Kita kembali ke bahasan siapakah yang rentan terpengaruh radikalisasi online ?
Menurut pengetahuan dan pengalaman saya sejauh ini, ada dua golongan orang-orang yang rentan terpengaruh pemikiran dan pemahaman radikal yang berawal dari sempitnya berfikir, yaitu :
Masyarakat awam yang rusak, dan
Kelompok pemuda yang bersemangat tapi bodoh
(Siapa saja yang termasuk kedua golongan ini akan kita bahas lebih jauh pada tulisan-tulisan selanjutnya)
Kedua golongan ini akan semakin mudah terpapar pemikiran dan pemahaman radikal bila dibarengi dengan kondisi kebangkitan Islam yang lemah dan para penguasa yang zhalim atau tersebarnya kezhaliman.
Kebangkitan Islam yang lemah dapat dilihat misalnya masih minimnya ulama yang ikhlas dan tulus yang tampil memimpin umat dalam pergerakan secara luas dan menyeluruh serta membina umat dari soal pemikiran, akhlak, ekonomi, sampai politik.
Hal ini mengakibatkan umat kehilangan panduan dan panutan. Seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Sehingga mereka kemudian mencari-cari ‘panduan alternatif’ selain ulama yang ada di tengah umat.
Di sinilah kemudian para ‘provokator pemikiran’ memainkan perannya menyebarkan propaganda mereka. Dengan bantuan teknologi internet dan algoritmanya yang canggih, penyebaran propaganda mereka itu menjadi semakin masif dan memiliki jangkauan yang lebih luas.
Sedangkan berkuasanya para penguasa zhalim atau merajalelanya kezhaliman di tengah umat membuat umat yang merasa hidupnya susah cenderung ingin melawan dan memusuhi rezim yang berkuasa. Karena menurut mereka, para penguasa itulah yang menyebabkan hidup mereka jadi susah.
Di antara mereka kemudian ada yang sangat ingin melawan rezim lalu mencari-cari cara atau pemahaman yang mendukung dan membenarkan aksi perlawanan yang ingin mereka lakukan. Maka ketika menemukan -entah secara online maupun offline- sebuah pemikiran/pemahaman yang membenarkan aksi perlawanan yang ingin mereka lakukan, tentu akan langsung serta merta mereka ikuti.
(Padahal jika dipikir lebih jauh, barangkali memang betul rezim penguasa itu punya andil yang cukup signifikan, tetapi melawan atau memerangi mereka itu apakah merupakan solusi bersama ? Apakah sudah tidak ada solusi yang lain ? Apakah umat jadi merasa lebih baik dengan adanya aksi perlawanan mereka ? Dst...dst...)
Saya pun dulu sempat masuk dalam kelompok orang yang berpemikiran seperti ini. Sehingga ketika melihat kesuksesan Al Qaidah di berbagai tempat, kami pun memutuskan untuk mencoba mengadopsi cara-cara ala Al Qaidah untuk kami terapkan di Indonesia.
Kesalahan terbesar kami adalah kami tidak memperhitungkan situasi dan kondisi kami dan kondisi umat Islam di negeri ini, sehingga kami hampir tidak memikirkan dampaknya terhadap umat Islam.
Lalu bagaimana solusi menghadapi lemahnya kebangkitan Islam dan merajalelanya kezhaliman di tengah umat agar keadaan tidak semakin buruk ?
Untuk menghadapi lemahnya kebangkitan Islam tentu saja kta mengharapkan para ulama lebih peduli lagi terhadap nasib umat dan para da’i agar semakin meningkatkan dan memperluas dakwahnya di tengah umat.
Kemudian untuk mereduksi kezhaliman yang merajalela kita berharap para penguasa kita berlaku adil dan melahirkan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan rakyatnya. Dan di sisi lain kita juga harus mendorong diri kita masing-masing semaksimal mungkin untuk menemukan solusi dalam menghadapi keadaan yang serba tidak ideal di zaman ini.
Komentar