Terkadang untuk bisa menghargai sebuah kenikmatan hidup kita harus terlebih dahulu diuji suatu cobaan. Dan cobaan yang ada, acapkali menjadi kesempatan kedua untuk meniti hidup lebih bermakna.
Adalah Saiful Amal (38), warga Desa Ngimboh, Kec. Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur. Namanya tak banyak dikenal di kalangan masyarakat luas. Namun siapa sangka, pria yang kini berprofesi sebagai tukang las ini menyimpan sebuah kenangan berharga yang berhasil merubah jalan hidupnya.
Tepat pertengahan November 2016 lalu, mungkin menjadi peristiwa yang barangkali tidak akan pernah ia lupakan sepanjang sisa hidupnya.
Sehari sebelum musibah datang, Saiful diminta oleh tetangganya yang hendak berlibur di tempat wisata Batu, Malang sebagai sopir. Tak terbesit firasat buruk apapun, ia menerima dengan senang hati. Selain karena dirinya sudah terlanjur dipercaya, juga dapat duit tentunya. Maklum, hidupnya selama ini hanya berpangku pada profesinya tersebut.
Esoknya, ia berangkat bersama 18 orang menuju Batu, Malang dengan mengendarai mobil Isuzu Elf.
Sepanjang perjalanan, setiap orang larut dalam suka cita dan canda tawa. Harap maklum, sebagai masyarakat kampung, momen piknik bisa jadi barang mewah yang tak bisa didapat setiap waktu.
Namun siapa menduga, dalam sesaat, keceriaan tersebut berubah menjadi tangisan dan jerit pilu yang memekakkan telinga.
Mobil yang dikendarai Saiful mengalami oleng saat hendak menuruni jalanan curam di jalur tengkorak Jalan Raya Sendi, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto. Mobil yang penuh muatan manusia tersebut, mengalami rem blong akibat tak mampu menahan beban, ditambah kondisi jalanan basah yang habis diguyur hujan.
Sempat terpikir olehnya untuk membanting setir dan menghantam sekumpulan sepeda motor yang kala itu terjebak macet. “Kalau seandainya mau, pasti akan banyak yang kelindes, Mas. Saya gak mau. Akhire, yowes bismillah ambil lurus ae,” ujar Saiful saat ditemui tim ruangobrol.id di kawasan Sidayu, Gresik pada Kamis (9/8).
Kendaraan pun meluncur deras, menghantam beberapa mobil dan sepeda motor sebelum akhirnya terjun ke jurang sedalam 20 meter.
Seluruh penumpang dalam mobil berteriak ketakutan, bahkan tak putus-putus diucapkannya nama Tuhan sebelum akhirnya terjun dan menggelinding hingga ke dasar jurang. Kondisi mereka mirip layaknya nastar yang dikocok dalam sebuah toples, saling jumpalitan tak karuan. Saiful sendiri terlempar dari badan kendaraan setelah kaca depan mobil pecah.
Tak ada yang bisa ia lakukan selain memasrahkan hidup pada Yang Kuasa. Dan dalam nuansa kepasrahan tersebut, terbayang istri dan wajah manis anaknya yang sedang menantinya di rumah.
“Aku wes pasrah karo seng gawe urip. Aku langsung bayangno bojo karo anakku, nek ileng iku (musibah) aku langsung nangis (Saya sudah pasrah sama Tuhan, aku langsung membayangkan istri dan anak saya. Kalau ingat musibah itu, saya langsung nangis),” kenang Saiful.
Soal nasib barangkali manusia bisa merubahnya sepanjang ada kemauan, namun urusan umur dan hidup mutlak itu perkara Tuhan. Ajaib, seluruh penumpang selamat dan tak ada yang mengalami luka serius meski kondisi badan kendaraan ringsek.
Semenjak kejadian tersebut, kini ia menjadi lebih dekat dengan keluarganya. Baginya, keluarga adalah segalanya, muara mata hatinya. Mungkin Saiful Amal kini bersyukur bisa menikmati kesempatan kedua untuk mengharungi hidup bersama keluarga.
Satu pelajaran penting dari kisah Saiful, tentang bagaimana ia menghargai nyawa manusia saat dirinya dalam kondisi terjepit sekalipun. Sementara muncul sosok-sosok lain dengan cerita berbeda.
Saat Saiful berusaha melindungi nyawa orang lain agar mereka bisa tetap hidup dan mewujudkan mimpi-mimpinya, jauh di seberang sana justru ada orang-orang yang berusaha untuk menghilangkan nyawa dan menghancurkan mimpi anak-anak bangsa.
Ironisnya, dengan bangganya mereka menyebut ini sebagai perintah Tuhan, entah dari Tuhan yang mana. Wallahu’alam…
FOTO RUANGOBROL.ID/KHARIS HADIRIN