan pemasangan alat deteksi elektronik.
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono menilai, perppu kebiri yang dikeluarkan pemerintah tak progresif. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid juga sependapat bahwa kebiri kimia merupakan pembalasan kekejaman dengan kekejaman.
Penggunaan kebiri kimia memang telah dilakukan di beberapa negara yang dianggap sebagai ramah bagi perempuan dan minimnya pelecehan seksual menurut US News and World Report seperti yang dilansir Bussiness Insider. Finlandia misalnya melakukan kebiri kimia kepada pelaku pelecehan seksual menyimpang. Sedangkan Denmark yang merupakan negara kejahatan terendah nomor 3 di dunia menerapkan kebiri kimia hanya untuk mereka yang memiliki orientasi seksual yang tidak terkendali. Hal itu dilakukan setelah melalui serangkaian tes. Adapun Swiss yang menerapkan hukuman pelecehan seksual dari pemaksaan hingga penetrasi seksual minimal 10 tahun penjara. Selain itu negara-negara ini juga memberikan rehabilitasi korban, edukasi seksual sejak dini serta kesetaraan gender.
Kebiri kimia bukanlah solusi penanganan pelecehan seksual karena faktor pelecehan seksual bukan hanya karena libido saja. Faktor kurang memadainya transportasi dan infrastuktur juga berpengaruh seperti ketersediaan cctv, penerangan dan akses. Selanjutnya adalah norma sosial dan perilaku sosial dimana seringkali pelecehan seksual dianggap wajar seperti cat calling. Norma sosial ini sering kali mendorong korban yang justru disalahkan entah itu misalnya cara berpakaian. Hal lain yang mempengaruhi tingginya pelecehan seksual adalah pengalaman menjadi korban pelecehan di masa kecil yang membuatnya menjadi pelaku.
Hukuman sekeras apapun dalam berbagai kejahatan tak pernah menjamin hilangnya aksi kejahatan itu sendiri. Ini nampak lebih kepada meKebiri kimia hanya memberikan dampak kepada fisik yang tidak signifikan karena hormon seseorang bisa saja berkembang selama manusia tersebut masih hidup. Ada faktor lain yang juga patut dipelajari dan ditelaah lebih lanjut dari sekedar faktor biologi atau fisik. Pendidikan menjadi salah satu solusi yang cukup berhasil dalam pencegahan kejahatan.