Adanya orang-orang Indonesia yang sempat bergabung –dalam bahasa media disebutkan sebagai simpatisan- kelompok ISIS dan ingin kembali ke Indonesia menuai pro kontra, terutama di kalangan masyarakat luas.
Mereka yang tak setuju, rata-rata berargumen orang-orang ini hanya akan menyusahkan kalau dipulangkan kembali ke Indonesia. Hanya akan memindah masalah, hingga argumen yang cenderung mencurigai orang-orang itu akan melakukan aksi teror di Indonesia jika mereka dipulangkan.
Begitupun dari pemerintahan. Pemulangan mereka tentunya perlu kajian-kajian dari lembaga-lembaga terkait. Sebab, ketika memulangkan mereka tentu saja tidak hanya memindahkan orangnya, tapi juga berkaitan dengan pemikirannya.
Di sinilah, perlunya kesempatan. Sebab, pengalaman mereka tentu sangat ‘mahal’, karena tak semua orang mengalami peristiwa itu. Pada konteks masih banyaknya propaganda kelompok ISIS di berbagai media sosial, pengalaman mereka itu tentu sangat berguna.
Pengalaman itu akan mampu memberikan narasi alternatif tentang bagaimana kondisi yang sebenarnya terjadi di wilayah ISIS di Syiria sana. Tentunya ini memang membutuhkan penanganan dan pendekatan yang tepat.
Perang ide yang terjadi di dunia maya melalui narasi alternatif harus dilakukan secara masif. Artinya, perlu dipersiapkan sekelompok orang dari berbagai kalangan yang mampu membuat konten-konten yang menarik.
Peran kelompok ini sangat penting sebagai penyeimbang informasi yang beredar di media sosial ataupun saluran informasi lainnya. Hal ini diharapkan bisa jadi alat tangkal yang efektif ketika konten-konten propaganda radikal tersebar secara masif di berbagai media sosial.
Melibatkan mantan kombatan ataupun simpatisan kelompok ini tentu menjadi sangat penting. Mereka yang sudah kembali ke jalan damai, tentu punya berbagai pengalaman di dunia radikalisme. Pengalaman ini menjadi ‘mahal’ karena tidak semua orang pernah mengalaminya.
Cerita-cerita dari mereka yang pernah terlibat dan merasa kecewa dengan jalan yang sempat mereka ambil, akan jadi konten menarik ketika disebarluaskan ke masyarakat luas. Mereka yang bersedia, bisa menuliskan ataupun menggambarkan pengalaman pahit mereka saat sempat bergabung di kelompok radikal.
Mereka akan jadi penutur yang baik, karena apa yang diceritakannya adalah fakta. Seperti meminjam teori rehabilitasi pecandu narkoba; mereka yang ampuh untuk melakukan sosialisasi bahaya narkoba adalah mereka yang pernah terjerumus di sana kemudian sadar dan bangkit.
Kelompok ini harus secara kontinyu mengobarkan konten-konten pesan damai melalui berbagai sarana yang bisa dimanfaatkan secara luas, untuk melawan kebencian maupun tipu muslihat kelompok teror lewat propagandanya.
SUMBER GAMBAR: https://damailahindonesiaku.com/wp-content/uploads/2017/02/propaganda-media-controls-us-1-310x165.png
Membayar Mahal Pengalaman Simpatisan ISIS?
Otherby Eka Setiawan 26 Juni 2019 8:17 WIB
Komentar