Abu Hamzah Sang Pencetus Jihad dari Britania Raya (1)

Tokoh

by Kharis Hadirin

Barangkali Inggris, adalah satu dari beberapa negara Eropa yang paling getol memerangi terorisme di dunia. Sebagai negara kaya raya dengan kekuatan militer terbesar di dunia, Inggris tak sedikit pun ragu untuk mengeluarkan dana besar dan mensuplai berbagai peralatan tempur demi keberhasilan untuk menghancurkan kelompok teroris hingga ke akar-akarnya.

Bahkan keterlibatan Inggris dalam organisasi NATO, makin mempertegas posisi dalam percaturan politik global melawan arus radikalisme di penjuru dunia.

Ibarat setali tiga uang, Amerika Serikat dan Inggris adalah dua sekutu yang paling rajin berkunjung ke negara-negara Muslim untuk kampanye anti terorisme.

Sebagai contoh, dalam kunjungan Tony Blair ke Indonesia awal 2006 yang kala itu masih menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris. Salah satu agenda utama dalam kunjungan kenegaraan tersebut adalah meminta Indonesia turut ikut ambil bagian dalam menumpas gerakan teror yang bisa mengancam kepentingan internasional.

Tak berlebihan memang, mengingat status Indonesia sebagai negara Muslim terbesar dunia, juga catatan kelam dimana negeri ini pernah dihantam serangan bom yang memakan ratusan korban jiwa.

Namun terkadang hidup itu penuh kejutan yang muncul tak terduga. Tidak jarang, justru bersifat paradoks. Alih-alih memupus ideologi yang dianggap radikal, di negeri sendiri justru bercokol seorang pejuang militan.

Ialah Mustafa Kamel Mustafa, atau lebih dikenal dengan nama Abu Hamzah Al Masri.

Bagi orang awam yang tidak melek dalam isu terorisme, Abu Hamzah barangkali hanyalah sosok fiktif yang wujudnya tidak ada dalam kehidupan nyata. Namanya tidak populer memang, bahkan hampir jarang terekspose oleh media manapun.

Di Indonesia, namanya tak lebih tenar dari rivalnya, Abdullah Azzam, sang pelopor jihad internasional. Padahal keduanya pernah terlibat dalam jihad yang sama di Afghanistan melawan pasukan beruang merah, Uni Soviet.

Namun barangkali tidak demikian bagi pemerintah Inggris. Sosok Abu Hamzah ibarat parasit yang tumbuh di tengah kedigdayaan negeri Ratu Elizabeth yang sewaktu-waktu akan mengancam keamanan nasional dan merusak citra Inggris sebagai negara Barat pemuja kebebasan.

Tak berlebihan, bahkan BBC, media asal negeri Ratu Elizabeth tersebut menyebutnya sebagai ‘the most prominent radical cleric in the United Kingdom’ atau ulama radikal paling menonjol di Inggris.

Abu Hamzah muda dan pesona kehidupan Barat

Abu Hamzah sendiri merupakan pria kelahiran Alexandria (Mesir) pada 15 April 1958. Ia sempat belajar teknik sipil atau civil engineering sebelum akhirnya memutuskan untuk pindah ke London bersama keluarganya pada tahun 1979 atau saat menginjak usia 21 untuk mencari penghidupan yang lebih baik.

Ketertarikannya pada gaya hidup hedon masyarakat Barat inilah yang menjadi alasan kuat baginya untuk memilih Inggris sebagai tempat perantauan.

"Bagi saya, negara Barat tak ubahya seperti surga tempat dimana segala sesuatu yang kamu inginkan tersedia disana, " kenang Abu Hamzah sebagaimana dikutip dalam Telegraph (8/2/2006).

Namun kehidupan keras London tak serta-merta merubah nasibnya menjadi lebih baik. Ada harga mahal yang harus dikeluarkan. Butuh usaha yang gigih untuk bisa menikmati hidup di tengah gemerlap dan kemewahan Kota London, terlebih dirinya yang berstatus sebagai imigran.

Berbagai profesi dijalaninya untuk bisa mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Mulai dari resepsionis hotel, tukang pukul, hingga pegawai klub strip tease.

Setelah berhasil mengumpulkan uang, mulai muncul ketertarikan dirinya untuk melanjutkan kembali pendidikannya yang sempat tertunda dengan mengambil bidang yang sama, yakni civil engineering hingga akhirnya berhasil meraih gelar sebagai insinyur dari Brighton Polytechnic College, Inggris.

Melalui gelar tersebut, ia dikontrak sebagai insinyur di Royal Military Training Academy atau Akademi Militer Inggris di Sandhurst, tempat yang sama dimana Pangeran Harry, putra mendiang Lady Diana dan Pangeran Charles menempuh karir militer.

Perjalanan menuju Afghanistan

Awal tahun 1980, Abu Hamzah mulai menunjukkan ketertarikannya pada politik Islam pasca terjadinya revolusi Iran yang berhasil mengubah wajah negara ini dari sistem monarki di bawah pemerintahan Shah Mohammad Reza Pahlavi yang cenderung ke barat-baratan menjadi Republik Islam yang dipimpin oleh Ayatullah Khomeini.

Di saat yang sama, gejolak politik juga mulai terjadi di Afghanistan melalui invansi dari pasukan Uni Soviet.

Hingga tahun 1987, Abu Hamzah melakukan perjalanan untuk melaksanakan ibadah haji di Mekkah, Arab Saudi. Dan disana, ia bertemu dengan pemimpin spiritual mujahidin di Afghanistan, Abdullah Azzam, saat mengikuti kajian keagamaan.

Pertemuannya dengan Abdullah Azzam, rupanya memberikan pengaruh besar bagi Abu Hamzah. Hingga akhirnya, memasuki 1991, ia memutuskan untuk berangkat ke Afghanistan dan bergabung bersama mujahidin pimpinan Abdullah Azzam.

Statusnya sebagai seorang insinyur, rupanya sangat dibutuhkan di Afghanistan. Terutama dalam pembangunan berbagai infranstruktur yang diperuntukkan bagi kepentingan mujahidin dan masyarakat Muslim Afghanistan.

Atas perannya dalam kancah jihad Afghanistan ini, dengan cepat dirinya menjadi kawan baik Abdullah Azzam. Bahkan ia cukup dekat dengan para pemimpin jihad disana.

Sampai suatu saat, Abu Hamzah mengalami insiden. Hal ini bermula ketika dirinya mencoba untuk merakit bom dengan menggunakan bahan peledak jenis Semtin Explosive (Semtex) atau biasa disebut bom plastik. Peledak buatan Cekoslovakia yang bentuknya kecil dan tak berbau ini sering dipakai teroris untuk membajak pesawat. Pada 1988 misalnya, kelompok teroris Libya menggunakan bom ini untuk menjatuhkan pesawat Pan Am di atas Lockerbie, Skotlandia, yang menewaskan 270 orang.

Bom yang ia rakit meledak, dan akibatnya ia harus kehilangan satu mata dan kedua tangannya.

Hingga pada awal tahun 1993, Abu Hamzah memutuskan kembali ke Inggris untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik.

 

Link foto: https://www.newsweek.com/london-imam-abu-hamza-be-sentenced-us-terrorism-conviction-298053

Komentar

Tulis Komentar