Ketika seseorang terpuruk atau tersisihkan oleh masyarakat karena kesalahan yang diperbuatnya, yang pertama kali harus ia lakukan adalah bangkit dan memancangkan tekad yang kuat untuk memperbaiki diri. Yang kedua adalah menyatakan permintaan maaf dan penyesalan atas kesalahannya itu. Dan yang ketiga adalah berjanji dan membuktikan bahwa ia tidak akan mengulangi kesalahannya lagi.
Tekad yang kuat diperlukan untuk mendapatkan kepercayaan diri dan sebagai sumber energi yang mendorong untuk terus bergerak ke depan. Untuk memperbaiki diri, seseorang harus tetap konsisten meskipun dia akan menghadapi cibiran dari orang-orang di sekitarnya dan tantangan yang bisa jadi tidak terbayangkan sebelumnya.
Kisah teman saya yang pernah sama-sama dipenjara namun kasusnya adalah pengedar narkoba mungkin bisa menjadi contoh bagaimana beratnya perjuangan yang ia lakukan untuk mengubah stigma negatif yang melekat pada dirinya. Dan
Pada pertemuan itu kami saling bercerita tentang bagaimana aktivitas kami masing-masing sejak bebas dari penjara. Tapi yang menarik adalah kisahnya menjalani hidup baru yang penuh lika-liku, termasuk godaan-godaan yang muncul di tengah upayanya mencari kehidupan yang lebih baik dan bersih dari noda-noda kriminal.
Pertama kali yang ia lakukan selepas keluar dari penjara adalah menjauhi lingkungan di mana ia dulunya pernah hidup sebagai pengedar narkoba, yaitu kota Jakarta yang menurutnya adalah kota dengan 1000 dilema. Ia memilih untuk pulang ke kampung halamannya di sebuah desa di Jawa Timur.
Di Jakarta hidup lebih keras dan biaya hidupnya sangat tinggi sehingga peluang untuk tergoda menjadi pemain narkoba lagi akan sangat besar. Sedangkan di kampung ia masih belum tahu mau kerja apa, tetapi aman dari pergaulan yang bisa membuatnya tergoda untuk jadi pemain narkoba lagi.
Di kampung halamannya ia memulai hidup barunya dengan bekerja serabutan pada orang-orang yang membutuhkan tenaganya. Awalnya semua berjalan baik-baik saja sampai kemudian muncul ujian pertama, yaitu ia mendengar ada sebagian orang yang saling berbisik agar jangan dekat-dekat dengan dirinya. Dibilangnya dirinya itu sangat mungkin sedang mencoba mengembangkan jaringan narkoba di daerahnya.
Dia sangat shock mengetahui hal itu. Dan kecurigaan mereka itu semakin menjadi-jadi ketika kemudian di daerah itu -kebetulan- peredaran narkoba semakin meluas. Dia benar-benar tak menyangka di kampung halamannya pun ia masih dicurigai dan kembali merasakan stigma yang negatif.
Ia jadi tak bersemangat lagi dalam bekerja dan mulai galau dengan kondisinya. Ia mulai merasa tidak nyaman.
Akhirnya ia memutuskan untuk ikut bekerja sebagai kuli batu pada proyek pembangunan perumahan di Surabaya. Di Surabaya itulah ia kemudian mengenal banyak teman baru di mana beberapa di antaranya sangat mendukung usahanya untuk meniti hidup baru yang lebih berkah.
Ketika ia sudah mulai bisa hidup tenang, tiba-tiba datang ujian yang baru yang datang melalui perantara media sosial. Di media sosial (Facebook) ia dihubungi oleh kawan lamanya yang dulu sama-sama menjadi pemain di bisnis narkoba. Sudah bertahun-tahun tidak ada kontak tiba-tiba menghubunginya.
Awalnya menanyakan kabar tapi setelah tahu kalau dirinya tinggal di kota besar (Surabaya), kawannya itu lalu menawarkan peluang untuk jadi agen narkoba lagi. Diiming-imimgi fasilitas motor dan rumah kontrakan serta peluang besar karena kawannya itu punya akses ke sumber yang besar.
Kawan saya itu sempat menyesal kenapa ia masih menggunakan akun Facebook yang lama sehingga kawannya itu masih bisa menemukannya. Tapi ia akhirnya bisa menolak dengan tegas tawaran dari kawannya itu. Ia sudah menutup rapat pintu untuk kembali ke jalannya yang lama.
(Bersambung)
Reputasi, Senjata Ampuh Melawan Stigma (1)
Otherby Arif Budi Setyawan 21 Juni 2019 1:11 WIB
Komentar