Jika bertanya, siapa sahabat saya? Tentu saya punya satu nama, sebut saja Ustadz BL. Sahabat satu ini saya kenal sebagai seorang ustadz di salah satu Pondok Pesantren di sebuah desa yang terletak 22 kilometer selatan timur Kabupaten Jombang.
Pertemuan kami dimulai pada awal 1999, saat itu saya datang menjadi santri di Pesantren tersebut. Beliau menjadi salah satu ustadz yang saya kagumi saat itu. Hampir 70 persen santri Ustadz BL berasal dari Timor Timur (sekarang Timur Leste). Sulit bagi saya membayangkan bagaimana bisa menggurui mereka yang berada di wilayah konflik? Pada Juni 1999, saya tak lagi menjadi santri beliau karena saya diangkat menjadi bagian humas (Hubungan Masyarakat) di pesantren tersebut. Posisi ini membuat saya kemudian semakin dekat dan bersahabat dengan beliau.
Ustadz BL di pengajiannya bercerita tentang dirinya yang berasal dari Pondok Pesantren Al Husain, Jatibarang, Indramayu, Jawa Barat. Suatu ketika saya hendak pergi ke Jakarta bersama teman saya dengan kereta api dari Surabaya. Mungkin sekitar bulan Mei 1999, saya hendak berkunjung ke pesantren Al Husein bersama teman saya. Ketika kereta berhenti di Stasiun Jatibarang, saya melompat dari kereta dan jatuh karena kereta sebenarnya belum benar-benar berhenti. Saya terguling-guling di kerikil sambil mencoba berdiri namun tak sanggup karena tas yang cukup berat saya bawa saat itu. Namun, saya akhirnya tiba juga disana meski sedikit lebam untuk bersilaturahmi dengan pimpinan pesantren dimana ustadz BL belajar.
Saya ingat betul karena tahun itu adalah tahun sebelum saya berangkat ke Filipina bergabung dengan MILF (Moro Islamic Liberation Front). Karena setelah itu saya terpisah dengan beliau. Namun pada akhir 2000, saya tidak menyangka bahwa kemudian bertemu dengan beliau di Camp. Kami bersama bertempur di Filipina selaam 2 tahun lebih. Selama di Camp, saya disebut harian 04, dia adalah 05. Saya kembali ke Indonesia pada awal 2003 dimana pada pertengahan tahun saya ditangkap karena kasus terorisme.
Saya baru bertemu lagi dengan Ustadz BL 8 tahun kemudian yaitu pada 2011. Saat itu saya bertemu di dekat Polda Metrojaya waktu jam makan siang. Pertemuan singkat itu merupakan pertemuan pertama setelah sekian lama. Kami saling berbagi cerita tentang kegiatan kami masing-masing.
Tak terasa, keakraban kami sudah berjalan selama 20 tahun. Ternyata waktu yang sangat lama. Ustadz BL kini harus menjalani hukuman 8 tahun penjara karena kasus terorisme. Kunjungan saya kepadanya pada pertengahan Maret 2019 lalu tak lagi di pesantren, namun di dalam Lapas (Lembaga Permasyarakatan) Madiun. Namun itu cukup berkesan walaupun kunjungan hanya 1 jam saja.
Sahabatku, jeruji besi tak akan memudarkan persahabatan kita di jalan Alloh, 04 dan 05 selalu berdekatan.