Matinya Listrik Jakarta Tak Semuanya Bawa Petaka

Other

by Internship

Padamnya listrik di beberapa daerah di Pulau Jawa Minggu 4 Agustus 2019 lalu ternyata membawa dampak positif loh. Artinya, insiden yang sampai membuat Pak Jokowi kesal itu tak semuanya membawa petaka, tetap ada sisi baiknya.

Kasus padamnya listrik di pekan pertama Agustus itu adalah satu dari banyak contoh kasus gangguan listrik diakibatkan kendala teknis.

Dilansir dari tirto.id, kata PLN adanya gangguan transmisi Saluran Utama Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500kV Ungaran dan Pemalang adalah penyebab blackout itu.

Durasi padamnya pun variatif, mulai dari 3 hingga 12 jam. Orang-orang ketika itu kerepotan. Saluran komunikasi, akses internet, aktivitas perbankan sampai transportasi, semuanya terganggu.

Ngeselin nggak sih, udah semingguan kerja, eh giliran mau santai-santai nikmati akhir minggu, eh listriknya malah mampus!  Meskipun insiden itu tentu banyak kesan negatifnya, tapi bagi warga Jabodetabek khususnya, justru membawa hal positif.

Listrik padam tersebut dapat menjadi kesempatan untuk detoks digital. Detoks digital - atau puasa gadget agar lebih mudah diingat - merupakan upaya-upaya untuk mengurangi penggunaan teknologi digital pada rentang waktu tertentu.

Lalu, kenapa listrik padam kemarin ada hubungannya dengan detoks digital? Sebuah penelitian dari Cambridge International menunjukkan bahwa murid sekolah di Indonesia merupakan salah satu pengguna teknologi tertinggi di dunia.

Dari data yang didapatkan oleh lembaga yang berfokus pada sensus pendidikan global tersebut, pelajar Indonesia merupakan pengguna perangkat teknologi informasi digital tertinggi kedua di Indonesia.

Dengan persentase sebesar 40 persen dalam penggunaan teknologi informasi digital saat kegiatan pembelajaran secara keseluruhan, pelajar Indonesia lebih sering menggunakan teknologi tersebut ketimbang pelajar di beberapa negara maju.

Masyarakat Indonesia - terutama generasi millenial dan Z - tidak bisa terlepas dari kehidupan digital mereka. Perangkat elektronik sering menyita banyak waktu dan - pada beberapa kasus tertentu - semua perhatian mereka akibat tuntutan pekerjaan dan/atau lingkungan sosial.

Kondisi tersebut tidak jarang menyebabkan banyak generasi muda Indonesia menjadi kecanduan gadget.

Pernah berhenti sejenak dan coba menghitung sudah berapa lama kita buka media sosial seperti Instagram, Twitter, dan sebangsanya dalam satu hari? Berapa jam dalam sehari sudah dihabiskan untuk menonton YouTube? Sudah binge watching berapa episode serial TV di Netflix hari ini? Sudah berapa jam mabar untuk push-rank? Mungkin tak banyak orang yang pernah bertanya seperti itu kepada diri sendiri.

Detoks digital bukan berarti tidak menggunakan teknologi digital sama sekali. Detoks digital dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi - atau menghilangkan jika memungkinan - efek samping dari kecanduan gadget, bukan untuk kembali ke zaman purba.

Dengan membatasi penggunaan gadget, kita jadi punya banyak waktu menikmati kehidupan nyata di depan mata.

Hal tersebut dapat mengurangi rasa stres yang mungkin ditimbulkan tekanan sosial dari para netizen maha benar negara ini. Detoks digital bisa membantu kesehatan fisik dan mental kita dalam jangka panjang.

Kembali lagi ke listrik padam lagi, putusnya saluran komunikasi dan koneksi internet merupakan sebuah kesempatan untuk memulai detoks digital. Jika gadget tidak berfungsi, letakkan saja dan cari kegiatan lain yang bisa menghilangkan kebosanan sembari menunggu listrik menyala.

Membaca buku, menuliskan perasaan kesal di secarik kertas atau bahkan mengobrol dengan orang-orang terdekat merupakan beberapa pilihan yang dapat dilakukan.

Daripada bernyinyir ria dan membesar-besarkan amarah, bukankah lebih baik kalau kita keluar rumah dan menyapa tetangga sekitar?

Berkumpul bersama dan ngobrol panjang lebar sembari ngopi. Anak kecil main kejar-kejaran penuh tawa, para ibu bercengkrama sembari mengawasi buah hati mereka ataupun berinteraksi dengan makhluk hidup lainnya yang mungkin sudah lama tak kita sapa. Indah bukan?

Penulis: Arriza Alfirdausi (magang ruangobrol.id)

 

FOTO RUANGOBROL.ID/EKA SETIAWAN

Komentar

Tulis Komentar