Kehancuran Desa Barghouz, Suriah sebagai benteng pertahanan terakhir ISIS menimbulkan banyak pertanyaan di jagat dunia maya, kemanakah simpatisan ISIS selanjutnya? Bagaimana nasib mereka? Layakkah kembali ke Indonesia?
Pertanyaan terakhir menjadi yang paling sering ditanyakan. Berkaitan dengan itu, ruangobrol.id dan Tempo mengadakan sebuah diskusi publik “Pengejar Mimpi ISIS : Layakkah Mereka Kembali” di Gedung Tempo, kemarin (9/7). Dalam kesempatan tersebut, Noor Huda Ismail berpendapat bahwa mantan simpatisan ISIS ini justru layak pulang.
“Orang yang sakit karena merokok akan lebih didengar daripada dokter cantik yang berpengalaman”, begitu Doktor Hubungan Internasional Monash University Australia tersebut mengibaratkan credible voice. Mantan Simpatisan ISIS merupakan suara yang kredibel dalam menyuarakan anti radikalisme dibanding pakar terorisme karena mereka merasakan. Ketika orang yang merokok diminta berhenti oleh orang yang sakit karena merokok, akan lebih dapat dipahami, karena satu nasib dan pernah merasakan.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjenpol Drs. Suhardi Alius, MH juga mengatakan hal senada. Menurutnya, simpatisan ISIS atau mantan napiter (narapidana terorisme) tidaklah layak dimarjinalkan. Pihak Kepolisian dan BNPT telah berupaya keras untuk melakukan deradikalisasi, namun marjinalisasi dari masyarakat justru membuat deradikalisasi tersebut gagal dan mendorong ia kembali ke kelompok lama. “Kalau dimarjinalkan, tinggal tunggu waktu aja” ujarnya.